Ulama memaknai hadits tersebut bahwa Nabi Muhammad memberi isyarat bahwa hari kelahiran seseorang adalah hari penuh nikmat sehingga patut disyukuri.
Selain itu, perayaan hari lahir bukan sebuah ibadah, melainkan adat atau tradisi. Sehingga hal ini tak bisa disebut bid'ah.
Pendapat kedua, merayakan ulang tahun mutlak perbuatan yang diharamkan. Ini tertuang dalam
Lembaga Fatwa Arab Saudi (Al-Lajnah Ad-Da’imah Lil Fatwa).
Adapun dalilnya adalah sebuah hadits yang berbunyi, "Dari Anas, ia berkata, Rasulullah saw datang ke Madinah, dan orang Madinah memiliki dua hari raya di mana mereka bergembira. Lalu Rasulullah bertanya: “Apakah dua hari ini?” Mereka menjawab: Kami biasa bermain (bergembira) pada dua hari ini sejak zaman Jahiliyah. Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah telah menggantinya untukmu dengan dua hari raya yang lebih baik darinya, yaitu hari raya Adha dan hari raya Fitri."

Nabi Muhammad SAW di dalam hadits tersebut menyebut bahwa cuma ada dua hari yang patut dirayakan, yakni Hari Raya Idul Adha dan Idul Fitri.
Dalil lainnya yang dipakai adalah sebuah hadits yang berbunyi, "Siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk bagian dari mereka."
Ulama yang mengharamkan berpendapat bahwa perayaan hari ulang tahun adalah tradisi orang Yahudi dan Nasrani. Sehingga umat muslim yang merayakan hari lahir sama saja menyerupai mereka. Hal ini jelas melanggar hadits Nabi Muhammad yang telah disebut di atas.
Itu dia dua pendapat ulama tentang merayakan hari ulang tahun. Alangkah baiknya, perbedaan pendapat ini disikapi dengan bijak agar tidak terjadi permusuhan antar umat Islam.
Baca Juga: Aurel-Atta Lestarikan Tradisi Jawa, Ini Makna Dan Tata Cara Tedak Siten Anak