Suara.com - Pengacara kondang Hotman Paris baru saja menggelar acara pesta pernikahan putra bungsunya, Fritz Hutapea di Balai Samudera, Bali. Tak mengharapkan modal Rp5 miliar-nya kembali, namun ia mengaku malah menerima untung dari sumbangan para tamu undangan.
Hotman mengungkap ada dua tamu konglomerat yang memberikan sumbangan sebesar Rp1 miliar. Mereka adalah Dato Sri Tahir dan Prajogo Pangestu. Keduanya disebut-sebut sebagai kliennya yang loyal. Ia pun tak menyangka disumbang sebegitu besar.
"Ada konglomerat, tiba-tiba ngasih amplop Rp 1 miliar. Saya dapat Rp 2 miliar dari konglomerat. Walaupun saya sudah siap anggarkan acara ini Rp 5 miliar, saya masih dapat untung," ujar Hotman dikutip dari TikTok @connie_lilian, Minggu (17/9/2023).
"Dua klien saya, konglomerat, pertama Pak Tahir Bank Mayapada sama rumah sakit juga. Terus, satu lagi dari Barito Group, Prajogo Pangestu," lanjutnya.
Baca Juga: Hotman Paris Santai Habiskan Rp5 M untuk Pesta, Gajinya Ratusan Miliar
Besaran sumbangan pernikahan yang sangat fantastis itu tentu membuat publik penasaran akan sosok Dato Sri Tahir dan Prajogo Pangestu. Sebab, masih banyak yang belum mengetahui tentang keduanya. Berikut profil mereka yang berhasil Suara.com rangkum.
Profil Dato Sri Tahir
Pemilik nama asli Ang Tjoen Ming itu lahir di Surabaya pada 26 Maret 1952. Ia adalah anak dari pasangan Boen Ing dan Lie Tjien Lien yang berprofesi sebagai pengrajin becak. Ia menikahi Rosy Riady dan dikaruinai empat orang anak, yakni Jane, Grace, Victoria, serta Jonathan.
Dato Sri Tahir menamatkan pendidikannya di SMA Kristen Petra Kalianyar Surabaya. Setelah itu, ia melanjutkan studi ke Nanyang Technological University dan lulus pada 1976 dengan gelar Sarjana Manajemen. Lalu, pada 1987 ia mengambil kuliah S2.
Ia menerima gelar Master of Business Administration dari Golden Gate University. Tak hanya itu, Dato Sri Tahir bahkan diberikan gelar kehormatan sebagai Doctor Honoris Causa dari Universitas 17 Agustus (UNTAG) Surabaya pada tahun 2008 silam.
Dato Sri Tahir merupakan pendiri Mayapada Group. Menurut arsip Republik Rakyat Tiongkok (RRT), ia menjadi salah satu dari 50 pengusaha Tionghoa yang berhasil di luar negeri. Ia pun diberikan penghargaan Ernst & Young Entrepreneur of the Year Award.
Tak hanya itu, Tahir juga pernah menduduki sejumlah jabatan strategis. Mulai dari Senior Advisor di Kemenko Bidang Kesejahteraan Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Komite Tiongkok (KIKT).
Lalu, menjabat pula sebagai Ketua Umum Perkumpulan Masyarakat dan Pengusaha Tionghoa (PERMIT), Ketua Dewan Eksekutif Asosiasi Tenis Meja Indonesia (PB PTMSI), dan Asosiasi Tenis Meja Asia Tenggara (SEATTA). Tak heran jika Tahir dianggap sosok yang sukses.
Tahir bahkan dipilih sebagai Eminent Advocate for UNHCR oleh Komisaris Tinggi. Ia juga menjadi Champion of the Global Shelter Coalition di Abu Dhabi. Berkat kontribusinya itu, ia diberi gelar kenegaraan tertinggi, yakni ‘Dato’ Sri oleh Sultan Pahang Malaysia.
Profil Prajogo Pangestu
Prajogo Pangestu lahir di Bengkayang, Kalimantan Barat dengan nama Tionghoa Phang Djoen Phen pada 13 Mei 1944. Orang tuanya diketahui bekerja pedagang karet kecil. Terlahir dari keluarga miskin membuat dirinya merasakan hidup melarat sejak kecil.
Ia bahkan hanya bisa menyelesaikan bangku pendidikan hingga sekolah menengah pertama (SMP) saja. Di usia remaja, Prajogo lantas mencoba mengadu nasib ke Jakarta demi mendapat kehidupan yang lebih baik. Namun, ia tak kunjung menerimanya.
Prajogo yang belum mendapatkan pekerjaan di Jakarta, memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya. Ia pun akhirnya bekerja sebagai sopir angkot pada tahun 1960. Saat itu, ia bertemu dengan pengusaha kayu asal Malaysia, Burhan Uray, yang merubah hidupnya.
Ia bekerja sebagai karyawan Burhan Uray yang dikenal sebagai pendiri PT Djajanti Group di tahun 1969. Setelah bekerja selama tujuh tahun, Prajogo dipercaya menjadi General Manager (GM) di Pabrik Plywood Nusantara yang berada di Gresik, Jawa Timur.
Namun, kariernya sebagai General Manager di PT Plywood Nusantara tidak berlangsung lama. Ia menjabat posisi itu hanya sampai satu tahun saja. Prajogo Pangestu kemudian memutuskan keluar dari perusahaan tersebut dan tidak diketahui apa alasan pastinya.
Setelah keluar, Prajogo Pangestu mencoba peruntungan dengan menjalankan bisnisnya sendiri. Pertama-tama, ia membeli perusahaan kayu bernama CV Pacific Lumber Coy. Saat itu, perusahaan tersebut tengah mengalami kesulitan keuangan.
Berbekal pinjaman bank, Prajogo mendirikan perusahaan yang kini dikenal dengan nama Barito Group. Tempat yang ia bangun itu bergerak di bidang petrokimia, energi panas bumi dan properti. Melalui ini, ia pun masuk ke jajaran pengusaha terkaya di Indonesia.
Prajogo juga mendirikan Barito Renewables Energy (bagian dari Barito Pacific). Perusahaan ini berfokus pada penyediaan energi yang lebih bersih dan emisi yang lebih rendah. Hal ini demi mendukung target Indonesia untuk transisi menuju Net Zero Emission (NZE).
Kontributor : Xandra Junia Indriasti