Dalam film tersebut, Khalid Latif seorang Imam besar di Islamic Center New York University bersahabat dengan Rabbi Yehuda Sarna, seorang pemimpin Bronfman Center untuk kehidupan siswa Yahudi New York University. Persahabatan tersebut berawal dari terjalin berkat keterbukaan serta kepedulian satu sama lain akan toleransi beragama.
Apalagi pada saat itu terjadi serangan 11 September 2001, di mana kelompok militan Islam Al-Qaeda membajak empat pesawat jet berpenumpang dan dengan sengaja menabrakkan dua pesawat ke Menara Kembar World Trade Center di New York. Peristiwa itu menggoyahkan toleransi beragama di Amerika Serikat karena banyak bermunculan kebencian diantara umat beragama.
Oleh karena itu, Khalid Latif dan Rabbi Yehuda Sarna banyak melakukan dialog, bertukar pikiran, serta memikirkan gagasan agar siswa-siswi di kampusnya tidak terdoktrin dengan kebencian tersebut.
Gagasan muncul saat badai Katrina melanda Amerika Serikat wilayah Pantai Timur pada 29 Agustus 2005, sekitar satu juga orang terpaksa kehilangan tempat tinggal. Khalid Latif dan Rabbi Yehuda Sarna mengirimkan 15 siswa muslim dan 15 siswa Yahudi untuk membantu renovasi rumah para korban badai Katrina, dengan tujuan menumbuhkan rasa kepedulian serta merasakan kedamaian saat hidup berdampingan meskipun berbeda agama.
Baca Juga: Maarif Institute Kutuk Keras Pelaku Bom di 3 Gereja Surabaya
Cara mereka terbilang efektif karena di hari-hari awal kelompok siswa muslim masih berjaga jarak dengan kelompok siswa Yahudi, akan tetapi mereka malah bersahabat di hari-hari terakhir.