Suara.com - Jessica Tanoesoedibjo angkat bicara usai gugatan RCTI terkait UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran tengah viral di jagat maya.
Gara-gara gugatan tersebut, RCTI menjadi bulan-bulanan netizen. Pasalnya gugatan itu dianggap bisa membatasi kebebasan berekspresi masyarakat.
Lewat postingan di Instagramnya, putri Hary Tanoesoedibjo dan Liliana Tanoesoedibjo selaku pemilik RCTI ini mengatakan bahwa netizen salah paham akan gugatan tersebut.
"Saya pikir Anda tidak sepenuhnya memahami konteks dari apa yang diperebutkan RCTI. Intinya bukan agar orang tidak memiliki kebebasan berbicara," kata Jessica Tanoesoedibjo berbahasa Inggris.
![Pernyataan Jessica Tanoesoedibjo [Instagram/@ifotainment]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2020/08/30/80650-pernyataan-jessica-tanoesoedibjo-instagramatifotainment.jpg)
"Melainkan kita harus (menyamakan kedudukan) antara media tradisional dan digital. Apalagi karena media digital didominasi pemain luar negeri atau asing," sambungnya lagi.
Dia mengatakan gugatan itu menitikberatkan agar Kominfo dan DPR merevisi isi undang-undang soal penyiaran media.
"Poin yang dibuat RCTI adalah agar penyiaran digital juga harus diatur (kita bukan negara yang menjunjung anarki). Tujuannya bukan sekadar menambahkan siaran digital ke dalam exit (rigid) low," bebernya.
"Melainkan agar DPR dan Kominfo mengevaluasi kembali dan menyusun rancangan undang-undang penyiaran media yang tepat yang memuat regulasi yang sesuai dan relevan untuk semua sarana penyiaran," imbuhnya.
Sebagai penutup, dia mengaku miris mengingat media digital saat ini didominasi oleh perusahaan asing bukan perusahaan lokal.
Baca Juga: Bintang Emon Sindir Gugatan RCTI: Mencet Tombol Live Doang, Bukan Rudal
"Alasan ketatnya pengaturan media tradisional oleh pemerintah adalah karena media adalah alat komunikasi massa kepada masyarakat. Jika media kita dikendalikan oleh luar negeri (termasuk platform luar negeri) maka itu akan menjadi masalah. Ini masalah nasionalisme, teman," ujar Jessica Tanoesoedibjo.