Darah Itu Merah John! Kematian Lennon dan Kiri Baru

Reza Gunadha Suara.Com
Sabtu, 08 Desember 2018 | 07:00 WIB
Darah Itu Merah John! Kematian Lennon dan Kiri Baru
Mendiang John Lennon. [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Seorang laki-laki tambun berdiri menunggu di sudut luar apartemen The Dakota, New York, Amerika Serikat, tepat pada hari ini, 8 Desember, 37 tahun silam. Ia tak memedulikan hawa dingin yang kian merasuk.

Penantiannya tak sia-sia. Satu pria berambut gondrong sebahu yang ditemani seorang perempuan yang juga berambut panjang, turun dari sebuah mobil persis di depan apartemen.

Setelah mangsanya jalan melewatinya, ia lantas menyeruak ke depan, mendekati kedua sejoli tersebut.

"Halo tuan Lennon," sapanya.

Detik-detik selanjutnya, pria itu tak lagi berkata-kata. Ganti pistol revolver kaliber 38 miliknya yang menyalak.

"Dor,dor,dor,dor,dor," lima kali ia menembak laki-laki berkaca mata dan berperawakan kurus tersebut. Empat peluru tepat bersarang di tubuh. Sementara satu peluru meleset.

Laki-laki yang ditembak itu rebah bersimbah darah. Ada darah yang terciprat ke kaca mata bulat khasnya. Sementara sang kekasih menjerit.

Ia sempat dibawa ke rumah sakit. Tapi selang sehari, 9 Desember 1980 malam, John Lennon dinyatakan wafat. Sementara sang pembunuh, Mark David Chapman, santai menenteng revolvernya ke polisi untuk menyerahkan diri.

"Malam itu, aku adalah sosiopat sejati, " kata Mark David Chapman, 36 tahun setelah peristiwa tersebut kepada Telegraph.

Pengakuannya itu ada benarnya. Sebab, pada pagi hari nahas tersebut, Chapman sempat mencegat John Lennon dan sang kekasih Yoko Ono, juga di depan apartemen The Dakota.

Chapman meminta Lennon mau menandatangani album ”Double Fantasy”, kumpulan lagu-lagu terbaru Lennon dan Yoko.

“Dia sempat bertanya kepadaku, ‘apakah ada yang lain kau mau?’ Kubilang aku ingin berfoto dengannya. Setelah berfoto, dia tersenyum kepadaku dan menaiki limo,” tuturnya.

Chapman benar-benar seorang fans berat Lennon ketika sang idola masih tergabung dalam band legendaris Inggris, The Beatles.

Laki-laki kelahiran Texas, 10 Mei 1955 itu, tumbuh kembang di tengah keluarga disiplin. Sang ayah anggota angkatan udara AS. Sementara sang ibu adalah perawat.

Karena sang ayah terlalu ketat mengatur hidupnya, Chapman mulai memberontak pada usia 14 tahun. Ia memakai narkoba, bolos sekolah, hingga minggat dari rumah. Pada masa-masa itu pula ia keranjingan The Beatles.

Poster-poster Lennon mengkhiasi kamar peraduannya. Ia juga bertekad mendalami seni dan musik selayaknya Lennon.

Namun, masa-masa indah menjadi fans fanatik itu sirna setelah Lennon mengeluarkan pernyataan yang menyinggung Chapman.

"Kurasa, aku dan The Beatles lebih terkenal ketimbang Yesus," tukas Lennon.

Kalimat Lennon dalam berita karya jurnalis Maureen Cleave itulah yang dibaca Chapman pada surat kabar Evening Standard Maret 1966.

Sebagai pemeluk Kristen fundamental, ia marah, sehingga tergerak untuk menembak mati Lennon.

Setelah peristiwa itu, ia divonis penjara 20 tahun.

Kiri Baru

Ketika banyak orang yang memercayai Chapman membunuh Lennon karena alasan kejiwaan, sejumlah dokumen yang terungkap berpuluh-puluh tahun kemudian berkata lain.

Biro Investigasi Federal AS (FBI) dalam dokumen rahasia yang sudah dipublikasikan, mengakui sempat memata-matai Lennon sebelum dia tewas.

Dokumen tersebut menimbulkan kecurigaan banyak kalangan bahwa kematian Lennon adalah buah konspirasi. Hal itu beralasan, karena Lennon menurut FBI "sangat dekat" dengan tokoh-tokoh "gerakan kiri baru" (New Left Movement) di AS.

"Setiap ekstremis harus dipertimbangan sebagai bahaya," begitulah kalimat yang tertulis dalam salah satu dokumen FBI mengenai Lennon tersebut, seperti dilansir laman Muckrock.

FBI mengakui "menanamkan" agen-agennya di banyak kelompok Kiri Baru, yang terutama dekat dengan Lennon. Salah satu kelompok itu adalah "The Youth International Party" (Partai Pemuda Internasional), tempat Lennon sering berdiskusi.

Kiri Baru adalah sebutan untuk gerakan pemuda mahasiswa, pasifis, ekologis, feminis, dan beragam spektrum lain yang disatukan dalam momen anti-Perang Vietnam serta perang nuklir di AS serta banyak negara Eropa era 1960-an.

Secara ideologis, terutama Kiri Baru AS, mengakui terinsipirasi buku babon "Reason and Revolution" karya filsuf Hegelian Marxis asal Jerman yang tinggal di AS sejak era Nazi, yakni Herbert Marcuse. Mereka juga terinspirasi oleh Revolusi Kebudayaan Tiongkok yang dipimpin Mao Tse-tung.

Berdasarkan pemetaan itulah, FBI dalam dokumennya mengindikasikan Lennon juga terjangkit "virus kiri baru". Lagu-lagu Lennon selepas dari The Beatles, menambah kecurigaan mereka.

Sebut saja lagu Lennon berjudul "Power to the People"; "Working Class Hero"; "Give a Peace a Chance"; dan puncaknya adalah "Imagine" yang dianggap terkontaminasi ideologi Marxisme.

Bahkan, Presiden AS saat itu, Richard Nixon, dan senator Partai Republik Strom Thurmond menempatkan Lennon sebagai musuh nomor satunya.

Tak hanya FBI, seperti diberitakan The Guardian dalam artikel 20 Februari tahun 2000, Lennon juga dalam pengawasa dinas rahasia Inggris, MI5.

Mantan intelijen MI5, David Shayler, mengakui Lennon diduga memberikan dana ke sejumlah organisasi yang mereka anggap teroris.

"Lennon diduga memberikan dana kepada IRA (pejuang kemerdekaan Irlandia), dan Partai Pekerja Revolusioner Inggris yang berhaluan Marxis-Trotskyist," tutur Shayler.

Shayler juga mengungkapkan, Lennon turut memberikan dana kepada satu majalah Marxis bernama "Red Mole" yang digawangi Tariq Ali—teoritikus dan novelis Inggris—yang kala itu masih berstatus mahasiswa.

Semua dugaan tersebut hingga kekinian tak sepenuhnya terbukti.

Namun, Gore Vidal, penulis dan pembuat film dokumenter "The US Versus John Lennon", mengatakan tetap ada unsur konspirasi politik atas pembunuhan sang legenda.

"Siapa pun yang bernyanyi tentang cinta dan harmoni akan selalu berbahaya bagi seseorang yang gemar menyanyikan kematian dan pembunuhan," tuturnya beretorika.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI