Suara.com - Joko Anwar menjadi salah satu sineas Tanah Air yang sukses. Pembuktiannya hadir lewat karya hingga meraih sejumlah prestasi.
Sebut saja film Perempuan Tanah Jahanam di mana pada penyelenggaraan FFI 2020 meraih enam Piala Citra. Termasuk di antaranya adalah Sutradara Terbaik.
Sebelum sampai di tahap kesuksesan ini, Joko Anwar melalui perjalanan hidup yang tak mudah. Salah satunya dari segi finansial.
Lalu seperti apa kisah selengkapnya dari perjalanan hidup dan karier seorang Joko Anwar? Simak wawancara ekslusif tim Suara.com bersama sineas yang sudah membuat 17 film bioskop ini.
Baca Juga: Interview: Dampak yang Dirasakan Natasha Wilona Usai Bintangi Little Mom
Seperti apa kehidupan Joko Anwar di masa kecil?
Saya lahir dan besar di pinggiran kota Medan, daerah Amplas. Ini kebetulan dulu dikenal kriminalitas dan premanisme tinggi. Bahkan ketika di usia 12 tahun banyak ditangkap karena kriminalitas. Aku hidup di lingkungan hidup yang keras dan nggak nyaman.
Apakah pernah jadi korban perundungan?
Jadi korban perundungan banget dari kecil. Tapi alasannya belum bisa saya bilang karena itu akan ada di film otobiografi. Setiap hari jadi korban perundungan, teman-teman saya itu membully saya.
Karena lingkungan di daerah rumah tidak nyaman akhirnya aku jalan ke bioskop umur 5 tahun.
Baca Juga: Interview: Cerita Nindy Ayunda Koleksi Tas Branded Buat Investasi
Umur 5 tahun punya uang buat nonton film?
Mengumpulkan uang jajan untuk nonton ke bioskop. Kalau ada uang aku beli tiket, misalnya nggak ada, aku ngintip dari lubang ventilasi. Dulu kan nggak ada AC dan ada ruang ventilasi, itu ada jendela yang dekat dengan tanah aku biasanya disitu.
Film apa yang ditonton?
Dulu di bioskop namanya Remaja Teater yang memutar film drama itu nggak ada. Hanya ada ya film horor, kungfu. Karena itu kan genre film untuk film masyarakat.
Kalau bisa diingat umur 5 tahun nonton film di bioskop berapa mas?
Harganya Rp 75 sampai Rp100 itu pas 1981, 1982 mulai nonton.
Film yang paling disukai apa?
Ada beberapa judul yang masih aku ingat. The Eight Diagram Pole Fighter (1984), 39 Chamber of Shaolin (1978), Shaolin vs Ninja. Film actionnya Strangers of Atlantis, film Indonesia seperti Jaka Sembung.
Sempat cerita kalau nonton tapi nggak punya uang, sampai mengintip di lubang ventilasi. Kalau boleh tau seperti apa latar belakang keluarga?
Aku datang dari keluarga sederhana. Aku nggak TK karena keluargaku nggak mampu, jadi langsung SD saja. Aku umur 6 tahun masuk SD. Namanya, SD Negeri nomor 060823/100.
Kehidupan pas-pasan itu terus berjalan atau gimana?
Sama sih, kebetulan bapak aku lulusan setingkat SMP. Sampai aku usia 5-6 tahun itu narik becak kan, baru setelahnya kerja di bengkel. Ibu aku berjualan kain di pasar tapi nggak punya kios atau toko.
Saya bertiga. Paling besar perempuan, itu usianya 15 tahun lebih tua dari saya, kemudian laki-laki, 8 tahun di atas saya.
Setelah TK, SD, masuk ke kehidupan SMP, SMA seperti apa?
Saya dari kecil selalu berprestasi, juara umum satu dari SD, SMP, SMA. Saya waktu SMP itu dapat 17 piala. Ikut semua perlombaan cerdas cermat, pidato, Baris berbaris dan itu saya sumbangkan ke sekolah. SMA saya masuk SMA 1 Medan, kelas 2 saya terpilih salah satu pelajar yang dikirim ke Amerika untuk pertukaran pelajar.
Saya menghabiskan waktu di sekolah dengan prestasi. Di SMA saya ikut tujuh ekstrakulikuler, dimana saya membuat empat ekskul satu salah satunya sanggar seni.
Kuliah apa langsung masuk ke jurusan film? Karena dari kecil suka nonton film dan bikin sanggar seni
Masuk ke kuliah, ke ITB karena mau masuk ke sekolah film nggak bisa?
Iya tadinya mau masuk sekolah film ke IKJ. Biayanya mahal dan saya nggak sanggup. Lulus kuliah, saya kirim semua lamaran ke PH, tapi nggak ada yang membalas. Akhirnya saya jadi wartawan, kritikus film. Terus sama Nia Dinata dikasih job untuk menulis skenario Arisan!.
Ini jadi film yang dibicarakan, menang penghargaan di luar negeri dan saya bisa jalan-jalan.
Berlanjut ke film Janji Joni yang juga sukses. Itu risetnya gimana?
Saya menulis Janji Joni saat kuliah, masih pake pulpen. Itu karena saya nonton The Devil Own, sempat terputus. Saya pergi ke ruang proyektor. Katanya yang bawa film, kecelakaan. Film dulu itu kan dibagi-bagi, nggak kayak sekarang ya.
Pada 2003-2005 udah merengkuh kesuksesan, tapi sempat riset justru mengalami masa sulit secara finansial. Itu gimana mas?
Aku tinggal di rumah susun pas 2002-2004 sebelum Janji Joni, setelah itu masih pindah-pindah cari kontrakan murah. Karena aku nggak mau terima proyek ngasal. Jadi nggak mau sekadar cari uang tapi juga karier.
Pada 2005 itu aku dapat tawaran komedi seperti Janji Joni, Arisan. Sementara aku tau, nggak boleh bikin film yang sama terus. Jadi aku mau bikin yang beda. Susah kan, makanya itu pas jaman susahnya.
2007, 2008 paling sulit, nggak ada film. Saya ngontrak di daerah Cipete, pokoknya dijual dan yang tersisa adalah sofa. Lemari nggak ada, karena kalau nggak ada laptop aku nggak bisa kerja. Dari segi finansial juga sampai sekarang biasa-biasa saja. Aku bikin film kan masih pilih, nggak semua diambil.
Memang untuk kru film apakah pendapatannya tidak sebanding sama artis?
Nggak sih, bayaran untuk pemain dan film nggak jauh beda. Kecuali sinetron karena episode banyak. Tapi kalau film satu, saya biasanya bikin dua tahun sekali. Hanya 2019 saya bikin dua, tapi itu pengerjaan sudah tahun lalu.
Ngomongin sinetron belum tertarik nih untuk menggarapnya?
Nggak. Mungkin karena produk sinetron yang dihasilkan begitu, saya nggak bisa yang terlalu cepat, saya nulis dan bikin prosesnya lama. Kaya Perempuan Tanah Jahanam dari 2012, baru jadi 2019.
Sekarang-sekarang ini atas pencapaian yang luar biasa, masih ada target?
Kalau saya selalu bikin target untuk mencapai. Setelah target itu didapatkan, bikin lagi. Ditanya apa ya masih banyak. Karena saya selalu menggeser target ke depan.
Dalam waktu dekat, 2022 sudah ada rencana apa?
Di kala pandemi saya sudah mencapai bikin tiga skenario untuk film. Genre ada drama, physical thriller, sama thriller juga.
Pengerjaannya kapan?
Masih belum tahu kapan dibuat karena mencari waktu untuk pembuatannya.
Terakhir nih mas Joko, tips jadi sineas seperti Joko Anwar?
Harus tahu spesifik mau jadi apa. Produser, sutradara kah? Sama seperti profesi lain harus dipelajari dulu.