Menanti Kembalinya Kebisingan Distorsi, Musik Rock di Era Digital

Reza Gunadha Suara.Com
Minggu, 27 Oktober 2019 | 18:11 WIB
Menanti Kembalinya Kebisingan Distorsi, Musik Rock di Era Digital
Ilustrasi - Band Seringai.
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Penjualan album fisik pada awal 2000-an terus menurun. Bahkan, setelah era itu, tidak ada album yang bisa menembus satu juta kopi hingga 2010.

Jangan tanya bagaimana era sekarang, tembus 150 ribu kopi saja sudah mendapat gelar platinum.

Tentu, hal itu adalah dekade yang penuh tantangan untuk pemusik. Lantas bagaimana mereka bertahan dalam periode transisi teknologi dan bisnis itu?

"Jangan karena pernah jual satu juta kopi dan sekarang cuma jual 150 ribu, terus jadi lemah dan malas," kata Ronny.

Baca Juga: Jokowi Disambut Musik Rock Metallica di Deklarasi Dukungan Ormas PP

"Justru itu tantangannya. Bagaimana berkarya saat teknologi terus bergerak. Ada digital, ada streaming, dan bagaimana peluang pada masa depan."

"Teruslah berkarya, karena karya terbaik akan tetap dicari. Musik tak akan mati. Bisnis lain tidak mati dengan hadirnya digital, bukan?" kata dia.

Eet Sjahranie, gitaris Edane dan mantan personel God Bless, tidak punya resep khusus untuk bertahan di skena musik rock selama lebih 30 tahun, selain semangat untuk terus berkarya.

"Kuncinya karena senang. Bukan tak butuh duit. Tapi kalau senang, ya tak kepikiran yang lain. Berkarya saja terus," kata Eet.

Gitaris nyentrik penggemar band hard-rock Van Halen itu tidak mau ambil pusing soal pergeseran teknologi analog ke digital yang turut mengubah pola pendengar dari kaset ke streaming melalui ponsel.

Baca Juga: Mengawinkan Musik Rock dan Orkestra dalam Konser Rockin'stra

"Digital itu memberikan hal yang praktis," katanya. "Tidak ada kesulitan dan memang harus ikut zaman."

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI