Suara.com - Konflik penggusuran lahan di Jalan Gunung Balong III, Lebak Bulus, Jakarta yang melibatkan Ade Jigo dan keluarga belum selesai. Warga yang terdampak penggusuran pada Kamis (4/7/2024) lalu masih ingin melawan.
"Kami dari warga mau terus berjuang," ujar Ade Jigo kepada Suara.com melalui sambungan telepon, Selasa (16/7/2024).
Ade Jigo masih yakin eksekusi pengosongan lahan dilakukan dengan asal-asalan. Dari data yang dimiliki Ade Jigo, ada beberapa warga korban penggusuran yang sebenarnya tidak masuk daftar tergugat.
"Ada yang sebenernya tidak di dalam list, tapi kena juga. Padahal, awalnya rumah mereka nggak digusur tuh, dilewatin. Kan emang mereka nggak masuk dalam daftar gugatan," beber Ade Jigo.
Baca Juga: Penggusuran Dinilai Brutal, PKBI Akan Gugat Pemkot Jaksel
"Tapi pas sudah semuanya selesai, mereka balik lagi, akhirnya ikut kena digusur. Jadinya ya mereka kayak cap cip cup aja," lanjutnya.
Ade Jigo juga menyebut warga yang tidak masuk daftar tergugat kini mulai diintimidasi agar ikut mengosongkan lahan mereka. Iming-iming uang turut disertakan agar warga mau menuruti permintaan sang pemilik lahan.
"Mereka yang tidak masuk daftar ini ikut diminta sama penjaganya mereka, si pemilik lahan, buat ikut mengosongkan lahan. Padahal kan nggak ada nama mereka," jelas Ade Jigo.
"Nah, mereka juga dapat iming-iming uang Rp10 juta per satu rumah. Itu kan murah banget, makanya mereka nggak mau," imbuh sang pelawak.
Ade Jigo dan keluarga sebenarnya masuk dalam daftar warga yang harus mengosongkan lahan. Nama mendiang ayah Ade Jigo yang mewariskan tanah ke mereka ada dalam daftar tergugat.
Baca Juga: Pemkot Jaksel Gusur Kantor PKBI Yang Ditempati Sejak 1970 Hibah Dari Gubernur Ali Sadikin
Namun, Ade Jigo dan keluarga masih pada keyakinan mereka bahwa eksekusi lahan dilakukan tanpa surat resmi dari pengadilan. Oleh karenanya, mereka akan ikut melawan.
"Mereka kan kemarin juga tidak bisa menunjukkan surat perintah eksekusinya," kata Ade Jigo.
Bentuk perlawanan yang dipersiapkan Ade Jigo dan warga sendiri nantinya akan dilakukan dalam bentuk pengumpulan berkas bukti kepemilikan tanah. Mereka akan datang ke kelurahan setempat untuk mencocokan data kepemilikan tanah yang sebenarnya.
"Kami mau yang terdekat dulu, ke kelurahan. Pada saat eksekusi kemarin lurahnya kan ngilang, jadi kami mau bawa berkas ke kelurahan buat sinkronin data yang ada di sana," ucap Ade Jigo.
Ade Jigo pertama membagikan cerita tentang tanah warisan keluarganya digugat seseorang pada Februari 2024. Ia menduga ada praktek mafia tanah dalam kasus tersebut.
“Padahal kami sendiri pegang sertifikatnya. Bahkan saya dari tahun 83 lahir, saya udah di situ, besar di situ. SKPT-nya, PBB-nya, kami lancar. Kami cek ke BPN pun sah, tidak ada dalam sengketa,” ungkap Ade Jigo dalam wawancara saat itu.
Namun menurut data yang dimiliki Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, ayah Ade Jigo selaku salah satu pemilik tanah di wilayah Gunung Balong III, Lebak Bulus, Jakarta masuk daftar nama yang digugat oleh Martha Metty Nasiboe pada 1993.
Martha serta ahli warisnya memenangkan Peninjauan Kembali atas tiga putusan di tingkat pertama, banding dan kasasi yang sebelumnya dimenangkan oleh pihak tergugat, dan berhak melakukan pengosongan lahan.