Interview: Muhadkly Acho, dari Pegawai Jadi Komika Hingga Bintang Film

Minggu, 02 Desember 2018 | 10:25 WIB
Interview: Muhadkly Acho, dari Pegawai Jadi Komika Hingga Bintang Film
Komika Muhadkly Acho berpose saat berkunjung di kantor Redaksi Suara.com, Jakarta, Kamis (29/11). [Suara.com/Muhaimin A Untung]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Nama Muhadkly Acho belakangan sedang naik daun dengan banyaknya film yang dibintanginya. Meski bukan sebagai pemeran utama, Acho, panggilan akrabnya, cukup banyak menghiasi film nasional yang tayang di tahun 2018.

Siapa sangka, karier Muhadkly Acho yang tadinya bekerja sebagai pegawai digital Agency itu justru mentereng di industri hiburan tanah air.

Komika Muhadkly Acho berpose saat berkunjung di kantor Redaksi Suara.com, Jakarta, Kamis (29/11). [Suara.com/Muhaimin A Untung]
Komika Muhadkly Acho berpose saat berkunjung di kantor Redaksi Suara.com, Jakarta, Kamis (29/11). [Suara.com/Muhaimin A Untung]

Ternyata Ernest Prakasa lah yang mengajaknya untuk berkarier sebagai seorang komika dan akhirnya kini menjadi pemain film.

Suara.com berkesempatan mewawancarai Acho untuk berbagi cerita dan pengalaman. Berikut hasil wawancaranya:

Baca Juga: Kisah Gading - Gisel di Susah Sinyal Jadi Nyata, Ernest Prakasa Syok

Karier lu awalnya gimana?
Gua inget banget awal-awal stand up, Ernest ikut kompetisi di Kompas TV masih season 1 belum ada penonton dan komunitasnya. Sementara gua waktu itu masih kerja kantoran di digital agency gitu. Kebetulan gua sama Ernest follow-follow-an (media sosial) gitu. Gua kebetulan dulu di Twitter sering bikin tweet lucu. Nah, ketika Ernest bikin komunitas Stand up Indo, dia berusaha ngajakin teman-teman yang suka komedi buat masuk. Dia DM gua, lu mau nggak latihan stand up. Sama aja kayak elu nge-tweet lucu, bedanya lu tuangkan dalam materi dan lu sampaikan di panggung. Gua tertarik, akhirnya ketemuan pulang kerja di Comedy Cafe Kemang.

Darisitu mulai tuh, kita tampil direkam upload youtube. Ternyata animonya tinggi, karena dibantu sama Radtya Dika juga. Tiba-tiba booming, orang demam stand up comedy. Waktu itu Ernest dan kawan-kawan masih terikat sama Kompas TV. Pas Metro TV bikin (acara serupa), akhirnya gualah yang ngisi sama Mongol dan Soleh Salihun. Jadi ada dua televisi yang menampilkan Stand up Comedy. Terus bergulir sampai sekarang. Sampai gua akhirnya ninggalin kerjaan, ada kesempatan main di film layar lebar. Gua terus ditawarin sama Starvision, film Bajaj Bajuri The Movie, setelah itu muncullah tawaran-tawaran.

Lu tapi ninggalin kerjaan yang udah enak, ditentang keluarga nggak?
Nggak sih, kebetulan keluarga mendukung. Menurut mereka, selama gua menjalani dengan enak, nggak masalah. Pastinya gua milih itu karena pertimbangan yang matang. Gua ninggalin kerjaan itu, nggak ujug-ujug. Gua kurang lebih, sambil stand up di tv, masih kerja juga. Sambilan. Gua pikir awalnya bisa, ternyata di tahun ketiga, gua memutuskan untuk memilih. Mau ke entertaiment atau ke IT. Akhirnya gua milih entertainment. Jadi mumpung momennya masih bagus, gua harus ambil. Karena untuk bekerja sebagai IT, gua bisa balik kapan aja, tinggal kirim CV dan pengalaman gua. Ternyata gua makin optimis, stand up bisa berkembang lebih baik.

Tapi ada pengalaman menyedihkan setelah memilih entertainment?
Pasti ada ya, karena kita di show-show awal kita nggak ada yang dibayar ya. Gua perform komersil pertama kali di Bandung bareng Raditya Dika. Cuma saat itu benar-benar cuma cari panggung, nggak berharap dibayar.

Tapi abis itu ada wawancara radio, beberapa kali. Dikasih uang transport, belum bisa dijadikan mata pencaharianlah. Baru beberapa bulan kemudian ada acara kampus, mulai ngundang stand up comedian. Ke luar kota, pernah di tahun 2011 atau kapan gitu. Permintaan untuk stand up tuh tinggi banget. Dari perusahaan-perusahaan juga, mau outing karyawan melibatkan kita. Dan mulailah ini bisa dijadikan mata pencaharian.

Pertama kali dibayar itu berapa dan acara apa?
Rp 300 ribu, di acara radio kalau nggak salah. Dari Provocative Proactive Hard Rock FM. Waktu itu konsepnya, komedian senior dengan stand up comedian. Talkshow lucu-lucuan gitu. Apa perbedaannya gitu.

Sekarang perubahan apa usai berkarier di entertaiment?
Ya Alhamdulillah sekarang kendaraan dan tempat tinggal udah punya. Secara pencapaian yang gua pikir mungkin gua bakal memiliki ini di tahun kapan, ternyata lebih cepat gua bisa punyanya.

Dari sisi karier mau gimana nih, materi kan udah lumayan?
Kebetulan kemarin gua nulis skenario film, film komedi sama ada beberapa skenario lagi untuk film berikutnya. Cuma belum bisa disebutin dulu judulnya.

Mulai nulis skenario sejak kapan?
Tahun lalu sih, tahun 2017. Karena memang background gua stand up comedy. Ini kita menulis sendiri materi komedinya. Basically stand up comedy itu bisa menulis. Nah sekarang trennya, stand up comedy nggak cuma harus bisa di panggung aja. Gua ngerasa skill kita bisa kepake di penulisan skenario. Produser juga welcome banget sama temen-temen stand up comedian yang mau terjun jadi penulis skenario.

Lu udah punya banyak naskah skenario?
Belum sih, jadi biasanya yang kita tampung tuh bukan skenario jadi. Biasanya cuma premis dan sinopsisnya aja.

Tapi lu terjun ini karena latah atau gimana?
Gua nggak tahu latah apa nggak, memang kebetulan diajakin sama Reymond Handaya. Ternyata demandnya untuk skenario komedi nih tinggi banget. Dan nggak bisa diselesaikan secara cepat.

Kebetulan Ernest juga baru bikin kelas gitu kemarin buat temen-temen komika. Karena Ernest tahu permintaan untuk nulis komedi banyak tapi pelaku sedikit. Akhirnya dia tergerak, supaya komika ini bisa menjadi penulis skenario.

Lu sibuk di film, stand upnya gimana?
Ya kalau sekarang di televisi udah jarang sih, kebanyakan off air. Secara waktu nggak menyita waktu, justru dengan adanya dunia baru film, comedy consulting dan lainnya itu pengembangan aja sih buat kita.

Stand up jadi jarang dong?
50:50, karena film nggak setiap hari juga kan. Dan masih bisa stand up dan penulisan.

Sebagai komika, lu nggak mau tur kayak Ernest Prakasa dan Pandji Pragiwaksono?
Kalau tur sudah kepikir, cuma kan harus disesuaiin sama momen juga. Pas apa nggak, terus masalah materi juga. Kalau spesial show kita nggak cuma 10 menit, durasinya bisa sampai satu jam. Jadi kita harus punya materi yang solid dan fresh. Yang sulit ini yang fresh. Butuh waktu yang intens dan fokus sih. Sekarang gua sih nabung materi dulu, yang gua kumpulin kalau udah siap bisa tampil spesial show. Tapi sekarang fokusnya di film. Karena kita di film bisa pemain, comedy consulting, penulis skenario. Banyak yah.

Berarti pendapatan di film lebih gede dong?
Ya secara frekuensi, stand up kan frekuensinya banyak jadi lebih banyak. Kalau film sekali-sekali tapi nilainya besar. Tapi film yang terasa penghasilannya besar di film. Karena film kerjaannya bercabang. Sekarang trennya bukan lagi komika lagi seperti yang gua bilang sebelumnya, banyak cabang di sini.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI