Suara.com - Ada kisah tersendiri di masa hidup Dorce Gamalama. Ia selalu introspeksi diri ketika kemalangan sedang melandanya. Momen ini terjadi kala mantan presiden Gus Dur meninggal dunia.
Kisah Dorce ini tertulis di pendahuluan buku karya Hairus Salim HS berjudul "Gus Dur Sang Kosmopolit". Dalam buku tersebut, Hairus Salim membahas soal momen meninggalnya Gus Dur yang membuat Dorce Gamalama harus pergi melayat.
Hairus Salim juga menuliskan lagi tulisan tersebut dalam cuitan Twitter-nya, Rabu (16/2/2022).
Kala itu, Dorce Gamalama sedang merasa sedih dan marah. Di penghujung tahun 2009, sang presenter mengeluh tak mendapat job ataupun tawaran manggung apapun.
Baca Juga: Dorce Gamalama Pernah Alami Alzheimer, Ini Risikonya saat Terinfeksi Virus Corona
Padahal biasanya, Dorce selalu mendapat tawaran pentas. Ketiadaan job ini pun membuat Dorce Gamalama sedih bukan main, bahkan cenderung marah.
"Ia bilang sedih dan marah sekali. Tuhan kok kejam sekali, katanya. Selama seminggu terakhir ia dilanda rasa kalah yang mendalam," tulis Hairus Salim menceritakan kisah Dorce dalam buku Gus Dur-nya.
Tapi kemudian suasana hati Dorce Gamalama berubah drastis begitu ia mendengar kabar berpulangnya KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
Dorce langsung introspeksi dan merevisi kesedihannya. Dorce baru mengerti mengapa Tuhan tak memberi pekerjaan untuknya di akhir tahun.
"Coba kalau saya dapat job, saya pasti bingung dan mengalami dilema. Kalau saya pergi melayat dan meninggalkan janji pentas yang telah disepakati, saya akan dituntut secara hukum, harus bayar ganti rugi dan rusak reputasi. Tetapi di sisi lain, saya tak mungkin tidak takziah dan mengantarkan Gus Dur ke pemakaman," kata Dorce dikutip Hairus Salim.
Baca Juga: Dorce Gamalama Meninggal Dunia, Gading Marten Berduka: Tuhan Kasihanilah!
Dorce beranggapan bahwa Tuhan telah merencanakannya agar bisa melayat di pemakaman Gus Dur.
Kedekatan Dorce dan Gus Dur memang begitu lekat secara emosi. Dorce mendapat pertentangan banyak pihak atas keputusannya melakukan operasi plastik dan menjadi transgender.
Di tengah kontroversi itu, hanya Gus Dur lah yang membela Dorce Gamalama.
"Dia juga membela saya di saat memilih, apa saya akan jadi perempuan atau laki-laki pada saat itu," kata Dorce beberapa waktu lalu.
Saat Gus Dur meninggal dunia pada 30 Desember 2009, Dorce tak bisa menahan kesedihannya. Ia seperti ditinggal sosok yang selama ini sangat menyayanginya.
"Saya melihat Gus Dur adalah bapak, ayah, teman yang sangat menyenangkan dan alhamdulilah saya dipertemukan dengan beliau," ungkap Dorce.
Salah satu kenangan Dorce yang tak pernah dilupakannya ialah saat mereka makan bersama di satu meja.
"Pernah makan satu meja di rumah. Waktu saya datang silaturahmi, saya lihat Gus Dur tuangkan nasi ke piring saya. Dia panggil saya Mbak terus dia bilang, 'Mbak jangan malu dengan saya.' Waktu itu ada Yeni, ada Ibu, waktu itu beliau belum presiden," kenang Dorce.
Ditegaskan Dorce saat itu bahwa Gus Dur sempat memberikan pesan untuknya agar jangan takut untuk mengambil keputusan dalam hidup.