Suara.com - Pihak ayah Atta Halilintar, Halilintar Anofial Asmid, akhirnya buka suara terkait tudingan bahwa ia telah mengklaim tanah Pondok Pesantren Al-Anshar di Pekanbaru, Riau, senilai Rp 26 miliar secara sepihak.
Kasus ini bermula ketika Anofial Asmid menggugat secara pedata di Pengadilan Negeri Pekanbaru pada 23 Januari 2024 atas sertifkat tanah tersebut.
Menyusul gugatan itu, pihak ponpes tidak ambil diam. Mereka mengatakan bahwa sebenarnya tanah itu dibeli secara kolektif pada 1993 dan menjadi milik yayasan.
Namun, semua tudingan itu dibantah oleh pihak Anofial Asmid melalui pengacaranya, Lucky Omega Hasan.
Baca Juga: Gak Terima Dituding Bawa Kabur Duit Yayasan Rp2 M, Ayah Atta Halilintar Siap Ambil Langkah Tegas
"Sampai di tingkat Mahkamah Agung, peninjauan kembali proses pembelian tanah yang dibelikan oleh Pak Hali itu sah, tidak ada cacat hukum, dan itu dikuatkan oleh BPN dan kantor camat di wilayah bidang tanah itu," kata Lucky Omega.
Artinya, tanah tersebut sepenuhnya dibeli oleh Anofial Asmid dan memang milik ayah mertua Aurel Hermansyah itu.
"Tidak ada proses hukum yang cacat untuk membeli tanah itu sampai penerbitan sertifikat," sambungnya.
Lucky Omega Hasan menegaskan bahwa sertifikat tanah yang kini dipergunakan untuk pendidikan agama itu belum dikembalikan kepada Anofial Asmid.
"Kami mengajukan gugtan karena mereka tidak mau mengembalikan sertifikatnya," lanjutnya, mengutip YouTube Atta Halilintar, Sabtu (16/3/2024).
Baca Juga: Ayah Atta Halilintar Tersinggung Dituding Rebut Tanah Yayasan, Akui Susah Payah Beli saat Muda
Diketahui, tanah tersebut dibeli oleh Anofial Asmid ketika masih muda dan tidak pernah mempermasalahkannya bila digunakan oleh yayasan.
"Itu kan tanah Pak Halilintar, atas nama Pak Halilintar yang susah payah membelinya waktu masih muda. Kemudian singkat crita tanah ini diperuntukkan pendidikan sosial," terang Lucky Omega.
Hal yang membuat aneh adalah pihak yayasan meminta suami Geni Faruk itu mengubah kepemilikan sertifikat menjadi nama salah satu penggugat yang mana termasuk dalam yayasan tersebut.
"Lucunya, gugatan itu menuntut dua sertifikat pak Hali itu dibatalkan. Ironinya lagi, mereka juga minta pemiliknya diganti menjadi salah satu penggugat itu. Jadi nama perorangan, bukan nama yayasan lagi," tandasnya.