Selama memproduksi film horor, Firman Bintang mengaku kesulitan mencari sutradara. "Banyak terang-terangan menyatakan tidak bisa, banyak yang tidak mau," imbuh adik jurnalis senior Ilham Bintang ini.
"Selama ini saya banyak kerjasama dengan Nayato karena dia yang mau dan bisa memenuhi kriteria yang saya inginkan. Sebenarnya saya terbuka kerjasama dengan siapa saja," ucapnya.
Selain kesulitan mencari sutradara, Firman Bintang juga mengaku kerap menemukan masalah dengan bioskop. Banyak film yang diproduksi Filman Bintang tak memenuhi target penonton karena keburu filmnya digulung oleh pihak bioskop.
Menurut Firman Bintang, menyelesaikan karya jadi film, baru setengah perjalanan bagi produser. Karena perjalanan berikutnya memperjuangkannya ke pengelola bioskop untuk menayangkannya, untuk mendapatkan layar.
Selama ini ada ketidak adilan bagi produser film dan sineas Indonesia, katanya. Untuk film impor, khususnya Hollywood, pengelola bioskop secara otomatis memberikan 300 layar sekali tayang. Sementara untuk film nasional hanya puluhan. Bahkan untuk hanya beberapa layar saja.
"Dan mereka tidak terbuka. Pernah film saya tayang bareng Iron Man, ya, hancurlah! Sehari tayang, langsung drop!" kenangnya. "Pernah juga film saya diadu dengan film nasional lain yang banyak bintangnya. Saya protes. Kalau saya diamlan, bunuh diri namanya," kata Firman Bintang dengan nada tinggi.
Sementara Djonny Syafruddin sebagai ketua pengusaha bioskop meminta para produser untuk banyak dialog dengan para pengusaha bioskop. Film tentu diproduksi dengan modal. Bioskop juga dioperasikan dengan duit dan harus menggaji karyawan.
"Untuk satu layar bioskop, investasinya Rp2,5 sampai Rp5 miliar," katanya seraya mengungkapkan saat ini ada 2 ribu layar bioskop di Indonesia, 1.600 layar di antaranya dikelola oleh jaringan.
Pengusaha bioskop dan produser harus sama sama cermat memetakan penonton. Dia ungkapkan pentingnya publikasi dan marketing. Wartawan memiliki peran sebagai pemandu masyarakat penonton.
Baca Juga: Sinopsis Mrs Chatterjee vs Norway, Film yang Kisahkan Perjuangan Ibu Imigran India di Norwegia
Di daerah film Barat banyak yang tak laku, justru film lokal laris. "Di Cilacap, tempat bioskop saya, kabar Luna Maya didandanin jadi Suzzanna sudah ditunggutunggu dan ditanya tanya kapan mainnya. Dan benar, 80 persen yang nonton ibu-ibu," katanya.