Sama sih, kebetulan bapak aku lulusan setingkat SMP. Sampai aku usia 5-6 tahun itu narik becak kan, baru setelahnya kerja di bengkel. Ibu aku berjualan kain di pasar tapi nggak punya kios atau toko.
Saya bertiga. Paling besar perempuan, itu usianya 15 tahun lebih tua dari saya, kemudian laki-laki, 8 tahun di atas saya.
Setelah TK, SD, masuk ke kehidupan SMP, SMA seperti apa?
Saya dari kecil selalu berprestasi, juara umum satu dari SD, SMP, SMA. Saya waktu SMP itu dapat 17 piala. Ikut semua perlombaan cerdas cermat, pidato, Baris berbaris dan itu saya sumbangkan ke sekolah. SMA saya masuk SMA 1 Medan, kelas 2 saya terpilih salah satu pelajar yang dikirim ke Amerika untuk pertukaran pelajar.
![Joko Anwar ditemui di Plaza Indonesia, Jakarta Pusat pada Selasa (2/11/2021) [Suara.com/Rena Pangesti]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2021/11/03/59610-joko-anwar.jpg)
Saya menghabiskan waktu di sekolah dengan prestasi. Di SMA saya ikut tujuh ekstrakulikuler, dimana saya membuat empat ekskul satu salah satunya sanggar seni.
Kuliah apa langsung masuk ke jurusan film? Karena dari kecil suka nonton film dan bikin sanggar seni
Masuk ke kuliah, ke ITB karena mau masuk ke sekolah film nggak bisa?
Iya tadinya mau masuk sekolah film ke IKJ. Biayanya mahal dan saya nggak sanggup. Lulus kuliah, saya kirim semua lamaran ke PH, tapi nggak ada yang membalas. Akhirnya saya jadi wartawan, kritikus film. Terus sama Nia Dinata dikasih job untuk menulis skenario Arisan!.
Ini jadi film yang dibicarakan, menang penghargaan di luar negeri dan saya bisa jalan-jalan.
Berlanjut ke film Janji Joni yang juga sukses. Itu risetnya gimana?
Baca Juga: Interview: Dampak yang Dirasakan Natasha Wilona Usai Bintangi Little Mom
Saya menulis Janji Joni saat kuliah, masih pake pulpen. Itu karena saya nonton The Devil Own, sempat terputus. Saya pergi ke ruang proyektor. Katanya yang bawa film, kecelakaan. Film dulu itu kan dibagi-bagi, nggak kayak sekarang ya.