Suara.com - Indonesia mesti bangga atas prestasi yang baru saja dicapai dua sineas asal Padang, David Darmadi dan Lidia Afrilita. Film dokumenter garapan mereka, Diary of Cattle ikut meramaikan salah satu festival film dokumenter bergengsi, Visions de Reel, di Nyon, Swiss pada 11 April lalu.
Film berdurasi singkat ini mengangkat kehidupan sekelompok sapi yang mengais makanan di salah satu Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) di Kota Padang, Sumatera Barat.
![Sutradara film dokumenter Diary of Cattle, David Darmadi dan Lidia Afrilita [Suara.com/Sumarni]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2019/04/16/16571-sutradara-film-dokumenter-diary-of-cattle-david-darmadi-dan-lidia-afrilita.jpg)
"Itu dibuat November 2017. Kemudian ketika kita diproses itu memutuskan untuk menerapkan gaya observasi. Di mana kita nggak pakai narasi. Di sini kita mau membuat film dari perspektif sapinya. Jadi tidak dari perspektif manusia," kata David Darmadi di kawasan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (16/4/2019).
Dari observasi itu, David dan Lidia ingin mempelajari apa yang dilakukan sapi dari pagi hingga malam.
Baca Juga: Olga Lydia Beri Saran, Nonton Ave Maryam Harus Konsentrasi
"Sampai kita memutuskan membuat filmnya satu hari itu," ujarnya.
Lidia Afrilita menambahkan kalau Diary of Cattle memang berfokus membuat para penonton berempati kepada si sapi.
Karenanya, dia memutuskan tidak menghadirkan narasi atau pun musik di sepanjang film diputar.
"Style yang kita pilih ini film dokumenter bukan film jurnalistik. Kita ingin film ini tanpa musik, tanpa narasi tapi penonton bisa masuk ke dalam film. Kalau ditanya filmnya tentang apa, kita mengatakan ini film tentang empati," ujarnya menuturkan.
Baca Juga: Ave Maryam: Pilihan Sulit di Tengah Cinta Terlarang Biarawati dan Pastor
"Menurut kita yang penting penonton merasakan kehidupan sapi di tempat sampah seperti ini. Ini film tentang empati dan emosi," kata dia lagi.