Interview: Kisah Hidup Melanie Subono Jadi Aktivis Hingga Musisi

Minggu, 31 Januari 2021 | 17:39 WIB
Interview: Kisah Hidup Melanie Subono Jadi Aktivis Hingga Musisi
Melanie Subono [Instagram]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Melanie Subono bukan hanya dikenal sebagai seniman di bidang musik, tapi juga aktivis. Suaranya keras melawan ketidakadilan, tapi bisa begitu lembut saat bicara soal Rumah Harapan yang awalnya dibangun untuk wujudkan keinginan terakhir orang.

Tim Suara.com berkesempatan sejenak ngobrol bersama Melanie Subono, perempuan yang punya banyak cita-cita, termasuk jadi ballerina hingga detektif.

Bicara soal masa kecilnya, putri promotor Adrie Subono berkisah kecintaan pada Indonesia. Tak lupa aksi perlawanan yang pernah dapat ancaman.

“Gue juga pernah ada yang mau bayar sekian miliar. Tapi bukan kampanye buat mereka. Untuk diam,” kata Melanie Subono ditemui di Kawasan Kemang belum lama ini.

Baca Juga: Interview: Susan Sameh dan Keluh Kesahnya Usai Gagal Nikah

Melanie Subono [Suara.com/Yuliani]
Melanie Subono [Suara.com/Yuliani]

Tawaran itu ditolak. Kata Melanie Subono, “Jangan nawarin yang gue masih kebayang ngabisinnya.”

Selain fakta itu, masih banyak obrolan lain yang inspiratif dari sosok Melanie Subono. Seperti apa ulasannya? Simak detail wawancaranya bersama Suara.com.

Seperti apa masa kecil Melanie Subono?

Lahir di Jerman lalu pindah ke Indonesia. Bokap pindah ke Indonesia, ya pastinya gue ikut. Di sana kayak apa ya? Gue nggak inget sampai umur berapa gue disana. Kayak apa, gitu-gitu aja. Gue seneng aja tinggal di mana juga. Sesederhana itu.

Berapa lama tinggal di Jerman?

Baca Juga: Interview: Kisah Perjuangan Yama Carlos Buat Jadi Artis

Gue lupa, karena pindah-pindah. Gue tinggal di Budapest, Inggris, pokoknya yang gue ingat, Eropa dan Indonesia, enakan di sini.

Apa yang bikin nggak cocok tinggal di sana?

Cuaca mungkin, gue nggak tahan dingin. Norak. Gue ampe sekarang nggak pakai AC. Dari kecil kayaknya suka matahari, pantai. Gue jatuh cinta pada keramahan orang Indonesia. Kalau dulu katanya di sana lebih individualis, walaupun akhirnya terbalik.

Kapan pindah ke Indonesia?

(SD) Udah. Orang pertama, salah satu yang gue kenal pada saat ke Indonesia itu Glenn Fredly, Webster-nya Saint Loco. Lo bayangin, gue belajar Bahasa Indonesia sama orang Ambon. Mereka ramah, itu yang gue inget.

Melanie Subono [Suara.com/Yuliani]
Melanie Subono [Suara.com/Yuliani]

Apa yang bikin ka Mel jatuh cintanya pada Indonesia?

Gue nggak tau, gue cinta Indonesia. Gue suka cerita Pancasila, gue suka cerita burung garuda, gue suka cerita ada belasan ribu pulau, warna warninya Kalimantan. Itu nggak ada disana. Oh gue suka rempah-rempahnya.

Kalau disana, makan kayak lupa nge-garemin. Lupa bumbuin sama lupa ngangetin. Gue kalau lagi pulang kesana (Jerman) ini masak udah kelar ya? Udah dibumbuin? Kalau kita kan, full rasa.

Kalau sekarang disuruh pilih, akan tinggal di Indonesia atau di Jerman?

Indonesia. Makanya gue bikin tato burung garuda, lambang negara, gue pengin tetap di Indonesia.

Saat kecil pernah ingin jadi ballerina?

Cita-cita guue banyak pas kecil. Jadi pendeta, presiden mau jadi detektif. Tapi kata emak gue, ‘detektif apa yang takut sama kecoa?’ terus gue patah hati. Gue sempet ballet, gue kira gue ok. Tapi kata emak gue, gue kayak pohon beringin.

Dibilang kayak pohon beringin, tapi masuk majalah?

Gue doyan tampil. Tapi bukan tampil yang gimana, gue suka speak up kasih opini gue. Mungkin itu yang gue bawa dari Eropa, apa adanya. Di sini elu senyum tapi suka ada yang dibelakang nusuk.

Itu yang bikin juga Habibie nggak cocok jadi presiden di sini. Karena pola pikirnya, Eropa. Nggak ada dia jahatin saya. Yah eyang, bukan di Jerman. Mungkin itu.

Melanie Subono [Revi C Rantung/Suara.com]
Melanie Subono [Revi C Rantung/Suara.com]

Pada saat gue sampe di Indonesia, ada pertunjukan dari mana gitu, main angklung. Ya gue suka, pokoknya hari itu gue harus bisa. Pokoknya gue mau coba, come on, hidup tuh kayak taman bermain. Kalau gagal, main lagi, coba lagi.

Dari kapan terjun ke dunia musik?

Gue lupa. Musik cukup natural, gue bisa piano klasik, karena gue suka itu. Gue menemukan nyawa di rock. Karena nggak mungkin dalam musik klasik nyanyi ‘lawaaaan’. Ekspresi lo di rock bebas banget.

Sejak kapan, tahunnya gue lupa. Tapi di awal gue gabung di Potlot, diambil sama Slank. Sejak saat itulah terbentuk Melaney.

Beralih jadi seorang aktivitis dan musisi sampai akhirnya bangun Rumah Harapan, seperti apa ceritanya?

Kalau aktivis, Rumah Harapan dan musik gue pikir sejalan. Gue terbantu dengan musik, karena lebih gampang gue menanamkan ide, pemikiran lewat musik.

Awal jadi aktivis kapan?

Nyokap pernah cerita, ternyata dari kecil gue udah speak up. Mungkin pindahan dari Jerman. Jadi pernah nih keliling Jakarta pas bokap baru punya mobil yang masih butut. Kami bilangnya liat lampu. Gue liat orang ketabrak, akan nggak bisa…. Bla bla bla. Ternyata dari kecil gue udah begitu.

Ketika gue di Slank, ketemu wadah yang nggak ngatur musik gue gimana. Dari situ gue belajar banyak hal. Kenalan sama si A, B, kenal mba Sucinya Munir, akhirnya terbuka pikiran gue akan perlawanan, perampasan ini. Oh ternyata tidak seindah ini.

Jadi sekarang sebutannya apa? Musisikah atau aktivis?

Melanie Subono laporkan pemilik Animal Defenders, Doni Hendaru Tona, ke Polda Metro Jaya pada Selasa (18/4/2017) karena menelantarkan anjing peliharaannya, Nina, hingga mati. [suara.com/Wahyu]
Melanie Subono laporkan pemilik Animal Defenders, Doni Hendaru Tona, ke Polda Metro Jaya pada Selasa (18/4/2017) karena menelantarkan anjing peliharaannya, Nina, hingga mati. [suara.com/Wahyu]

Seniman, semua itu kan tergabung dalam seni.

Pernah dapat ancaman?

Ditembak. Kasus apa lupa, banyak. Tim manajemen gue yang jawab. Kalau mau tembak, jadian dong pak. Paling sering sih perampasan lahan, kalau musuh kita korporasi, perusahaan.

Dihadang sama orang-orang jahat?

Terakhir di Sukamulya, perampasan yang buat bandara Jawa Barat. Kulon Progo, Krendeng, gila-gilaan. Setiap Aksi Kamisan juga.

Orangtua, papa gimana saat ka Mel turun aksi. Ada rasa khawatir?

Setiap orangtua akan bilang ke anaknya untuk hati-hati. Bokap dan nyokap akan bilang, gini. Kritik pakai data. Makanya gue nggak pernah kritik dengan anj** lo, nggak pernah. Bahasa gue teratur, tapi nampar dengan data.

Takut ‘hilang’ kayak Wiji Thukul atau Munir yang kecelakaan?

Gue bukan orang yang rajin baca Al Kitab atau apapun ya. Tapi menurut gue, iman itu adanya di praktek. Gue pasrah, ikhlas beriman. Kalau Tuhan Sudah bilang ‘udah’., gue lagi tidur juga lewat, meninggal aja.

Kalau Tuhan bilang, ‘episode lu udah habis ya’. Yam au lu lagi ngelawan, meninggal aja. Sebaliknya pun, kalau Tuhan bilang belum, siapapun mau coba nggak bisa. Mereka bisa bredel gue dari televisi, tapi mereka nggak bisa ambil dua hal; rezeki dan nyawa. Itu di tangan gue.

Melanie Subono [Suara.com/Rena Pangesti]
Melanie Subono [Suara.com/Rena Pangesti]

Bukan berarti gue petantang petenteng. Gue nggak pernah ada di depan rumah orang wuah gimana. Gue ngomong nyelekit tapi dengan data yang jelas. Jadi kadang kalo mau colek agak susah. Gue pun melogiskan dulu, jadi orang juga bisa mikir sendiri oh gini ya.

Takut? Nggak. Lu liat hastag gue jangan mati sebelum berguna. Gue sudah men-treat ini hari terakhir gue, dibilang siap, gue siap. Karena apa yang gue lakukan, akan gue lakukan. Abis wawancara ini, bisa aja kok salah satu diantara kita pergi.

Dibungkam mulut dengan uang?

Gue ada yang mau bayar sekian miliar. Tapi bukan kampanye buat mereka. Untuk diam. Enak banget ya? Sebenernya kalau mau gue ambil pun, orang nggak ada yang tau, tinggal diem. Tapi itu nggak berlaku buat gue.

Tawaran berapa?

Rp 2 miliar selama masa kampanye. Biar gue nggak bawel aja. Lagi- lagi gini, kalau bokap ajarin, berapa pun bisa abis kok. Tapi nanti pada saat lo mati, orang nggak akan ingat saldo ATM lo. Orang inget orang seperti apa sih lo dulu.

Tuhan membuat gue lahir di keluarga yang atas, atas itu cukup punya. Gue nggak kaget lihat barang-barang itu. Kan banyak artis ditawarin Alphard, yaelah liat mobile yang bokap gitu. Nggak norak, nggak kaget. Ditambah orangtua dan eyang menanamkan pola pikir yang baik buat gue.

Gue bilang makanya kalau mau nawarin gue duit, jangan yang gue masih ngerti habisin duitnya. Rp 10 miliar pun masih kurang kalau mau beli rumah di mana gitu. Rp 100 triliun, gue bingung ngabisinnya. Itu kan gue bingung ngabisinnya.

Jangan nawarin yang gue masih kebayang ngabisinnya. Cuma Rp 10 miliar, rumah di Menteng, gue masih ngerti ngabisinnya., jangan-jangan.

Pernah dipinang jadi politisi?

Melanie Subono [Suara.com/Rena Pangesti]
Melanie Subono [Suara.com/Rena Pangesti]

Sudah sering itu. Nggak mau. Karena akan terbatas. Lo lihat, ranah gue bekerja untuk alam, hewan, manusia. Pada saat elu masuk partai atau Gedung bunder set** itu, elu akan diatur agendanya oleh fraksi.

Lo mau atur apa? Nggak bisa gue tiba-tiba mau ngurusin hewan. Gue nggak suka agenda itu. Sementara di dalam sana, ikut agenda. Ada beberapa temen gue, ada kepedulian tentang perempuan. Tapi fraksinya beda nih. Dia nggak bisa kerjain kampanye itu. Masalahnya gue nggak bisa menetapkan satu.

Berarti alasannya bukan karena apatis ya?

Gue nggak akan pernah apatis. Apatis iya, tapi itu tidak akan menghentikan gue.

Kayak orang yang bilang, ‘ka Mel, aku mau ikut ini itu. Berhasil nggak?’ gue bilang nggak. Kemungkinan akan kalah. Tapi elu orang baik, at least nyoba. Ketimbang yang cuma gerutu, tapi nggak ngapa-ngapain.

Makanya kalau gue suka snapgram, orang tanya elu udah ngapain aja? Silakan lihat track record gue. Gue protes tapi juga melakukan banyak hal. Nggak Cuma diem. Apatis iya, tapi gue nggak akan berhenti. Sampai Tuhan bilang ‘gue udah nggak butuh lo’.

Bangun Rumah Harapan sejak kapan?

Gue nggak bisa inget, tapi tahun ini tahun ke-14 Tapi Rumah Harapan itu awalnya tercipta, gue ikutin Oprah Winfrey. Awalnya bekerja di bangsal anak rumah sakit dan mencari yang tinggal menghitung jam. Apa yang mereka inginkan. Ada yang bilang mau ketemu ini, belajar sulap, sesederhana itu, kami penuhi.

Habis itu bilang terima kasih dan mereka pergi. Tapi, sebelum mereka pergi, keinginan seumur hidupnya tercapai yang receh seperti itu. Nggak ada yang pengin, gue mau satu miliar.

Lihat dia senyum sebelum pergi. Sesederhana itu bisa bahagiain orang. Tol** banget sih kalau gue berhenti. Itu lebih besar dari ucapan terima kasih.

Melanie Subono. (Foto: suara.com/Dinda Rachmawati)
Melanie Subono. (Foto: suara.com/Dinda Rachmawati)

Ada momen yang paling diingat saat berjuang Bersama Rumah Harapan?

Baru-baru ini gue manggung di Palu, terus pas turun ada yang dateng pakai sepeda. Gue tanya, ngapain lu? Udah selesai ya ka shownya? Dia bawa gulungan kayak proyekan gitu.

Ternyata untuk sampai disitu, dia harus kayuh sepeda 7 jam. Sampai sana udah abis juga. Gue tanya kamu mau apa? Mau kasih ini doang kok ka.

Jadi kalau lukisan, alasnya putih, ya dia kan nggak punya duit. Gue nggak tau dia ngembatin jemuran siapa. Kain putih dijahit terus ngelukis pakai ampas kopi. Karena nggak bisa beli cat.

Habis kasih itu, dia pamit pulang. Gue tanya, elu gila apa gimana ya de? Kenapa? Dia bilang ‘terima kasih karena sudah mengubah hidup keluarga saya.’

Gue kenal aja nggak, kampung lu aja baru gue dengar. Gue tanya, kapan saya kesana? Dia bilang ‘mba nggak pernah kesana. Tapi mba pernah menyuarakan…’ apa gitu gue lupa kasusnya.

Dari situ ada perubahan Perda tenpat bapaknya kerja. Bapaknya dibayar dengan baik, sawah punya mereka balik. Itu adalah kekuatan berteriak. Yang kayak gitu bikin gue nggak mau berhenti.

Mungkin nggak ada nilainya dibanding donasi M, M-an, gerakannya massif, didukung. Tapi gue tau menyentuh hidup orang personally banget sih. Itu buanyak banget kejadian di mana-mana. Tolol kalau gue berhenti, itu pula yang nggak bisa gue lakukan kalau jadi anggota.

Pelajaran hidup apa yang ditanamkan di keluarga ka Mel?

Ajaran keluarga. Sederhana sih. Lo mau melakukan sesuatu yang membutuhkan uang,kerja. Sesederhana itu. Lo kalo mau cari makan jangan ngerampok, mau jajan ya kerja. Itu yang juga diterapkan.

Saat eyang Habibie masih jadi Menteri dan saat bokap masih merintis bisnis, bisa dipermudah sama eyang. Tapi nggak. (Prinsip ajarannya) lo kerja dong.

Sejak kapan diajarkan mandiri, disiplin khususnya soal uang?

Yang gue inget bahkan bokap bilang ke nyokap untuk berhenti bekerja sebagai model. Padahal nyokap sekian puluh kali besar honornya disbanding bokap. Bokap dulu cuma punya mobil satu, nggak kayak begini.

Dari gue kecil bokap belum kayak gini, bener-bener berjuang. Gue lihat dia, oh dia bekerja. Mungkin tidak akan selanggeng itu kalau dulu eyang main kasih-kasih aja.

Maka kalau itu tidak dilakukan, bokap nggak akan ngerti apa yang dinamakan bekerja. Nah itu diterapkan lagi ke gue.

Anak-anak Subono, Puji Tuhan, alhamdulillah sampai hari ini lo liat nggak ada yang kayak anak lain petantang, petenteng. Nggak, gue pakai sendal jepit, gue nggak punya mobil, nggak punya apa.

Bokap pun mengajarkan hal yang sama. Papa bisa kasih kalian berapa M (miliar). Kalau kalian nggak ngerti pakainya, akan habis juga dalam hitungan detik. Elo juga nggak tahu gimana caranya kerja.

Mungkin jadi kriminal, korupsi dan segala macam. Kalau lo mau, kerja. Sesederhana itu saja. Misalnya, ini rumah gede, punya gue. Lo mau? Beli sana. Gue pinjam uang diitung sama bokap.

Pinjam uang sampai dihitung?

Dihitung, kapan kamu mau kembaliin. Adek gue (Christie) pernah bayarin satu mobil Java, ya itu bayar. Walaupun nanti mungkin pada akhirnya bisa saja dikasih. Tapi yang penting usaha dulu, ampe mentok, kejeduk dulu. Baru dibantuin.

Dulu kami di Java pernah melakukan kesalahan, pasang iklan di koran nasional ¼ halaman. Itu mahalnya kan kebayang. Adek gue salah taro salah satu data. Dia disuruh bayar, kamu mau balikin gimana caranya. Ya memang begitu.

Seperti apa bayangan didikan sekeras itu?

Dulu gue nggak paham. Tapi hari ini, temen-temen gue, Adri, Christie yang akhirnya mungkin nadah ke orangtua, kerja di perusahaan, atau kepepet yaudah gue cari suami kaya. Gue nggak seperti itu. Mudah-mudahan saat ada masalah kami bisa paham dan menyelesaikan. Istilahnya dilepas di hutan mana, ngerti deh musti ngapain.

Jadi pengin dikenal sebagai sosok yang gimana?

Orang baik, berguna. Baik sih nggak ya, gue bukan orang baik. Terserah, gue nggak mau ngatur pola pikir orang sih. Tapi please, ingat gue dengan ingatan lo yang jujur.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI