Suara.com - Andovi da Lopez dihadapkan pada sejumlah tudingan miring usai melontarkan kritik keras ke Mahkamah Agung (MA) buntut perubahan batas usia kepala daerah jelang Pilkada 2024. Layaknya figur publik lain, Andovi dituding jadi buzzer untuk salah satu kubu politik yang bertentangan dengan pemerintah.
“Banyak yang bilang gue dibacking suatu partai tertentu untuk berbicara tentang Pilkada,” ungkap Andovi da Lopez di FX Sudirman, Jakarta, Rabu (5/6/2024).
Sama seperti yang ia utarakan dalam video viralnya, Andovi da Lopez menegaskan lagi bahwa semua yang diutarakan murni atas keresahan pribadi. Tidak ada dorongan dari pihak mana pun untuk menyuarakan kritik dengan imbalan uang.
“Gue bukan Anak Abah, bukan Salam Metal, bukan kubu Prabowo-Gibran. Gue nggak dibayar siapa pun untuk ngomong apa pun,” tegas Andovi da Lopez.
Baca Juga: Lempar 'Bola Panas' soal Putusan MA Hapus Batas Usia Kepala Daerah, Begini Kata Puan PDIP
“Di Pilkada ini, gue juga nggak ditarik sama siapa-siapa. Nggak ditarik partai A B C D E,” lanjutnya.
Alih-alih mendapat keuntungan, Andovi da Lopez malah terancam merugi gara-gara kelewat vokal saat berbicara politik.
Ia sampai terancam kehilangan kontrak kerja sama dengan sebuah produk tertentu karena takut ikut terkena dampak negatif dari sikap Andovi.
“Ngomong kayak gini itu malah rugi, nggak ada keuntungannya sama sekali. Brand itu takut, bingung kenapa Andovi jadi aktif,” tutur Andovi da Lopez.
“Jadi kalau kalian merasa gue dapat keuntungan pribadi dari situ, tidak ada sama sekali,” imbuhnya.
Namun bagi Andovi da Lopez, cerita-cerita semacam itu bukan masalah besar. Menurut Andovi, sudah semestinya rakyat bersuara ketika penguasa mulai bertindak sesuka hati.
“Sebagai warga Indonesia yang peduli dengan kondisi negara, ya gue punya hak untuk berbicara dong,” ucap Andovi da Lopez.
Sebagaimana diketahui, Andovi da Lopez melalui sebuah video di Instagram baru-baru ini mengkritik keras keputusan MA mengubah batas usia kepala daerah jelang Pilkada 2024. Kebijakan itu disinyalir bertujuan untuk memuluskan langkah pihak tertentu dalam pencalonan diri sebagai pemimpin daerah.
“Kita nggak bisa mengubah peraturan untuk menyesuaikan kepentingan satu pihak. Itu tidak masuk akal, dan kita tidak boleh terus-menerus mengulanginya,” ungkap Andovi da Lopez, yang versi aslinya memakai Bahasa Inggris.