Suara.com - Yayasan Al-Anshar menjelaskan alasan bersikeras menuntut pembatalan sertifikat tanah atas nama ayah Atta Halilintar, Halilintar Anofial Asmid yang kini dijadikan lahan pesantren di Pekanbaru, Riau. Mereka menyinggung riwayat kelam ayah Atta yang pernah menyalahgunakan jabatan untuk mencari keuntungan pribadi semasa jadi pimpinan yayasan.
“Pernah ada dugaan tindakan fraud,” ungkap pengacara yayasan Al-Anshar, Dedek Gunawan di Menara 165, Jakarta, Senin (18/3/2024).
Yayasan Al-Anshar pun mengeluarkan bukti surat permohonan maaf ayah Atta Halilintar atas dugaan penyalahgunaan jabatan yang dilakukan sebelum dipecat secara tidak hormat pada 2003.
“Saya mengakui kesalahan-kesalahan saya terutama kesalahan-kesalahan besar yang saya perbuat. Saya kesal, saya malu, dan saya benci dengan diri saya sendiri, diri saya telah dikuasai oleh nafsu dan setan,” demikian bunyi surat yang kini dibacakan ulang oleh M. Rizal Chatib selaku Wakil Ketua Yayasan Al-Anshar.
Baca Juga: Dituding Bawa Kabur Duit Yayasan Rp2 M, Ayah Atta Halilintar Siap Tempuh Jalur Hukum
Riwayat kelam itu juga yang kini dikhawatirkan para petinggi Yayasan Al-Anshar bakal terulang lagi. Mereka takut ayah Atta Halilintar menyalahgunakan sertifikat tanah yayasan yang masih terdaftar dengan identitasnya.
“Ya secara umum kan kita tahu ya, karena orang itu sudah bukan bagian dari yayasan, maka jadi kewajiban kami untuk menyelamatkan aset yayasan,” kata M. Rizal Chatib.
Sebelumnya diberitakan, ayah Atta Halilintar dituding mengklaim tanah pondok pesantren milik Al-Anshar senilai Rp26 miliar secara sepihak.
Masalah terungkap setelah ayah Atta Halilintar mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Pekanbaru pada 23 Januari 2024 atas sertifikat tanah tersebut. Menurut versi yayasan Al-Anshar, tanah itu dulunya dibeli secara kolektif dan dipergunakan untuk kepentingan bersama.
“Kami bisa menunjukkan bukti bahwa tanah itu dibeli oleh perorangan anggota yayasan Al-Anshar, yang pada saat itu bernama Al-Arqom. Di notaris Malaysia, disebutkan yang melakukan pembayaran adalah Tuan Firdaus, salah satu anggota yayasan,” jelas Dedek Gunawan.
Namun setelah tanah dibeli, ayah Atta Halilintar yang saat itu jadi pimpinan yayasan diklaim mengambil alih sertifikatnya. Ia melakukan proses balik nama agar tanah itu terdaftar dengan identitasnya.
“Waktu itu, beliau adalah pimpinan. Jadi sertifikatnya diambil alih dengan nama beliau,” kata Dedek Gunawan.
Sekian tahun berlalu, pihak yayasan Al-Anshar sempat berusaha menemui ayah Atta Halilintar untuk membicarakan proses balik nama sertifikat ke salah satu anggota aktif. Namun, perwakilan yayasan malah diusir setibanya di kediaman ayah Atta.
Cerita pengusiran itu juga yang kemudian mendorong yayasan Al-Anshar mengajukan gugatan ke pengadilan pada 2018 dan 2020. Mereka ingin sertifikat tanah atas nama ayah Atta Halilintar dibatalkan dan diubah dengan identitas seseorang yang masih aktif di yayasan.
Hanya saja, gugatan yayasan Al-Anshar tidak berbuah hasil. Pengadilan menganggap penerbitan sertifikat tanah atas nama ayah Atta Halilintar tidak melanggar hukum.
Kini, giliran yayasan Al-Anshar yang digugat ayah Atta Halilintar untuk menyerahkan sertifikat tanah tersebut. Sebagai pemilik tanah, para petinggi yayasan Al-Anshar menyatakan bakal berusaha sekuat tenaga untuk memperjuangkan hak mereka.