"Djiwa Manis Indoeng Disajang", Dua Negara Berebut Lagu

Reza Gunadha Suara.Com
Selasa, 05 Desember 2017 | 09:34 WIB
"Djiwa Manis Indoeng Disajang", Dua Negara Berebut Lagu
Poster film "Terang Boelan" di Indonesia (kiri) dan poster film "Terang Bulan di Malaya" (kanan). [Net]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Puncaknya rebutan itu terjadi pada 1957, ketika "Terang Boelan" dilarang dinyanyikan karena telah menjadi lagu kebangsaan Persekutuan Tanah Melayu. Lagu yang terus dipakai sebagai lagu kebangsaan Malaysia merdeka pada 1963 itu mendapat modifikasi pada lirik.

Cerita sengketa lagu tersebut merupakan bagian kecil dari buku "Djiwa Manis Indoeng Disajang" setebal 381 halaman dalam format buku diktat, karya pensiunan dosen ITB Haryadi Suadi, yang wafat dua tahun sebelum bukunya diterbitkan.

Buku itu bercerita sejarah musik keroncong, genre yang pernah menjadi musik nasional Indonesia. Tergambar rinci asal mula musik keroncong pada masa Portugis hingga masa awal berdirinya Republik Indonesia.

Banyak nama penyanyi keroncong tempo dulu diulas, termasuk Kusbini, Ismail marzuki, dan Gesang. Tiga nama itu disebut dengan spekulasi, bahwa boleh jadi merekalah yang masih bisa dikenali oleh generasi milenial.

Baca Juga: Alquran Kuno Ditemukan di Masjid Umar Bin Khattab Palestina

Sebagian besar nama yang diceritakan bahkan dipastikan asing bagi penyuka musik era 1980-an yang tidak serius dengan musik keroncong.

Buku yang dikerjakan bertahun-tahun itu dengan teliti menyebut rinci sumbernya.

Dalam pengantar bertahun 2015, sang penulis menyebut bahwa hasil risetnya itu akan menjadi buku tiga jilid. Jilid I tentang musik keroncong, Jilid II tentang membahas jenis-jenis lagu lain, mulai jaz hingga irama hawaii, Jilid III tentang dunia musik ketika Indonesia di bawah kekuasaan Jepang.

Melihat kekayaan yang ada dalam buku jilid I, yang berisi perkembangan musik di Indonesia mulai 1920-an hingga pendudukan Jepang, tentu saja tidak berlebihan kalau buku tersebut disebut sebagai babon buku sejarah musik Indonesia.

Perlu dicermati juga adalah pemilihan awal pembahasan yang dimulai pada 1920, yang menurut penulisnya itulah masa ketika kedudukan musik pop di Indonesia; keroncong, gambus, melayu, dan stambul, sudah menjadi hiburan bagi masyarakat.

Baca Juga: JK Diklaim Dukung Airlangga Gantikan Setya Novanto di Golkar

Kontroversi

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI