Suara.com - Pihak Nindy Ayunda membantah gugat cerai suami, Askara Parasady Harsono karena kasus narkoba. Maklum, dia pilih bercerai setelah lima hari suami ditangkap polisi.
Menurut Herman Y Simarmata selaku kuasa hukum Nindy Ayunda, kliennya gugat cerai karena masalah lain.
"Ini terlepas daripada suaminya, sebelum suami tertangkap narkoba itu ya. Tidak ada relevansi kepada perkara suami saat ini," tegas Herman Y Simarmata saat dihubungi, Rabu (20/1/2021).
Baca Juga: Sidang Cerai Nindy Ayunda Digelar Perdana 27 Januari
Disebutkan, niat bercerai itu sudah ada jauh sebelum Askara Parasady Harsono diciduk aparat. Bahwa ada masalah prinsip yang tak bisa dikompromikan lagi.
"Kalau alasannya mungkin secara prinsip beliau, bahwa dia bilang 'Saya mau ajukan gugatan perceraian aja'," jelasnya.
"Iya ada sedikit masalah. Jadi sudah jauh hari sejak suami sebelum tertangkap sudah ada keinginan gugatan perceraian," sambungnya lagi.
Sekedar mengingatkan, Nindy Ayunda yang bernama asli Anindia Yandirest Ayunda itu terdaftar sebagai penggugat di Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Sementara Askara Parasady Harsono sebagai tergugat.
Tercantum pula tanggal sidang perdana perceraian mereka yang akan digelar pada 27 Januari 2021. Gugatan cerai ini terdaftar dengan nomor perkara 230/Pdt.G/2021/PA.JS.
Baca Juga: Duh! Nindy Ayunda Gugat Cerai Suami yang Sedang Dipenjara
Suami Nindy Ayunda sendiri kini sedang ditahan di Polres Jakarta Barat sejak 7 Januari 2021. Ia terjerat kasus narkotika dan kepemilikan senjata api berjenis Baretta Kaliber 3.65.
Askara Parasady Harsono alias APH dicokok dikediamannya di kawasan Jakarta Selatan pada 7 Januari 2021 pukul 20.00 WIB. Ia ditangkap tanpa perlawanan.
Beberapa barang bukti yang disita petugas, di antaranya satu butir happy five, satu plastik kecil setengah butir jenis happy five, alat isap. Selain itu, polisi juga menemukan senjata api ilegal dengan 50 butir peluru.
Dari hasil tes urine, Askara diketahui positif amfetamin dan metamfetamin yang merupakan jenis zat aditif pada narkotika. Dia terancam hukuman maksimal lima tahun penjara dan denda Rp 100 juta.