Suara.com - Anak muda itu sudah gelap mata. Kakinya menginjak balkon lantai 37 sebuah apartemen di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Selangkah lagi, nyawanya bisa melayang.
Verrell Bramasta mengurungkan niat untuk mengakhiri hidup gara-gara ibunya, Venna Melinda, mengetuk pintu kamar apartemennya. Ya, lelaki yang nyaris terjun dari ketinggian ratusan meter itu adalah Verrell, artis sinetron yang sedang digandrungi kaum millenial.
Peristiwa mencekam itu diungkap Verrell di YouTube channel Abidzar Al Ghifari baru-baru ini. Apa alasan ingin mengakhiri hidup tak disebut secara gamblang. Yang jelas, dia alami depresi berat kala itu.
Yang lalu biarlah berlalu. Saat mengingat momen tersebut, Verrell begitu menyesal. Sebab dia tak pernah menyangka pikirannya pernah sependek itu.
Baca Juga: Lipsus Artis: Mereka yang Melawan Penyakit Mematikan
"Gue ini udah beruntung, enak banget. Kenapa gue saat itu mau melakukan itu," katanya.
Dari situ, Verrell Bramasta memetik pelajaran. Salah satunya, jangan pernah ambil keputusan apapun ketika pikiran sedang kalut.
"Karena bisa berdampak ke hal-hal yang tidak kalian sangka," ucapnya.
Apa yang dialami Verrell Bramasta ini merupakan bukti nyata bahwa hidup bergelimang harta dan serba kecukupan tak menjamin bebas dari paparan depresi yang bisa berujung percobaan bunuh diri. Keinginan akhiri hidup juga tak memandang tua-muda atau lelaki-perempuan.
Penyanyi Ariel Tatum misalnya. Dia pernah lakukan percobaan bunuh diri saat masih berusia 13 tahun. Blak-blakan, Ariel ingin bunuh diri akibat derita Borderline Personality Disorder (BPD) atau kepribadian ambang akut.
Baca Juga: Liputan Khusus: Relakah YouTuber Diusik?
"Kayak seakan-akan ada orang lain lagi yang ngocehin aku, kayak bilang 'nggak apa-apa its okay' ngelakuin itu. Biasanya itu di rumah, di kamar," katanya.
Malah, percobaan bunuh diri terakhir dilakukannya pada dua tahun lalu, saat Ariel Tatum berusia 21 tahun. Ketika sekarang mengingat hal itu, dia jadi takut dengan dirinya sendiri.
Sebelum divonis memiliki kepribadian ambang akut, gejala yang dirasakan Ariel Tatum adalah sulit tidur hingga sering alami serangan panik mendadak. Sampai akhirnya dia memutuskan untuk mencari bantuan dari seorang psikolog secara diam-diam.
Semula, keluarganya memang tak tahu. Ariel Tatum takut jika berterus terang malah makin membuat situasi menjadi kacau. Tapi belakangan, dia baru sadar bahwa terbuka dengan keluarga jadi peran penting untuk lepas dari depresi yang bisa berujung percobaan bunuh diri.
"Kemarin ngumpet-ngumpet berobat tapi ternyata keluarga aku sangat support akan hal itu," ujar Ariel.
Depresi yang dialami Ariel Tatum merupakan dampak dari body shaming atau ejekan negatif mengenai bentuk fisiknya secara terus menerus. Bahkan, praktik bully itu terjadi sejak dia masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD).
"Dulu dibilang kurus banget. Terus pas SMA kan puber jadi lebih berisi, dibilang, 'Ih kayak emak-emak'. Salah gue dimana sih?," katanya.
Belum lagi, tekanan yang didapat di industri hiburan cukup tinggi. Jadwal padat hingga popularitas begitu mempengaruhi kondisi mental Ariel Tatum.
Ariel Tatum menyarankan jika sadar ada yang tak beres di dalam diri cepat-cepat berkonsultasi dengan ahlinya. Jangan sampai depresi berujung pada percobaan bunuh diri.
"Jadi yang mau aku tekankan lebih ke 'Ayo kita semua pasti punya luka yang belum selesai, jadi ayok diselesaiin," katanya.
Banyak tuntutan
Psikolog Intan Erlita mengatakan beberapa artis yang akhirnya memutuskan mengakhiri hidup karena tuntutan profesi. Figur publik pasti ingin terlihat sempurna.
"Kalau artis itu dia banyak tuntutan, jadi mereka dituntut pihak manajemennya untuk tampil sempurna. Kedua fans-fans mereka juga mengharapkan kesempurnaan. Jadi seolah-olah dia itu sosok yang sempurna nggak boleh ada celah," kata Intan Erlita kepada SUARA.com.
Intan melanjutkan, ketika ada kesalahan di mata masyarakat, khususnya penggemar, pintu masuk seorang artis alami depresi begitu terbuka lebar.
Presenter acara Healthy Talk ini mengatakan, tak jarang sorotan kamera membuat para artis tidak bisa menjadi diri mereka sendiri. Padahal mereka hanya manusia biasa seperti yang lainnya, tak luput dari kesalahan. Hingga akhirnya mereka mendendam dan tertekan.
"Di satu sisi mereka harus sempurna tapi satu sisi mereka juga hanya manusia biasa yang tidak punya kesempurnaan. Mereka ada kalanya capek dengan atribut keartisan itu," katanya.
Menurut Intan, banyak cara efektif yang bisa dilakukan seorang artis agar terhindar dari pengaruh negatif para haters hingga berujung depresi. Dia mencontohkan penyanyi Syahrini yang belakangan lebih sering menutup kolom komentarnya di Instagram.
"Seperti Syahrini, dia nutup kolom kementarnya kan, karena menurut dia dari pada capek-capekin hati, pikiran mending ditutup. Jadi si haters mau ngomong apa ya bodo amat ibaratnya. Yang nggak suka dia akan banyak, yang suka dia juga tetap banyak," katanya.
Perempuan kelahiran 23 November 1980 ini menerangkan, depresi mempunyai tingkatan berbeda-beda. Ada depresi ringan yang dapat diatasi sendiri hingga depresi berat seperti berhalusinasi.
"Bahkan sudah sampai kearah (halusinasi) dia mendengar orang ngomong, mendengar bisikan, itu yang bahaya. Karena kalau sudah depresi itu kayak punya dunia khayalan sendiri kalau tingkatannya berat," ucapnya.
Ciri-ciri depresi sebenarnya sangat mudah dideteksi dengan pandangan mata. Terlebih lagi ketika yang mengalami depresi adalah sosok figur publik yang selalu tersorot kamera.
Biasanya, lanjut Intan, orang yang mengalami depresi terlihat dari gerak-gerik dalam merespons sesuatu. Mereka akan terlihat cemas dan memberikan respons berlebihan terhadap hal-hal kecil.
Intan mencontohkan mendiang Sulli, mantan personel girlband f(x), yang kepergiannya akibat bunuh diri bikin geger publik belum lama ini. Dia melihat Sulli telah perlihatkan tanda-tanda depresi sebelum ditemukan meninggal.
"Seperti video Sully yang waktu ada fans cowok mau deketin dia, terus keliatan gimana muka cemasnya, ketakutannya, jadi responsnya nggak normal. Kalau dia kan matanya keliatan cemas, ketakutan, ngerasa nggak nyaman. Jadi prilaku-prilaku keluar dari diri seseorang itu kalau stres keliatan," katanya.
Menurut Intan, serangan depresi ringan dapat disembuhkan dengan bantuan orang-orang terdekat hingga lingkungan sekitar. Sementara depresi berat harus melalui bantuan psikolog atau psikiater.
"Biasanya orang begini dia butuh teman ngobrol, nggak harus kita memberikan saran. Dia sebenarnya hanya membutuhkan orang untuk mendengarkan. Kalau memang kita sebagai teman atau saudara yang baik, kita melihat dia merespons sesuatu sudah nggak wajar, kita harus bawa dia keahlinya," katanya.
Ada baiknya, kata Intan, sebelum terpapar depresi, lakukan metode pencegahan dini. Salah satunya dengan belajar menghargai diri sendiri dan tidak menggantungkan kebahagian pada orang lain.
"Kuncinya diri sendiri. Kita jangan selalu meletakkan bahagia kita itu di mana, kalau kita meletakkan bahagia itu di orang terus kalau orang itu ngecewain kita, kita sedih," ujarnya.
"Kita meletakkan kebahagiaan dengan uang, ketika kita nggak punya uang kita akan sedih. Tapi ketika bahagia itu diletakkan di diri kita, kita akan mengcreate bahagia kita seperti apa," kata Intan lagi.
Reporter: Yuliani, Sumarni, Evi Ariska
Editor: Yazir Farouk