Suara.com - Dokter Tirta memberikan usulan agar pengedar narkoba diberikan hukuman mati, bukan bui. Malah, sang dokter sudah menemukan metode untuk mengeksesusi hal tersebut.
Dokter Tirta menyampaikan usulan itu kepada jajaran kepolisian Indonesia. Tidak ada ampun untuk pengedar narkoba.
"Saya usul untuk pak kapolri, kalau boleh usul, semua pengedar ditembak mati di tempat," kata Dokter Tirta dikutip dari kanal YouTube Cegah Narkoba, Jumat (17/9/2021).
Bicara soal Hak Asasi Manusia (HAM), Dokter Tirta mengatakan, untuk apa memberikan hak tersebut kepada orang-orang yang tak peduli terhadap sesama.
Baca Juga: Dokter Tirta Minta Pengedar Narkoba Ditembak Mati, Dikritik Keras Aktivis HAM
"Tidak ada HAM untuk pengedar. Mereka juga tidak memikirikan hak anak-anak kita," terang dokter yang pernah kuliah di UGM ini.
Dokter Tirta memberikan contoh kasus. Di mana hukuman untuk pemilik 802 kg sabu disamakan dengan 20 kg barang haram tersebut.
"Menangkap 20 kg sabu saja, itu hukumannya bisa 20 tahun sampais seumur hidup. Ini 802 kg, masa hukumannya 20 tahun. Ya mati lah," terang Dokter Tirta.
Dokter Tirta memberikan gambaran, bagaimana jika ratusan kilogram sabu itu tersebar. Berapa banyak orang yang akan menjadi pengguna narkoba.
"Satu kg bisa dihisap ramai-ramai sampai 40 orang. Bayangkan, 800 kg, berapa ribu orang yang menghisap barang laknat itu dan memenuhi bui atau rehab," tuturnya.
Baca Juga: Dokter Tirta Sebut Vaksin Booster Tidak Efektif untuk Pejabat, Kenapa?
Saran Dokter Tirta rupanya dikritisi aktivis HAM, Erasmus Napitupulu. Ia mengatakan, sebagai dokter yang disumpah untuk menyelamatkan nyawa seseorang, tak seharusnya mengatakan hal seperti itu.
"Tapi kalau beliau hadir sebagau selebgram plus pengusaha, ya boleh saja. Tidak ada larangan untuk terlihat tak paham isu dan norak secara bersamaan," kata Erasmus Napitupulu di Twitter.
Ia menambahkan, sebagai dokter seharusnya ada solusi lebih baik ketimbang menghilangkan nyawa seseorang.
"Apakah membunuh sebanyak-banyaknya orang akan berhasil? Itu bukan kapasitas dokter, selebgram sotoy mungkin," terangnya.
Tapi Erasmus Napitupulu menganulir pernyataan soal kata sok tahu alias sotoy. Ia bahkan membuka ruang untuk berdiskusi dengan Dokter Tirta terkait masalah ini.
"Mungkin saya salah, beliau mungkin tidak sotoy. Persoalan terjebak narasi dan gemerlap kamera mungkin, kebetulan acara BNN pulak," kata Erasmus.
"Kalau mau diskusi terbuka boleh juga, siapa tau kita salah paham, atau paham yang salah," imbuhnya.