Suara.com - Film Tjoet Nja' Dhien yang dirilis pada1988 silam baru-baru ini direstorasi dan diputar lagi di bioskop Tanah Air pada Kamis (20/5/2021).
Film tersebut merupakan hasil dari tangan dingin sutradara sekaligus produser Eros Djarot. Film tersebut lantas meraih 8 Piala Citra dan ditayangkan di berbagai festival film mancanegara.
Karakter Cut Nyak Dhien dalam film tersebut diperankan oleh aktris senior Christine Hakim. Perempuan yang memulai kariernya di dunia peran sejak tahun 70-an itu pun mengaku memiliki cerita mendalam pada film ini.
Lantas seperti apa ceritanya? Ini dia wawancara bersama Christine Hakim.
Baca Juga: Interview: Shella O Soal Foto Dicatut Hingga Rencana Menikah
Bu Christine bisa diceritakan bagaimana mulanya terlibat film Tjoet Nja' Dhien?
Awalnya tuh dulu mas Eros yang mengajak, karena mas Slamet (Rahardjo) juga terlibat, dan saya tahu memang mereka adalah orang-orang yang mendedikasikan diri dan integritas di film ayok deh, akhirnya saya terima ajakan itu.
Syutingnya dulu berapa lama?
Syuting film Tjoet Nja Dhien sendiri selesai setelah 3 tahun karena keterbatasan dana. Kita syuting tiga tahun itu nggak ada yang dibayar. Mas Slamet (Rahardjo), saya, yang lain, nggak ada yang dibayar. Bahkan kita nyari duit untuk bisa film ini selesai.
Kok mau nggak dibayar?
Baca Juga: Interview: Tessa Kaunang Bongkar Rahasia Kecantikannya
Waktu itu usia saya masih 28, karena gini, betapa bodohnya saya ini ketika ada kesempatan untuk belajar, bukan hanya kesempatan tantangan sebagai seorang pemain saja. Tapi sebagai seorang Indonesia. Dan betul, karena saya sebelumnya remaja seperti kalian, kalian sempat krisis indentitas juga kan? rasanya saya juga berpikir, apa ya yang bisa saya lakukan sebagai orang Indonesia, orang keturunan Aceh khususnya.
Jadi merasa berhutang pada leluhur alasan terkuat ya?
Yes I know I'm Indonesian. Aku ada Sumateranya, Acehnya, ada Padangnya, Jawanya. Suka ngiri kalau lihat orang pulang kampung ke Jogja, ke Medan, aku pulang ke mana nggak tahu, orang campur-campur gitu. Tapi aku tahu aku ada darah Aceh, Padang.
Tadinya benar cuma mau bantu mas Eros aja. Tapi mas Eros menjatuhkan pilihan kepada aku dan itu harus disyukuri. Cuma karena keyakinan bahwa akan ada banyak sekali pelajaran dan pengalaman yang bisa kupetik dari peran ini.
Risetnya gimana memerankan tokoh pahlawan?
30 buku sejarah dari bahasa Belanda sampai Indonesia yang dikasih sama mas Eros nggak cukup pokoknya. Apalagi mas Eros maunya Cut Nyak Dhien as a strategic maker. Jadi syuting 3 tahun itu termasuk riset macem-macem juga.
Sudut pandang mas Eros memang seperti itu di film ini?
Iya, mas Eros mau membuat film yang tidak menyudutkan. Satu-satunya yang dibunuh Cut Nyak Dhien kan cuma Teuku Leubeh sebenarnya. Itu cuma simbol aja sebenarnya, bahwa emang pengkhianat itu nggak perlu dimaafkan.
Bahwa musuh sebenarnya itu ternyata orang-orang terdekatnya sendiri, lebih berbahaya dari bangsa asing, dan itu masih relevan dengan situasi zaman ini. Selebihnya Cut Nyak Dhien enggak mempergunakan senjata.
Kesulitan selain dana apa aja sih?
Mempertahankan dan menjaga mood kerja, dan menjaga mood sebagai Cut Nyak Dhien. Selama 3 tahun saya harus menanggalkan ego. Mana bisa saya pergi ke mall, tidur di kasur empuk, ke hotel aja aku nggak bisa, nggak enak lihat tembok putih gini. Karena apa? karena Cut Nyak Dhien melihatnya hutan, tanah, kegores kayu, nggak pakai alas kaki, terus aku tidur nyaman di hotel? kasur? Nggak akan sinkron moodnya.
Artinya bu Christine selama syuting di pegunungan dan hutan itu betul tinggal di sana?
Adegan pertempuran di kali (sungai besar), yang anak-anak ditembaki itu, yang Cut Nyak Dhien menyebrang kali bawa senjata itu, itu sebenarnya area setnya Naga Bonar. Aku tinggal di salah satu rumah setnya Naga Bonar, di rumah kayu, tidur di dipan, mandi di kali, untuk menjaga mood kerja.
3 Tahun syuting terpotong-potong, mempertahankan mood sebagai Cut Nyak Dhien selama itu gimana?
Jadi dialog terakhir 'apa yang kau mau dariku, seharusnya kalian malu, katakan itu pada pemimpin kalian', itu syutingnya di Museum Tekstil. Syuting sebelumnya di Aceh, itu 2 tahun sebelumnya. Bayangkan antara 2 tahun itu aku harus mempertahankan continuity itu, mood itu, makanya seorang pemain harus punya karakter, iman, fisik yang kuat, kalau enggak sinting pasti.
Sempat kesulitan nggak melepas karakter Cut Nyak Dhien?
Pada saat harus melepaskan mood Cut Nyak Dhien perlu 3 tahun lagi. Bicara Cut Nyak Dhien tidak nangis lagi, karena setelah saya memerankan karakter beliau udah lukanya tuh di sini (hati), sesak gitu. Melepaskannya bukan dengan ke psikiater, tapi ke Tuhan, pelan-pelan.
Sifat dan karakter Cut Nyak Dhien yang masih diteladani?
Konsistensi dia, keyakinan dia terhadap apa yang dia perjuangkan walaupun dia Akhirnya ditangkap Belanda karena pengkhianatan orangnya sendiri ya, tapi sampai diasingkan pun, dia bukan orang yang kalah.