Suara.com - Aktor senior Reynold Surbakti beberapa tahun terakhir menepi dari panggung hiburan. Lelaki yang kerap memerankan sosok antagonis ini memilih hiatus bukan tanpa alasan.
Dalam penuturannya kepada Suara.com baru-baru ini, Reynold mengaku sengaja vakum berakting di depan kamera lantaran sedang fokus dengan bisnis dan kegiatan sosial.
Tak banyak yang tahu, Reynold juga pernah menjadi pendamping bagi para terpidana mati di Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan, Jawa Tengah. Pekerjaan itu dilakukan sejak 2011 hingga 2013.
Ingin tahu lebih lengkap cerita Reynold? Berikut wawancaranya:
Baca Juga: Polisi Bantah Rumah Tessa Kaunang Digerebek, Sandy Tumiwa Bohong?
Bagaimana mulanya Anda bisa terlibat di kegiatan sosial?
Temen saya, dia pemilik yayasan yang ngurusin anak-anak panti asuhan dari korban-korban konflik. Panti asuhan itu adanya di Ambarawa, Semarang. Dan memang saya ada waktu, jadi saya nemenin itu.
Apa motivasi Anda ikut kegiatan sosial?
Sebagian anak-anak itu ternyata adalah dari kampung asal mamah saya, di Maluku, Ternate. 'Beberapa anak ini dari kampung nyokap lu nih,' begitu ngobrol eh bener. Nah mulainya dari situ tertarik. Baru kegiatannya dari yayasan tersebut melebar, salah satunya pendampingan terpidana mati yang ada di Nusakambangan.
Ada cerita apa selama Anda jadi pendamping terpidana mati di Nusakambangan?
Baca Juga: Sandy Tumiwa: Tessa Kaunang Akui Sering Ajak Lelaki Menginap
Ceritanya banyak. Karena saya dua tahun ngurusin itu. Dan setiap bulan, selama satu minggu saya di Nusakambangan. Di Nusakambangan itu banyak penjara, ada tujuh penjara. Saya keliling situ. Ada lapas terbuka, besi, dan segala macem. Jadi ada rasa sedih. Yah nganggep mereka manusia seperti kita.
Anda tidak takut?
Awalnya iya. Tapi biasa aja.
Di halaman selanjutnya, Reynold bercerita tentang seorang terpidana mati yang membuatnya terenyuh.
Kapan Anda mulai terlibat di Lapas Nusakambangan?
Sekitar dari tahun 2011 itu deh. Sampai 2013.
Jadi apa peran Anda di sana?
Jadi mereka terpidana mati dikumpulkan. Yang paling banyak dari Lapas Pasir Putih, yang paling pojok, sekitar 70 orang. Nah mereka ini dibantu yayasan kita ngurusin masalah hukumnya, ada yang naik banding, peninjauan kembali (PK).
Kasusnya apa aja?
Ada yang pembunuhan, pemerkosaan, ada narkoba.
Pelajaran apa yang bisa Anda petik selama menjadi pendamping terpidana mati apa?
Jadi lebih menghargai hidup.
Curhatan paling sedih dari mereka apa?
Mereka semuanya pingin hidup. Suka kepikiran kalau mereka curhat. Bahkan ada barang-barang mereka yang ada di saya. Ada terpidana mati ngasih saya hadiah sepatu. Dikasih kenang-kenangan. Dia sudah meninggal sekarang. Sudah dieksekusi.
Sejauh ini Anda sudah mendampingi berapa orang?
Kegiatan kita di sana pelayanan rohani. Kita ketemunya gantian. Biasanya kita ke sana minggu terakhir setiap bulan. Selama minggu ke-4, biasanya kita dari Senin, Selasa, Rabu, Kamis, kita di sana bolak-balik keluar Nusakambangan. Jadi sudah bertemu banyak sekali dari mereka. Tapi tidak semua dari mereka kita bantu. Hanya yang tertentu.
Yang paling berkesan apa?
Yah semuanya menyedihkan. Karena mereka di penjaranya belasan tahun dan masuk sebagai terpidana mati. Tetapi mereka menjalankan hukuman badan juga. Harusnya kalau sudah terpidana mati langsung dieksekusi. Nggak usah dipenjara selama belasan tahun, kalau begitu hukumannya turun dong, misal jadi seumur hidup.
Anda tak menyesal sempat meninggalkan akting untuk kegiatan ini?
Nggaklah. Ini panggilan hati.
Sekarang masih sering mendampingi mereka?
Sekarang di Nusakambangan ada penyusutan. Jadi beberapa lapas ditutup. Udah berubah situasinya. Sebenernya tahun 2015 saya masih sering ke sana.