Suara.com - Penikmat musik era 2000-an pasti tak asing dengan grup band Letto. Apalagi profil Noe Letto, sang vokalis yang ternyata merupakan putra Emha Ainun Najib alias Cak Nun.
Tapi di balik latar belakang keluarga dan syair-syair halus ia ciptakan, Noe Letto ternyata memiliki kisah hijrah yang cukup mendalam. Bertahun-tahun lalu, Noe Letto putuskan jadi atheis sebelum akhirnya kembali Islam.
Noe Letto mengatakan, perjalanan hijrah cukup panjang sampai dia bertemu seorang syekh dan mendapatkan jawaban menohok soal setan.
Kisah Noe Letto mencari pemaksanaan soal keberagamaan itu disampaikan saat berbincang-bincang dengan Habib Husein Jafar.
Baca Juga: Kisah Vokalis Letto Neo, Dari Atheis Memeluk Agama Islam Gegera Ini
Noe Letto mengaku berpemikiran kritis dan selalu menggunakan logika ketika mempelajari Islam sehingga membuatnya sulit mempercayai adanya Tuhan.
"Kebetulan pada agama itu, saya gak bisa lari dari modal dasar yang diberikan Tuhan. Saya inkuisitif. Saya gak akan makan kalau gak bener-benar punya train of thoughts yang jelas. Salah satu contohnya, paling ekstremnya saya pernah juga ateis dengan sadar," ungkapnya saat berbincang dengan Habib Husein Ja'far Al Hadar dalam kanal YouTube Cahaya Untuk Indonesia.
Lantas seperti apa profil Noe Letto? Simak ulasannya berikut.
Profil Noe Letto.
Noe Letto lahir dengan nama asli Sabrang Mowo Damar Panuluh di Yogyakarta 10 Juni 1979. Semasa kecil dia harus merantau ke Lampung akibat perceraian kedua orang tuanya sampai akhirnya kembali ke Yogyakarta untuk melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 7 Yogyakarta.
Baca Juga: Sabrang, Anak Cak Nun Atheis, Lalu Bertemu Syekh dan Masuk Islam Lagi
Setelah menamatkan SMA, Noe melanjutkan kuliah di University of Alberta, Kanada dengan dua gelar sekaligus yakni sarjana matematika dan fisika. Barulah setelah lulus kuliah Noe pulang ke Yogyakarta dan merintis karier bermusiknya.
Noe Letto ternyata tak cuma aktif bermain musik, dia juga mengikuti jejak dakwah sang ayah Emha Ainun Najib di Rumah Maiyah, Yogyakarta. Di samping itu, Noe Letto menaruh perhatian lebih pada aktivitas di media sosial.
Musik di Kehidupan Noe Letto
Noe tak pernah membayangkan bahwa bermusik bakal menjadi salah satu jalan hidupnya. Musik pertamanya yang menggetarkan kalbu adalah ketika pamannya menghadiahi Noe kaset yang berisi lagu-lagu Queen. Sejak saat itu, Noe bercita-cita ingin menciptakan musik yang dapat menggetarkan rasa orang lain.
Gayung bersambut, setelah kembali dari Kanada Noe sering bermain musik di Studio Kiai Kanjeng, grup musik pimpinan Novi Budianto yang merupakan sahabat karib Cak Nun. Dari sana, Noe belajar teknik membuat musik, mulai mixing, mastering hingga memproduksi dan menulis musik. Noe kemudian banyak menulis lirik lagu yang akhirnya tertuang dalam album perdana Letto, Truth, Cry, and Lie.
Di saat yang sama, Noe juga menjalin kembali hubungan persahabatannya semasa di SMA Negeri 7 Yogyakarta bersama Patub, Arian, dan Dhedot. Keempatnya sepakat membentuk sebuah grup band bernama Letto pada 2004. Dalam sebuah sesi wawancara, para personel mengaku tak memiliki makna khusus dalam menamai kelompok musik mereka. Noe bahkan sempat berujar Letto berarti melet difoto sebagai gaya andalan mereka di depan kamera.
Antara Alquran dan Media Sosial
Noe mengikuti jejak sang ayah untuk berdakwah lewat Rumah Maiyah, Yogyakarta. Rumah Maiyah pimpinan Cak Nun mengajarkan konsep-konsep agama yang bisa membuat laku kehidupan menjadi lebih ringan, seperti percaya kepada takdir Allah dan tidak berharap pada manusia.
Noe Letto yang sampai menimba ilmu Matematika dan Fisika hingga ke Kanada ini pun meyakini bahwa semua sumber pengetahuan ada di Alquran. Hubungan antara Alquran dan sains, lanjutnya, ibarat dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Di dalam Alquran terdapat beratus-ratus ayat yang menyebut tentang ilmu pengetahuan dan sains.
Dalam sebuah kesempatan ketika Ma’ruf Amin berkunjung ke Rumah Maiyah 2018 lalu, Noe memberi nasihat kepada sang wakil presiden soal menyikapi fenomena di media sosial. Menurutnya, fenomena di media sosial yang menimbulkan perpecahan patut mendapat perhatian lebih.
Noe menyebutkan anak-anak muda pengguna media sosial kini sedang mengalami kebingungan. Salah satu penyebabnya adalah melimpahnya informasi yang bisa berujung pada hoaks. Apalagi media sosial kini menyebabkan sulitnya menemukan sumber-sumber primer atas sebuah informasi.
Itulah profil Noe Letto yang menyimpan cerita hijrah mengagumkan bahkan pernah menjadi seorang atheis.
Kontributor : Nadia Lutfiana Mawarni