Suara.com - Jadi jebolan ajang Indonesian Idol 2005 telah mengubah nasib seorang Firman Siagian. Kariernya di dunia musik Tanah Air pun penuh dengan cerita.
Firman Siagian memulai keberuntungan sebagai seorang solois. Tapi kualitas vokal yang dimiliki Firman membuat lelaki kelahiran Balige, Toba Samosir 3 November 1978 itu membuat band The Fly Kepincut. 2017, Firman Siagian bergabung dengan Kin Aulia dkk dan menghasilkan satu album berjudul If Loving You Is Wrong, I Don’t Want To Be Right.
Firman Siagian kemudian kembali bersolo karier. Single yang dibawakan Firman berjudul "Kehilangan" sempat membawa nama Firman ke tangga popularitas.
Tidak saja di Tanah Air, lagu "Kehilangan" juga sukses membawa tenar nama Firman Siagian hingga ke negeri tetangga Malaysia. Gara-gara lagu itu pula, Firman kerap manggung di Negeri Jiran tersebut.
Bahkan ketenaran itu, masih berlangsung hingga kini. Firman Siagian masih kerap bolak balik Jakarta-Kuala Lumpur untuk bernyanyi. Ia juga mengaku sempat ditawari menjadi warga negara Malaysia. Tapi karena rasa cintanya terhadap Indonesia, tawaran tersebut ditolak mentah-mentah.
Baru-baru ini, Suara.com bersempatan wawancara panjang lebar dengan suami Marissa Purwana Putri itu. Firman pun membagi pengalaman serunya tampil di Malaysia dan memberi bocoran mengenai perkembangan musik Malaysia.
Berikut petikan wawancaranya di bawah ini:
Bagaimana awal cerita bisa berkarier di Malaysia?
Awal mula ke Malaysia itu gara-gara lagu "Kehilangan", itu tahun 2012. Lagu itu dikenal sejak 2011, sering diputar di radio sana. Padahal di Indonesia sudah dari 2009-an. Karena lagu itu booming di Malaysia, saya dipanggil untuk kesana pada 2012 untuk roadshow.
Apa saja yang dilakukan selama di Malaysia?
Saya cuma dikontrak sama Astro televisi di sana buat tiga bulan untuk bawain lagu-lagu orang sana (Malaysia).
Lagu apa saja?
Slow rock, rap juga, tapi versi Malaysia. Karakter vokal gue ya, tetap gaya gue bawainnya.
Selain nyanyi kesibukan lu di Malaysia apa?
Gue juga syuting film di sana, film Malaysia, gue dapat peran di sana. Karakter gue jadi orang Indonesia. Lumayan dapet enam scenes tapi bayarannya lebih gede dari aktor sana. Filmnya latar tahun 1945 gitu. Lumayan deh buat pengalaman juga.
Ada kesulitan selama di Malaysia?
Kalau nyanyinya sih nggak, gue kan dari dulu sudah nyoba banyak genre. Rock, pop, ballad, dan keroncong. Sampai dangdut aja gue pernah ikutan nyanyi. Itu gambaran kecintaan gue sama musik. Jadi mau dangdut atau rock gue sikat.
Kalau bahasa sih biasa aja, buat komunikasi di Malaysia. Karena bahasa di kampung gue, itu kampung orang Melayu. Bahasanya Melayu orang Balige Toba Samosir. Jadi banyak kesamaan bahasa, dan orang sana juga profesional.
Pandangan Firman soal musik Indonesia dan Malaysia saat ini?
Malaysia itu belajar dari Indonesia segala hal. Mau film, musik mereka belajar ke sini. Tapi mereka belajarnya sungguh-sungguh, dan mereka termotivasi harus lebih maju dari gurunya. Kalau kita nggak ada yang memotivasi. Akhirnya mereka sekarang lebih keren. Saya cukup khawatir, padahal dulu mereka ketinggalan banget, sekarang kita yang ketinggalan.
Pernah berencana menetap di Malaysia?
Nggak ada rencana itu, gue lebih pilih pulang pergi aja Jakarta-Malaysia. Walau banyak yang nawarin buat menetap di sana. Label-label sana banyak banget yang mau ngontrak gue. Tapi jiwa gue Indonesia banget, gua nggak mau netap di Malaysia, cukup cari duit aja.