Film Ice Cold Ungkap 4 Kejanggalan Kasus Kopi Sianida, Warna Kulit Mirna hingga Larangan Wawancara Jessica Wongso

Yazir Farouk Suara.Com
Kamis, 05 Oktober 2023 | 08:15 WIB
Film Ice Cold Ungkap 4 Kejanggalan Kasus Kopi Sianida, Warna Kulit Mirna hingga Larangan Wawancara Jessica Wongso
Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso (Netflix)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Film dokumenter "Ice Cold : Murder, Coffee and Jessica Wongso" tengah ramai dibicarakan publik. Film yang tayang di Netflix itu seperti mengungkit luka lama kasus Kopi Sianida yang menewaskan Mirna Salihin.

Adapun pelaku pembunuhan yang telah divonis penjara adalah Jessica Kumala Wongso, sahabat dari Mirna Salihin. Di persidangan, Jessica Wongso dintayakan terbukti bersalah dan dijatuhi hukuman 20 tahun penjara.

Film tersebut ramai dibicarakan lagi hingga menimbulkan berbagai spekulasi baru dari warganet. Pasalnya, film tersebut mengungkap sejumlah kejanggalan dalam kasus yang populer disebut kasus kopi sianida tersebut.

Berikut sederet kejanggalan yang diungkap Film Dokumenter Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso.

Baca Juga: Wirang Birawa Terang-terangan Sebut Pembunuh Mirna Bukan Jessica Wongso: Lantas Siapa?

1. Warna Kulit Wajah Mirna

Warna wajah Mirna Salihin menjadi salah satu sorotan di film yang juga menjadi pembahasan panas di persidangan. Dalam film tersebut, Ahli Patologi Forensik RSCM, Djaja Surya Atmaja mengungkap sebuah kesaksian.

Menurut Djaja, temuan pada kulit wajah Mirna Salihin adalah warna kulit membiru. Sementara, orang yang keracunan sianida seharusnya mengalami reaksi kulit muka berwarna merah atau red cherry.

Menurut Djaja, orang yang meninggal dunia karena sianida memiliki kandungan Hb02 tinggi, sehingga membuat kulit wajah seseorang menjadi merah, bukan biru.

Ayah Mirna, Edi Darmawan Salihin juga tampak emosional dalam sidang yang membahas warna wajah Mirna saat itu. Ia lantas menunjukkan foto wajah jenazah Mirna dan mengklaim ada warna kemerahan.

Baca Juga: Bukan Hanya Kopi Sianida, Jessica Wongso Punya 14 Kasus Hukum di Australia

2. Persepsi Psikologis

Tayangan lain yang tidak kalah janggal untuk menjadi sorotan adalah keterangan psikolog. Pada persidangan juga ditayangkan persepsi dari ahli yang menggambarkan struktur wajah Jessica Wongso. Penggambaran oleh ahli tersebut, secara tidak langsung telah memberikan pengaruh pada publik.

Ratih Andjayani, ahli psikologi klinis juga menyebut Jessica Wongso cerdas secara emosional dan memiliki karakter yang cenderung narsistik. Kepribadian Jessica disebut terlalu tenang dalam menghadapi kasus tersebut.

Di sisi lain, Psikolog, Dewi Haroen menyatakan bahwa dari sudut pandang ilmu, ketika orang dikira jahat dan kebetulan orangnya tidak cantik atau ganteng, akhirnya semua dianggap negatif. Adapula kecenderungan masyarakat menganggap itu salah. Sehingga berpersepsi bahwa sosok yang cantik harus diselamatkan.

3. Tidak Ada Bukti Langsung Jessica Melakukan Pembunuhan

Hal menarik lainnya yang menjadi perbincangan publik adalah tidak adanya bukti langsung yang mengarah kepada Jessica Wongso. Adapun vonis dan tuntutan yang disampaikan jaksa merupakan rentetan dari bukti-bukti tidak langsung.

Di film dokumenter tersebut, Executive Director Institute for Criminal Justice Reform, Erasmus Napitupulu menyatakan tidak ada bukti yang menunjukkan tindakan pembunuhan Mirna dilakukan secara langsung oleh Jessica.

Hal serupa disampaikan kuasa hukum Jessica Wongso, Otto Hasibuan. Menurutnya, bukti langsung belum ada dan hanya sebatas dugaan dan tafsir dari berbagai pihak.

4. Wawancara Jessica Dipotong

Adegan film yang menarik lainnya adalah saat tim produksi sedang mewawancarai Jessica Wongso. Namun, wawancara tersebut dipotong seseorang diduga petugas lapas.

Hal itu terjadi saat Jessica mulai menyatakan pembelaan diri bahwa dirinya bukan pembunuh Mirna. Film dokumenter Netflix tersebut lantas mencamtumkan bahwa pihak berwenang memblokir seluruh wawancara dengan Jessica Wongso. Sebagai gantinya, film dokumenter tersebut menampilkan buku harian yang ditulis Jessica Wongso dari balik jeruji besi.

Dalam buku tersebut, Jessica melakukan pembelaannya. Ia juga heran tak diizinkan melakukan wawancara, padahal ia hanya orang biasa. Bahkan, teroris pun diizinkan meladeni wawancara.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI