Suara.com - Tirta Mandira Hudhi atau Dokter Tirta Cipeng adalah seorang mualaf. Ia dibesarkan dari keluarga beda agama.
Ayah Dokter Tirta bersuku Jawa beragama Islam. Sedangkan ibunya adalah seorang keturunan Tionghoa beragama Katolik.
"Mamaku China, bapakku Jawa, Boyolali. Iya betul 2013 mualaf karena ngikutin bapak. Ibu Katolik," kata Dokter Tirta di podcast PWK.
Menurut dia, sang ibu menikah secara Islam agar pernikahannya sah. Baru setelah menikah, ibunya meyakini agama Katolik.
Baca Juga: Dokter Tirta Singgung IPK Gibran: Ini Bukan Ngejek tapi Jadi Motivasi
Sedari kecil, Dokter Tirta memeluk agama Katolik mengikuti sang ibu. Baru ketika di usia 23 tahun, Tirta berpindah agama ke Islam mengikut keyakinan ayahnya.
Karena hidup dengan latar belakang agama dan budaya yang berbeda sejak kecil, Dokter Tirta mengaku memiliki tingkat toleransi tinggi.
"Aku sering nongkrong sama teman-temanku di dekat Masjid Al Fajru, minggunya Sekolah Minggu. Karena toleransinya tinggi, jadi kita memahami satu sama lain. Aku tetap hormat sama Katolik, Nasrani, Kristen," ujar dia.
Keputusannya menjadi mualaf diambil ketika Dokter Tirta mendapat pesan berantai di ponsel Blackberry miliknya. Dalam pesan itu tertulis bahwa seorang ayah beragama Islam sulit masuk surga jika anaknya berbeda agama.
Isi pesan berantai itu membuat Dokter Tirta kepikiran. Ia merasa sang ayah sudah berkorban banyak untuk dirinya tapi bakal kesulitan masuk surga karena anak satu-satunya berbeda agama.
Baca Juga: Padahal Mualaf, Sikap Mahalini Usai Dipuji Cantik Tuai Sorotan: Kayak Islam dari Lahir
Tirta pun langsung berkonsultasi dengan sejumlah kiai. Sampai ia bertemu dengan seorang kiai yang akhirnya membuatnya mengucapkan dua kalimat syahadat.
"Saat itu aku mikirnya biar bapak masuk surga. Ketika dapat artikel itu, defense mecanism aku logika. Waduh kok berarti kalau misalkan, saat itu aku diterangkan hadisnya. Kalau bapak Islam, anak Katolik, sulit loh dia untuk masuk surga. Kepikiran. Pada waktu itu aku bilangnya biar adil saja, separuh kehidupanku di Katolik, separuh kehidupanku di Islam," kenang Tirta.
Keputusannya memeluk Islam tidak membuat ibunya marah. Hanya saja kata Tirta, pihak keluarga sempat heboh karena dikira dirinya mengikuti aliran tertentu.
"Jadi ketika ada perdebatan di Twitter dilarang mengucapkan selamat Natal, pohon Natal, ga relate di kehidupan keluargaku. Keluargaku lebih kompleks dari itu. Keluargaku di Boyolali itu muslim semua, taat. Ketika ada perbedatan agama di Twitter, Instagram, keluargaku ga relate dengan itu," paparnya.
Mengenai adanya perdebatan soal beda agama, Dokter Tirta menyarankan agar belajar ilmu jangan setengah-setengah. Ia meminta agara orang-orang belajar ilmu agama keseluruhan baru sharing.
"Orang yang belajar ilmu setengah-setengah dan langsung sharing itu akan menjadi lebih sok tahu. Jadi kalau mau belajar agama carilah guru yang tepat untuk dirimu. Aku selalu menghindari, perdebatan agama. karena keluargaku dari kecil kaya gitu," ucap Dokter Tirta.