Suara.com - Sebagai puncak rangkaian acara, sekaligus upacara penutupan Yogyakarta Gamelan Festival ke-29 (YGF29), hadir Gaung Gamelan di Stadion Kridosono, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Pertunjukan gamelan yang dimainkan oleh ratusan pemain gamelan secara bersamaan yang tergabung dalam kelompok karawitan dari 14 Desa Budaya binaan Dinas Kebudayaan "Kundha Kabudayan" DIY dan kelompok gamelan komunitas antara lain Kyai Kanjeng, AKNSB (Akademi Komunitas Negeri Seni dan Budaya), Gendhing Bahana UAD dan Karawitan Putri Bantul.
Pertunjukan ini memainkan empat gendhing klasik gaya Yogyakarta yang telah dibagikan sebulan sebelumnya, serta disebarkan melalui berbagai media dengan tujuan agar dapat dipelajari (dibaca) oleh masyarakat luas sebagai pengetahuan atau dapat dipakai untuk berpartisipasi di dalam program ini. Dua lancaran yang dimainkan diawal adalah Lancaran Desa Budaya dan Lancaran Kuwi Apa Kuwi.
Selain pertunjukan utama Gaung Gamelan, ada performance dari Saron Groove (Gayam16-Yogyakarta), Drummer Guyub Yogyakarta (Yogyakarta), Anteng Kitiran (Yogyakarta), Sanggar Sritanjung (Banyuwangi).
YGF merupakan festival yang mempertemukan pemain dan pencinta gamelan. Beberapa tahun yang lalu dunia dilanda pandemi, dan di masa-masa itu dunia seakan reset, kembali seperti semula, lalu setelah berhasil “bangkit’ dari masa pandemi yang merupakan masa kegelapan bagi seluruh dunia, tahun ini YGF mengusung tema “Piweling”
Ishari Sahida (Program Director), yang dikenal dengan nama Ari Wulu, menyatakan, YGF bukan sekadar perayaan musik, ini adalah perjalanan kembali ke akar.
"Melalui tema “Piweling” kami ingin terhubung kembali dengan asal usul alami kita, menumbuhkan rasa syukur, kebersamaan, dan pertumbuhan. Festival ini berfungsi sebagai jembatan antara masa lalu dan masa depan, melestarikan warisan kita sambil merangkul kemungkinan-kemungkinan baru," katanya.
YGF29 mengambil tema “Piweling” ini adalah kesadaran untuk selalu mengingat atau mengambil ilmu-ilmu yang sudah diajarkan, untuk mengembangkan kemungkinan baru dalam kebudayaan gamelan tanpa merusak ilmu serta aturan-aturan yang sudah ada.
Gaung Gamelan sebagai bentuk kontribusi merayakan gamelan sebagai warisan budaya takbenda yang ditabuh tanpa amplifikasi elektrik. Tahun depan YGF berusia 30 tahun.
"Kami sedang merencanakan sesuatu yang lebih besar tapi tentu saja hal itu perlu dukungan dari berbagai pihak. Kami harap, kontribusi dari teman-teman," tambahnya.
Baca Juga: Yogyakarta Gamelan Festival 2024: Merawat Budaya Lewat Lokakarya
KPH. Purbodiningrat, selaku penasihat Jogja Festivals menyampaikan apresiasinya bisa hadir di acara ini.