Suara.com - Suami Ria Irawan, Mayky Wongkar rupanya masih diselimuti kesedihan mendalam usai istrinya meninggal dunia. Ria Irawan menghembuskan napas terakhirnya pada Senin (6/1/2020) setelah cukup lama berjuang melawan kanker.
Awalnya, Mayky Wongkar cuma bekerja sebagai asisten pribadi, Ria Irawan. Tapi pada 2016, mereka memutuskan buat menikah. Saat itu, Mayky Wongkar berupaya terus berada di sisi Ria Irawan, meskipun sang artis sudah divonis mengidap penyakit kanker.
Begitu banyak kenangan yang dilalui Mayky Wongkar dan Ria Irawan di kala sedih maupun senang. Tentu saja kepergian aktris senior itu langsung membuatnya terpuruk seperti kehilangan arah.
Saat ditemui tim Suara.com beberapa waktu lalu di kawasan Jakarta Selatan, Mayky Wongkar mengisahkan perjalanan cintanya bersama mendiang Ria Irawan dan perjuangannya bangkit dalam keterpurukan setelah ditinggal sang istri tercinta untuk selama-lamanya.
Baca Juga: Ade Irawan Meninggal Akibat Shock Ditinggal Ria Irawan? Ini Pendapat Pakar
Masih teringat almarhumah Ria Irawan?
Ingatlah, karena masih di rumah, masih di rumah yang sama, semua peralatan dalam posisi yang sama. Tapi nggak seinget dan sesedih yang kemarin-kemarin, sudah mulai terbiasa beberapa hari ini, nggak terlalu yang gimana.
Biasanya mengucap syukur, ngerayu- ngerayu Allah, biar dikasih mukjizat, dikasih kesehatan, karena rutinitas dan rayuan itu menjadi keharusan saya. Itukan sudahan jadi habbit ya, sekarang doanya yang berbeda, jadi harus belajar lagi.
Hal terberat semenjak ditinggal almarhumah?
Yang paling berat saya berdua doang di rumah, jadi kalau nggak ada dia, ngerasa apa yang mau saya lakuin? Walaupun saya kerja kan tujuannya buat selain memang saya mau membangun karier saya sendiri, saya juga pengin suami normalnya lah, menafkahi istri yang sesuai kemampuan saya.
Baca Juga: Sambil Menangis, Dewi Irawan : Ibu Bilang Sudah Ditunggu Ria Irawan
Merasa kehilangan?
Setengah dari sayalah, otak, hati hilang. Rasanya, saya sih belum pernah merasakan, tapi kayak orang kena longsor tiba-tiba ya yang suasana tenang, baik-baik, ya tetap worry ada tapi nggak mendominan. Lebih rasa syukur yang mendominan, tiba-tiba langsung 180 derajat ilang, syok aja syok, kayak lost semuanya. Nggak tahu apa ya, apa ya.
Selama ini berjuang bersama, mendampingi, merawat Ria Irawan puas nggak?
Nggak puas, gue juga bingung. Puasnya dimana gitu. Kadang-kadang suka mikir, gue tuh pingin sama-sama. Dia juga sudah janji 'Sampe tua ya', belum tua dia udahan balik duluan, jadi nggak puas. Nggak puas aja. Sebenarnya treatment gue melewati semua ini, gue banyak cara, gue ngelewatin beberapa cara, tapi masih banyak cara-cara yang lain belum sempet kita lewati, jadinya rasa itu yang kurang.
Pingin sehat kan bukan berarti bolak balik ke rumah sakit, ya kita pergi kemana, kita bisa gabung ke siapa, almarhumah kan juga nggak gitu. Karena saya tau kan, banyak cara lah, nggak tersampaikan aja sampe ke situ.
Apa yang dirasa kurang?
Jadi gini loh, waktu gue bersama almarhumah semenjak pengobatan, rasa kurang, rasa yang kita maupun sudah kita pikirin gitu loh. Egonya kita sudah kita buang jauh-jauh, atas kesempatan yang ada, ya kita lewatin, semuanya karena mau membujuk Tuhan saya, saya mau merayu Ria, bahwa berikan waktu yang lama saya sama almarhumah. Cuman itu yang saya minta, nggak ada lain-lain.
Setelah 10 hari keluarga almarhumah gimana?
Keluarga almarhumah adalah keluarga yang kuat dulu mereka pernah ditinggalin sama orang tuanya dari kecil. Semua mereka juga ngerawat orang tua mereka sempat lama juga, sebenarnya ya yang paling, saya lah yang paling cengeng di keluarga paling cengeng.
Cengeng karena sangat mencintai Ria Irawan?
Karena cinta juga, karena rasa saya sayang sama Tuhan juga terimakasih, saya dikasih kesempatan di saat saya masih punya tenaga ya terus disaat kita masih muda jadi ceritanya bagus banget. Jadi almarhumah ninggalin saya sebagai suami yang setia menemani dia, padahal saya berfikir semuanya ini normal normal aja.
Sempat putus asa?
Waktu ngerawat sampe di titik hopeless pasti adalah pasti ada saya kan udah bilang Ria kan normal, saya normal, kita normal aja. Keributan kerasa bosan, jenuh, tapi itu saya sama almarhumah punya impian pergi kita coba pergi ke mana melewatinya seperti apa jadi rasa bosan jadi variasi untuk kita mencari jalan-jalan kita balik kebahagiaan aja.
Intinya cuman bahwa Ria butuh support situasi yang buat dia nyaman, saya bukan seperti dokter atau caregiver kebanyakan yang mungkin bisa me-maintaince, mungkin bisa membuat pengobatan, saya memposisikan sebagai penyeimbang Ria antara dokter, Ria antara lingkungan bagaimana nanti dia berobat, karena hal-hal yang berbau medis itu sudah tangguh jawab dokter. Aku menyemimbangi dia biar semangat. Semua orang akan mati. Saya berikan wejangan mati jangan takut deh ya dia pasti mati jadi candaan.
Bagaimana momen pacaran, meyakinkan dia jadi istrimu, keinget nggak?
Masa pacaran saya sama dia banyak melakukan hal-hal yang kesenangan kita sama-sama gitu. Almarhum kan orang kreatif, saya juga suka di bidang kreatif, karena dulu saya pernah pacaran, satu lokasi syuting juga sama almarhumah. Walaupun kita sudah dekat, sudah berpacaran, ya saya juga pernah merasakan diusir dari lokasi syuting, karena saya tidak paham dunia produksi. Almarhumah bilang 'Sekolah dulu sana' saya ikutin, saya sekolah dulu. Ternyata untuk penyeimbang dia, dalam arti ya berkreatif, saya sekolah ya akhirnya belajar, selesai sekolah, ngerti, saya paham dunia produksi akhirnya ya membuat kita jadi sama-sama mengisi aja apa yang bisa dikerjain, apa yang bisa lo kerjain caranya ya berjalan seperti itu.
Akhirnya ya lebih berkualitas lah, ya memorial-memorial pacaran. Karena di dunia kreatif banyak orang, bercerita tentang masa pacaran koneksinya banyak dengan kawan ini, kawan di Kuala Lumpur, sama orang ini, dan mereka tahu waktu Mayky sama Ria lagi pacaran.
Kenapa dulu memilih Ria Irawan?
Dari pendekatan 15 tahun lalu almarhumah juga sudah bilang kalau dia bukan orang yang normal, nggak usah ekspektasi terlalu bagus. Karena memang saya lihat sosok Ria Irawan ya cinta dan awalnya saya suka sama dia, kok keren banget, kok pintar banget dan dia tau kekurangan saya. Pintar dalam arti kalau orang ketemu sama dia bikin sayang sama dia dan senang sama dia. Orang-orang sampe nanyain dia dan membutuhkan dia. Karena dia disenangi banyak orang dan bisa menjadi part kesuksesannya dia.
Sempat kepikiran bakal selama bersama?
Itu sudah pahamlah, semua pasti akan mati dan nggak mau pikirkan itu. Saya percaya dia selalu jujur ke siapapun. Kita janji sama-sama sampai tua, sugesti itu yang kita rawat. Kalau salah satu dari kita meninggal ya saya percaya. Saya sama dia membangun sebuah kesederhanaan dengan cinta. Apa yang bisa kita lakukan ya saling sayang.
Tiga tahun dengan segala perjuangan, apakah merasa beban itu sudah selesai?
Beban yang saya merasa lepas, beban saya, beban yang ya saya harus menemani almarhumah itu beban yang kemarin. Saya kan juga ada rutinitas dan akhirnya saya harus bisa memprioritaskan bersama almarhumah tapi kan kita kadang-kadang capek. Berat banget yang dititipin Tuhan ke saya. almarhuman jauh lebih pintar dari saya. Jadi kesulitan-kesulitan itu nggak ada, jadi bukan menjadi beban, berjalan lebih mudah. Beban yang terberat adalah saya ditinggalkan dalam posisi saya lagi rayu-rayu dia, tiba-tiba langsung hilang aja.
Apa yang belum sempai dikasih atau belum tercapai selama bersama?
Kalau dari almarhumah udah kasih semuanya buat saya. Sekarang dia sudah jadi orang (terkenal) dan posisinya dia sukses di bidangnya. Gila lo gokil. Semuanya saya tanpa pamrih kasih buat dia dan hanya berharap berkah dari Allah.
Apa yang rencana selanjutnya setelah ditinggal Ria Irawan?
Nggak ada, nggak bisa mikir beneran bego, tolol banget setololnya manusia ya ini saya sekarang itu yang bener-bener tolol banget. Orang bilang jangan sedih, jangan apa, cuman masih merasa ngurangin ketololan itu gue nggak ngerti. Gue nggak nemu gue harus apa, ya kalau ada almarhumah kan enak dia jauh lebih pengalaman.