Suara.com - Menurut data yang dirilis WeTV Indonesia, web-series terbaru yang tayang di aplikasi WeTV, Kupu Malam menangguk banyak penonton. Dikatakan, serial Kupu Malam yang baru tayang mengumpulkan empat juta penonton pekan kemarin atau akhir November 2022.
Serial itu juga dikatakan trending di 16 negara yang mengakses aplikasi WeTV dari seluruh dunia. Maka menjadi tanya, kenapa bisa menangguk banyak penonton? Apa yang membuat Kupu Malam ditonton banyak orang? Siapa penonton serial itu?
Semoga tulisan ini mampu menjawab berbagai tanya di atas.
Yang pertama harus disamakan dulu adalah persepsi. Mari sepakati bahwa series Kupu Malam adalah produk budaya pop. Sederhananya, produk budaya pop mencakup novel, film, acara TV, komik atau bentuk kesenian apapun yang ditujukan untuk konsumsi massa. Tontonan di layanan OTT (over the top) atau streaming termasuk produk budaya pop.
Nah, dari dulu hingga sekarang, produk budaya pop selalu problematis. Pandangan terhadap budaya pop berbeda seiring waktu. Misalnya, pada 1970-an, majalah jurnal Prisma menerbitkan edisi khusus budaya pop.
Namun, suara paling lantang yang tampil di edisi itu justru mengecam budaya pop. Hal yang paling menonjol adalah keluhan, ejekan, dan kecaman. Sikap demikian tak hanya datang dari ilmuwan. Kecaman paling keras justru datang dari seniman dan kritikus yang terlibat dalam industri budaya pop itu sendiri.
Salah satu produk budaya pop yang dikecam adalah film. Mereka, para pengkritik tahun 1970-an itu, bersikap defensif pada perkembangan perfilman Indonesia yang menonjolkan kemewahan, kekerasan, kecengengan, dan adegan seksual yang vulgar.
Prisma memberi ruang seluas-luasnya bagi sejumlah sutradara dan kritikus film yang menolak ikut bertanggung jawab atas cacat perfilman. Mereka menuduh produser yang berselera rendah sebagai biang keladi. Tapi tak ada satu pun suara dari pihak produser di Prisma edisi tersebut. Artinya, ini kisah sepihak.
Kupu Malam produk Budaya Pop
Baca Juga: Trailer Kupu Kupu Malam Episode 4A: Raffi Terkejut Saat Laura Ceritakan soal Masa Lalunya
Segendang sepenarian dengan pandangan di Prisma kala itu, Salim Said, yang menjadi kritikus film majalah Tempo juga mengeluhkan kualitas film Indonesia masa itu (tahun 1970-an).
Tulisnya: "Dari sekian banyak film kita dengan tokoh hostes di dalamnya, adakah salah satu di antaranya yang betul-betul mempersoalkan hostes itu sendiri? Film-film Indonesia memperlakukan hostes persis seperti tuan-tuan ber-uang datang ke klub malam untuk sekadar melepaskan lelah sembari memanfaatkan perempuan yang ia sewa jam-jaman. Hostes adalah jalan raya baru bagi film Indonesia untuk menggambarkan adegan-adegan seks, dengan asumsi umum bahwa hostes adalah perempuan yang mudah dibeli."
Bila menengok potongan tulisan Salim Said di atas, apakah series Kupu Malam adalah sebuah kemunduran yang mengembalikan budaya pop kita ke tahun 1970-an lampau? Bukankah di Kupu Malam ada Laura yang jadi pekerja seks komersial karena alasan ekonomi (untuk menutupi biaya pengobatan adiknya yang sakit).
Ya, bila kita hanya menganggap budaya pop secara hitam-putih. Namun, kini budaya pop tak lagi dianggap rendahan. Produk budaya pop yang laku ditonton banyak orang (maupun yang tidak) sama signifikansinya sebagai penanda budaya.
Sejak post-modernisme, apa yang jadi arus-utama (mainstream) sama bernilainya dengan yang adi-luhung (avant-garde). Film karya Garin Nugroho, Edwin atau Kemala Andini sama bernilainya dengan karya Nayato Fionuala atau Anggy Umbara dalam perspektif post-modernis.
Mari bicara ke pokok persoalan, kenapa serial Kupu Malam ditonton banyak orang? Saat ini OTT telah jadi barang mainstream. Kini banyak orang mencari hiburan di dunia maya. Untuk tontonan, mereka mencarinya di layanan streaming atau OTT. Meski kini bioskop telah buka kembali dan jutaan orang nonton bioskop, nonton OTT juga telah jadi kebiasaan.
Survei yang diungkap The Trade Desk pada Maret tahun ini mengatakan konsumsi layanan OTT di Indonesia tertinggi di pasar Asia Tenggara, dengan pertumbuhan sebesar 40 persen. Trade Desk menemukan, satu dari tiga orang Indonesia menonton konten OTT, dengan konsumsi 3,5 miliar jam konten setiap bulannya.
Dikatakan, jumlah penonton Indonesia di awal Desember ini telah melampaui rekor penonton tahun 2019 yang mencapai 51.901.746. Di layanan streaming, 50-an juta penonton telah diraih OTT di Indonesia tahun lalu. Artinya, jutaan penonton yang diraih Kupu Malam adalah hal lumrah.
"Digital Sinetron"
Manoj Punjabi, produser MD Pictures yang memproduksi Kupu Malam untuk WeTV, pernah mengatakan dalam suatu tayangan YouTube, kalau kini eranya web-series yang disebutnya "digital sinetron". Bila diartikan, hal itu berarti tayangan mirip sinetron yang ditujukan bagi penonton digital (baca: OTT).
MD Pictures awalnya lebih dikenal sebagai pabrik pembuat sinetron sukses. Mereka telah melahirkan Bawang Merah-Bawang Putih serta Cinta Fitri hingga berjilid-jilid. Memindahkan medium sinetron ke OTT bukan hal sulit bagi mereka.
Bedanya, bila sinetron di TV bisa ditonton gratis, untuk OTT konsumen mesti berlangganan. Minimal membayar pulsa kuota data internet. Maka, "digital sinetron" di OTT umumnya punya production value yang lebih baik dari tayangan sinetron di TV. Ceritanya mungkin sama soal perselingkuhan, tapi penggarapannya tidak melulu serba close-up, serba terang-benderang dan over-acting.
Nah, tambahan pula, penonton sinetron di TV bisa jadi telah hijrah ke OTT. Menurut laporan The Trade Desk dan Kantar, saat ini satu dari tiga orang Indonesia menonton konten OTT dengan rata-rata 41,4 jam per bulannya. Mungkin, karena sebelumnya mereka menonton sinetron di TV gratis (free to air), kini mereka juga nonton tayangan yang ceritanya mirip sinetron di OTT.
Di situlah kenapa Kupu Malam banyak ditonton. Serial yang dibintangi Michelle Ziudith, Lukman Sardi dan Kenny Austin ini sejatinya punya cerita yang mirip sinetron.
[SPOILER ALERT! Yang tak ingin tahu kejutan cerita Kupu Malam silakan lewati dua paragraf di bawah.]
Alkisah, seorang perempuan (Michelle Ziudith) terjerumus ke lembah hitam prostitusi demi membiayai pengobatan sang adik. Selama jadi pelacur ia memegang prinsip tak berciuman bibir dan ogah melayani pelanggan yang sama lebih dari sekali. Hal ini membuat ia jadi pelacur nomor satu karena selalu dicari klien. Salah satu klien (Lukman Sardi) terobsesi ingin mengencaninya lebih dari sekali. Sang pelacur bergeming pada prinsipnya. Hingga satu kali, adiknya harus dioperasi karena penyakitnya sudah terlalu parah. Ia galau akan prinsip yang sudah dipegangnya teguh. Ia menerima tawaran dari klien yang terobsesi dengannya tadi.
Namun, sebelum ia ditiduri untuk kedua kali, sang adik meninggal. Ia lantas membatalkan transaksi. Ia kabur ke Bali dan memulai hidup baru. Di sana, ia bertemu pria baru (Kenny). Ia membuka hatinya lagi untuk sang pria. Namun, kejutannya, sang pria ternyata putra klien yang terobsesi dengannya.
[Spoiler atau bocoran cerita berakhir di sini.]
Dengan cerita model sinetron tapi digarap serius, dan terutama ditambah bumbua degan seks yang tak mungkin tayang di TV, Kupu Malam terbukti sukses meraup jutaan penonton di setiap tayangan episodenya. Bila menengok ke tahun 1970-an, cerita ini formula sudah terbukti sukses di masa itu.
Sekali lagi, WeTV berhasil menangguk penonton setelah tahun lalu sukses dengan Layangan Putus (2021) yang jadi fenomena viral. Bila ditelisik lebih jauh, penonton Layangan Putus tak beda dengan Kupu Malam dengan tema dewasa yang dekat bagi penonton sinetron. Cerita perselingkuhan, cerita cinta melodrama pacarku adalah putra mantan klienku sudah diakrabi penonton yang sebelumnya nonton cerita sejenis di TV gratis.***
Ditulis oleh Ade Irwansyah, seorang pengamat film dan TV. Menulis buku Seandainya Saya Kritikus Film (2009). Artikel ini adalah opini pribadi.