Suara.com - Lina Mukherjee ditahan di Polda Sumatera Selatan karena konten makan babi. Ini merupakan imbas dari laporan M. Syarif Hidayat atas dugaan penistaan agama.
Lina Mukherjee dijerat dengan pasal Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 ayat 2 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Ancaman hukumannya mencapai enam tahun penjara.
Tapi menurut Zainal Arifin, Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), polisi ada baiknya mengurus hal yang lebih penting.
Apalagi, penahanan Lina Mukherjee terbilang singkat. Kurang dari dua bulan sejak dilaporkan, ia sudah ditahan.
Baca Juga: Ditahan Gegara Kasus Penistaan Agama, Lina Mukherjee Disebut Korban Pasal Karet UU ITE
"Harusnya polisi bisa mengurusi hal-hal yang lebih penting, lebih fokus mengurus reformasi di tubuh kepolisian ketimbang hal-hal seperti ini,” kata Zainal Arifin dikutip dari BBC News Indonesia, Kamis (4/5/2023).
Zainal Arifin juga menyoroti pasal yang menjerat Lina Mukherjee. Baginya, itu termasuk dalam pasal karet.
Sebagai informasi, pasal 28 ayat (2) UU ITE berbunyi tentang penyebaran informasi berbau kebencian atau permusuhan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).
“Sementara pasal ini karet, tidak ada definisi yang jelas, setiap orang bisa menafsirkan dengan bebas,” kata Zainal Arifin.
Ia menambahkan, "sering digunakan oleh kepolisian adalah MUI, fatwa MUI sebagai semacam pembenaran ini masuk atau tidak, boleh atau tidak seseorang dijerat. Ini membahayakan sekali."
Baca Juga: Lina Mukherjee Ditahan Polisi dalam Kasus Makan Babi, YLBHI: Kriminalisasi!
Sementara itu, Lina Mukherjee tidak tahu sampai kapan ia akan ditahan. Apakah hanya satu hari untuk pemeriksaan atau selama 20 hari ke depan.
Konten Lina Mukherjee makan babi memang menjadi perhatian publik. Hujatan menyasar padanya terlebih saat makan, ia mengucapkan bismillah.
Padahal sebagaimana diketahui, babi merupakan makanan haram bagi umat muslim.