Suara.com - Midnight Quickie menjadi salah satu grup musik yang tengah digandrungi kaum millenials. Mengusung genre Elektronik Dance Music atau EDM, rupanya grup yang digawangi oleh Charita Utamy dan Irsan Ramadhan ini sukses menembus kuping para pendengar musik Tanah Air.
Yang menarik dari Midnight Quickie adalah suguhan lirik yang dilantunkan. Musik EDM ala Midnight Quickie dikolaborasikan dengan lirik berbahasa Indonesia. Sontak, ini menjadi sebuah hal yang lumayan baru untuk Indonesia.
Ingin tahu lebih banyak? Berikut wawancara ekskulsif SUARA.com dengan Midnight Quickie.
Sebagai salah satu grup EDM yang sedang naik daun, mungkin bisa diceritain awal mula terbentuk?
Irsan Ramadhan: Awalnya Midnight Quickie itu 2012, gue sama mantan personel gue bikin grup. Awalnya masih berdua ‘yuk kita iseng-isengan bikin grup’, ‘grup apa?’ ‘Ya bikin elektronik pop aja’ Akhirnya bikin, bikin, bikin. Kayaknya gue butuh sesuatu yang lebih, buat Indonesia gitu. Kenapa kita nggak bikin elektronik berbahasa Indonesia. Karena apa? gue pengin memperkenalkan musik elektronik ini di Indonesia. Caranya bagaimana? dengan bahasa dulu.
Baca Juga: 3 Tahun Eksis di Musik Indonesia, Shojo Complex Luncurkan Mini Album
Nggak semua orang Indonesia, bisa bahasa Inggris. Gue pengin elektronik ini bisa lebih luas, mungkin ke dalam-dalam sana yang nggak di kota besar juga tahu musik elektronik. Akhirnya, ‘yuk kita cari vokalis’. Kebetulan Tami itu waktu featuring di album gue, sebelum Tami masuk. ‘Tami aja’ menurut gue suaranya paling blend, karena nggak semua vokal itu nyambung di musik elektronik. Nggak boleh terlalu nge-lead tapi harus nge-blend dengan musiknya. Akhirnya kita pilih Tami, kita kerjain album bareng 2014, jadi lah ‘Being Bad Feels Good’. 70% lagunya berbahasa Indonesia, 30% bahasa Inggris. Itu album pertama untuk elektronik dance musik yang berbahasa Indonesia. Biasanya kan lagu EDM identik dengan bahasa Inggris.
Nah setelah berjalan lagu EDM ini, gue mikir, kita bikin apa lagi ya, karena setelah 2014 banyak musisi-musisi bermunculan. Di mana kita anggap bukan saingan, kita justru makasih banget dengan adanya mereka musik elektronik makin terkenal. Sesuai dengan awal misi kita. Setelah Indonesia populer kita buat keluar. Kita produksi terus buat kita bisa rilis di luar. Akhirnya, tahun 2018 kita masuk ke label Perancis Kitsune. Sampai sekarang ke Indonesia ini untuk collab sama Weird Genius.
Kalau Tami, kenapa ingin bergabung dengan Midnight Quickie?
Charita Utamy: Challenge buat gue sih. Tadinya gue ngeband gitu, terus sempat nyanyi jazz segala macam, terus ini sesuatu yang baru menurut gue. Terus kaya yang ‘wah ini challenge buat gue, gue men-challenge diri gue, 'gue bisa nggak ya untuk nyanyi pop EDM’. Dan suruh nulis lirik lagi. Tadinya tuh gue bukan penulis yang proper. Ternyata susah banget, akhirnya challenge itu gue terima dengan gue tekuni lah ya. ‘Kaya bikin lagu EDM nulis lagunya bahasa Indonesia’ waduh susah banget cuy, tapi menyenangkan sih. Itu jadi sesuatu hal baru menurut gue.
Pernah punya cerita manggung enggak enak, nggak sih?
Irsan Ramadhan: Pernah, alhamdulilah Midnight Quickie sudah ngerasain manggung yang dari mulai pelosok sampai Djakarta Warehouse Project. Yang paling pelosok di Padang Sidempuan, perbatasan antara Padang sama Medan. Itu gue manggung bareng Judika sama Kotak, gue openingnya. Gue manggung di lapangan bola segede GBK itu isinya orang full, yang mereka sama sekali nggak tahu musik ini, mereka nunggu Judika atau Kotak. Akhirnya gue manggung, waktu masih mantan personel gue. Mantan personel gue maju nge-MC disambit sendal. Itu sendal berlumpur. Gue mikir ‘kita harus lanjut’, bodo amat orang mau kayak gimana, ini akan membangun mental kita nanti. Mau dapat apapun kita udah siap, mau dari penontonnya 1 orang sampai 100 ribu orang kita sudah siap. Kita nggak mengurangi kualitas kita ketika penontonnya kurang, atau kita mengurangi ketika penontonnya banyak. Jadi benar-benar sama apa yang kita sajikan sama.
Tami pernah down nggak, dengan adanya nggak diterima musiknya?
Charita Utamy: Lebih ke insecure sih. Maksudnya kaya apa, duh apalagi kaya nulis ‘Bebas Lepas’, single pertama yang berbahasa Indonesia. Itu tuh kayak, ‘ini bakal diterima atau enggak ya?’ kayak kali banget ini norak nggak apa gimana. Wah sudah banyak pikiran gitu kan, terus ya sudah lah kita terima resikonya, apa segala macam kita kluarin saja lah. Balik lagi, kita harus ngelatih mental kita juga. Misalnya amit-amit nggak bisa diterima, ya sudalah. Yang penting kita berkarya dulu aja terus. Usaha dululah, ya sudah kita keluarin si ‘Bebas Lepas’ dan ya alhamdulilah kita berdiri sampe sekarang.
Baca Juga: Pertama Kalinya, Alat Musik Indonesia Mejeng di Frankfurt Musikmesse 2019
Irsan Ramadan: Kalau dibilang sampai sekarang kita masih bisa berdiri karena ‘Bebas Lepas’. Karena apa? mungkin gue sudah bikin satu album dan beberapa 10 single. Ada lagu yang menurut gue, ‘oh ini Midnight Quckie banget nih’. Tapi ‘Bebas Lepas’ itu, EDM pertama yang masuk chart nomor satu di radio Gen FM. Yang pada saat itu Gen FM lagi besar banget dan kita musisi EDM jadi nomor satu di chart itu. Sisanya benar-benar kaya Raisa, siapa, siapa, siapa gitu. Jadi menurut gue masyarakat Indonesia sudah mulai suka sama musik EDM. Nggak masalah genre apapun, as long musiknya gampang dicerna, disukai, mereka makan.
Rencana proyek ke depan apa nih?
Charita Utamy: Untuk saat ini kita lagi fokus ke Velvet Thorns dulu kali ya. Lebih kaya promo atau tur. Kita mikirin planning si Velvet Thorns ini mau kemana.
Irsan Ramadan: Soalnya kalau dilihat, produktivitasnya, setahun cuma rilis 2 lagu, sementara band lain 8 lagu, kenapa? Bukan karena gue ntar-ntarin, gue pengin satu lagu rilis dengan proper, bener-bener gue punya plannya. Tahu desainnya kemana, video klipnya ke arah mana. Gue nggak mau asal rilis lagu. Kalau diibaratkan senjata gue nggak mau seperti UZI yang nembak-nembak banyak nggak kena. Gue pengin kaya sniper, cukup dua peluru, dua-duanya kena. AWM juga benar, kalau main PUBG begitu.
Punya impian kolaborasi dengan siapa nih, khusus penyanyi atau band lokal?
Charita Utamy: Aduh gue pengen banget sama Sujiwo Tejo dari dulu. Aduh itu sih... Ngefans gue dari SD parah. Kalau nggak Waldjinah, keren sih. Kaya ada EDM, tiba-tiba ada pattern Jawa. Bagus, pengen banget.