Kisah cinta Annelis Malema dan Minke memang menarik dan romantis, namun itu hanya lah pemanis dalam cerita. Perjuangan Minke melawan ketidakadilan yang terjadi pada bangsanya lebih penting untuk dikedepankan.
Novel Bumi manusia tidak sekadar novel cinta-cintaan semata. Bumi Manusia merupakan novel progresif yang mampu membangkitkan semangat revolusioner. Ketajaman pena Pram terlihat di novel Bumi Manusia.
Kisah Heroik di Balik Bumi Manusia
Long story short, pada 1960-an Pramoedya Ananta Toer ditahan pemerintahan Soeharto karena pandangan pro-Komunis Tiongkoknya.
Bukunya dilarang dari peredaran, dan ia ditahan tanpa pengadilan di Nusakambangan di lepas pantai Jawa dan akhirnya di pulau Buru di kawasan timur Indonesia.
Pram dilarang menulis selama ditahan di Pulau Buru. Sebelum mulai menulis, Pram menceritakan kisah Bumi Manusia kepada para tahanan ketika sedang berada di sawah dan ladang.
Setelah dua tahun berlalu, rekan tahanannya membantu Pram dengan memberikan mesin tik tua Royal 440 padanya.
Baca juga: Mengenal Maria Eva De Jongh, Pameran Annelies di Bumi Manusia
Dengan bahan yang serba terbatas dan bantuan para tahanan lainnya, ia mulai menulis Tetralogi Pulau Buru yang meliputi empat jilid, yakni Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca.
Tokoh utama Minke, seorang bangsawan kecil Jawa, dicerminkan pada pengalaman RM Tirto Adisuryo seorang tokoh pergerakkan pada zaman kolonial yang mendirikan organisasi Sarekat Priyayi dan diakui oleh Pramoedya sebagai organisasi nasional pertama.