Suara.com - Dito Mahendra baru saja menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (15/12/2024). Kasusnya, terkait kepemilikan senjata api ilegal.
Sebelum duduk sebagai terdakwa, Dito Mahendra menjadi buronan polisi selama empat bulan. Pacar Nindy Ayunda ini ditangkap di Canggu, Bali pada September 2023.
Dalam penangkapan Dito Mahendra, polisi juga menemukan tiga senjata. Di antaranya satu pucuk pistol dan dua pucuk airsoft gun jenis pistol.
"Satu pucuk senjata api jenis pistol, bermerek Cabot. Sesuai buku kepemilikan, atas nama Mahendra Dito Sampurno," kata Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (15/1/2024).
Baca Juga: Pernah jadi Buron, Dito Mahendra Ajukan Penangguhan Penahanan kasus Senpi Ilegal
Jaksa Penuntut Umum mengatakan, Dito Mahendra menggunakan pistol tersebut untuk keperluan olahraga. Hal ini berdasarkan buku kepemilikan senjata api.
Sementara dua senjata lain berupa airsoft gun dengan jenis pistol. Namun dua benda tersebut tidak terdaftar dalam data base kepemilikan senjata api Subbid Sendak Bid Yanmas Baintelkam Polri.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum juga mengatakan ada 15 senjata yang ditemukan di rumah Dito Mahendra di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Selain itu, ditemukan pula 2.157 peluru dalam penggeledahan di rumah Dito Mahendra.
Dari temuan tersebut, enam pucuk senjata api, satu senapan angin dan dua air soft gun tidak dilengkapi dengan dokumen. Inilah yang membuat Dito Mahendra tersangkut kasus senapan api ilegal.
"Bahwa penguasaan dengan cara menyimpan senjata api illegal tersebut atau tidak dilengkapi dengan surat (dokumen) atau izin terhadap senjata api yang sah yang di lakukan terdakwa (Dito Mahendra) adalah illegal," ujar Jaksa Penuntut Umum.
Baca Juga: Simpan 6 Senpi Ilegal, Dito Mahendra Didakwa Langgar Pasal Kepemilikan Senjata Api
Dalam kasusnya, Dito Mahendra melanggar Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 dan Undang-Undang Republik Indonesia Dahulu No 8 Tahun 1948.
Melansir laman LK2 FHUI, Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951, hukuman atas kasus ini bisa seumur hidup penjara atau maksimal 20 tahun penjara.