Suara.com - Tak ingin jadi simpang siur, dokter Richard Lee akhirnya dengan terus terang terkait kabar bahwa anak ketiganya, Kenzo, adalah seorang anak berkebutuhan khusus (ABK) dengan jenis autisme. Dalam klarifikasi yang diberikannya, dia membenarkan informasi tersebut.
Richard Lee menegaskan bahwa dia dan istrinya tidak pernah menyembunyikan status anak mereka karena rasa malu. Namun, mereka merasa bahwa hal tersebut bukanlah sesuatu yang perlu diumbar karena merupakan masalah pribadi keluarga.
"Ada beberapa hal yang harus saya klarifikasi. Pertama, saya tidak mau menutupi ini karena malu atau aib, tapi karena beberapa masalah pribadi keluarga saya. Bukan ranah publik dan ini ranah privasi, jadi enggak pengin terlalu diumbar. Meskipun kami ada pembicaraan berdua kalau nanti Kenzo sembuh, kami akan share," kata Richard Lee dalam video yang diunggah ulang akun Instagram @lambe__danu, baru-baru ini.
Sebenarnya, Richard Lee dan istrinya sudah berencana untuk mengungkap kondisi putra mereka pada waktu yang tepat. Namun, karena informasi tersebut sudah bocor sebelumnya, akhirnya dia memutuskan untuk membicarakan apa yang sebenarnya terjadi dengan anaknya.
Baca Juga: Sikap Inara Rusli ke Istri Dokter Richard Lee Disorot Saat Nonton Pertandingan Tinju: Suka Nyerobot
Kabar tentang anak ketiga Richard Lee yang mengidap autisme pertama kali mencuat saat dia tidak sengaja mengungkapkannya dalam percakapannya dengan Inge Anugrah. Saat itu, Inge mengaku sebagai lulusan S2 di bidang anak berkebutuhan khusus.
"Ya kedua kemarin itu kan sengaja cerita sama Inge. Karena, terkejut Inge S2-nya di bidang anak kebutuhan khusus, sehingga saya teringat anak saya. Menurut saya, orangtua yang dititipkan anak yang punya kebutuhan khusus itu orangtua yang luar biasa," ujar Richard Lee.
Istri Richard Lee, Reni Effendi, tidak menyangkal bahwa dia sempat terkejut saat pertama kali mengetahui anaknya mengidap autisme. Namun, dia kemudian menerima dan menganggapnya sebagai anugerah dari Tuhan.
"Ya aku rasa sih di setiap keluarga pasti ada tidak perfect-nya lah ya. Kebetulan kami dikasihnya anak yang berkebutuhan khusus, ya itulah kekurangan kami. Tapi, aku enggak menganggap itu sebagai kekurangan. Mungkin itu hadiah dari Tuhan supaya kami bisa memaknai hidup ini," katanya.
Dokter Richard Lee tidak pernah merasa kecewa atau kasihan terhadap anak ketiganya, Kenzo. Meskipun istrinya sering kali panik, sedih, dan takut jika anak ketiganya tidak dapat hidup secara mandiri.
Baca Juga: Segera Berstatus Janda, Begini Keinginan Inge Anugrah ke Depan
Richard Lee juga menceritakan bahwa ketiga anaknya lahir dengan keadaan normal dan tidak ada masalah apapun selama kehamilan. Namun, perkembangan anak ketiganya berbeda dengan anak pertama dan kedua.
Reni Effendi sudah menyadari ada yang berbeda dari anak ketiganya sejak usia 1,5 tahun. Pada saat itu, dia telah mencoba membawa anaknya ke terapis dan dokter, tetapi tidak ada perkembangan yang signifikan.
"Kenzo lahirnya normal. Anak pertama lahir normal, anak kedua lahir normal dan anak ketiga lahir normal tidak ada masalah dalam kandungan atau kelahiran. Sampai akhirnya di tahun ketiga dia ulang tahun, dia belum bisa berbicara," kata Richard Lee.
"Sebenarnya aku sudah tahu dari umur 1,5 tahun. Sudah dibawa juga ke dokter dan sudah diterapi dari umur dua tahun, tapi memang tidak ada kemajuan. Ya aku cuma mungkin di Indonesia ini terapi untuk anak kebutuhan khusus sulit, apalagi di daerah kayak Palembang," ujar Reni menimpali sambil menangis.
Reni Effendi mengungkapkan bahwa awalnya anak ketiganya didiagnosis hanya mengalami keterlambatan bicara atau speech delay. Kemudian, Kenzo didiagnosis mengidap autisme pada usia sekitar 2-2,5 tahun.
Namun, ia sempat mencoba untuk menyangkal bahwa anaknya mengidap autisme dan terus melanjutkan terapi untuk sang putra. Namun, pada akhirnya, anaknya tetap tidak dapat berbicara hingga usia 3,5 tahun, dan Reni mulai menerima kenyataan tersebut.
Meskipun begitu, Reni tidak menyerah dalam membawa anaknya menjalani terapi. Bahkan, dia juga belajar tentang autisme sebagai bekal pengetahuan kedokterannya agar tidak tergantung pada terapis.
"Aku sampai dia umur 3,5 tahun ini masih menyangkal bukan autis dia ini. Dia ini cuma speech delay, tapi ujung-ujungnya aku harus menerima kenyataan kalau anak aku autis dan aku mulai mempelajari," kata Reni.