Sosok Sapardi Djoko Damono di Mata Anak

Senin, 20 Juli 2020 | 09:26 WIB
Sosok Sapardi Djoko Damono di Mata Anak
Sapardi Djoko Damono [ANTARA/Dewi Fajriani/ss/Sp/pri].
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kepergian penyair kondang Sapardi Djoko Damono meninggalkan duka mendalam bagi keluarga dan Tanah Air. Karya-karyanya telah menyihir pembaca dan kepopulerannya tak lekang zaman.

Dikenal sebagai sastrawan ulung, lelaki kelahiran Surakarta, 20 Maret 1940 ini rupanya hanya lelaki biasa jika di rumah. Sosok Sapardi Djoko Damono merupakan ayah biasa terlepas dari sederet kepopulerannya.

"(Sosoknya) ya ayah. Kalau orang lain mungkin nganggepnya banyak, buat saya dia ayah," kata putri bungsu Sapardi, Bawuk, saat ditemui di TPU Giritama, Tonjong, Kabupaten Bogor, Minggu (19/7/2020).

Baca Juga: Seminggu Sebelum Meninggal, Sapardi Djoko Damono Telah Persiapkan Makam

Sang ayah disebutnya sebagai sosok kebanyakan. Pesannya untuk anak selalu soal pembelajaran.

"Susah ya (menjelaskan pembelajaran yang diberi Sapardi) yang jelas pesan beliau satu. Sekolah," ujarnya. "Pokoknya sekolah, belajar," lanjutnya.

Kata Bawuk, Sapardi Djoko Damono bukan tipe ayah yang menuntut. Anak-anaknya pun tak diharuskan mengikuti jejaknya sebagai penyair.

Suasana pemakaman Sapardi Djoko Damono [Suara.com/Yuliani]
Suasana pemakaman Sapardi Djoko Damono [Suara.com/Yuliani]

"Haha, nggak (dituntut jadi sastrawan). Mungkin tepatnya saya yang menghindar," ujarnya.

Pemakaman Sapardi Djoko Damono hanya dihadiri segelintir keluarga dan kerabat dekat. Penyair yang dikenal lewat novel Hujan Bulan Juni itu mengembuskan napas terakhir Minggu (20/7/2020) pukul 09.17 WIB. Kepergiannya meninggalkan seorang istri dan dua orang anak. Serta karya-karya yang abadi, di antaranya Aku Ingin, Pada Suatu Hari Nanti, Yang Fana Adalah Waktu dan banyak lagi.

Baca Juga: Sapardi Djoko Damono dalam Kenangan Terakhir Anak

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI