Dream Theather 'Bangunkan' Legenda Bandung Bondowoso

Ardi Mandiri Suara.Com
Sabtu, 30 September 2017 | 23:23 WIB
Dream Theather 'Bangunkan' Legenda Bandung Bondowoso
Dream Theater [Instagram/@dtimages]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Apa jadinya bila legenda hidup bertemu dengan legenda rakyat? "Dream Theater" merupakan salah satu legenda hidup dari band beraliran progresif metal yang dipuja para musisi di seluruh dunia akan kemampuannya.

Bertanya soal kemampuan masing-masing personel dalam memaksimalkan alat musik, band beranggotakan lima orang tersebut telah menjawabnya melalui karya "berisik" mereka yang diakui ber-skill di atas rata-rata.

Legenda musik ini nyatanya telah diagendakan untuk bertemu dengan karya dari legenda rakyat Bandung Bondowoso, yaitu Candi Prambanan. Bertajuk "JogjaRockArta" sebuah pesta pagelaran musik rock berkelas dunia disajikan dalam satu pertunjukan untuk mempertemukan dua legenda tersebut.

Namun, hal tersebut urung terjadi, sebab tiba-tiba panggung pertunjukan megah yang seharusnya mampu memperkenalkan indahnya Candi Prambanan di mata dunia harus dipindahkan saat detik-detik terakhir ke Stadion Kridosono, Yogyakarta.

Persis seperti yang dilakukan oleh Bandung Bondowoso mengenai legenda candi Prambanan. Bahwa ratusan tahun lalu diyakini masyarakat lokal pernah ada cerita seorang lelaki (Bandung Bondowoso) yang membangun 1.000 candi hanya dalam waktu satu malam.

Begitu juga proses penyelenggaraan lokasi JogjaRockArta yang harus dipindahkan dalam waktu satu malam. Padahal secara infrastruktur sudah terbangun panggung berskala internasional sebesar 70 persen (sesuai pernyataan resmi penyelanggara Rajawali Indonesia Communication), maka harus dibongkar dan dipindahkan lagi.

Disinilah seolah Bandung Bondowoso yang membangun Candi Prambanan dalam waktu semalam, kembali muncul untuk harus memindahkan serta membangun kembali panggung skala internasional dari awal di stadion Kridosono dalam waktu hanya satu malam.

Alasan Pemindahan Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) memprotes keras terhadap penyelenggaraan Jogjarockarta International Rock Music Festival 2017 di Prambanan, Jogjakarta pada 29-30 September 2017.

IAAI mengatakan dari digelarnya festival rock dapat menghasilkan efek merusak pada struktur ikatan batu candi, sebab toleransi kekuatan suara hanya dibatasi 60 dB untuk menjaga kelestarian struktur candi.

Sementara ambang batas untuk getaran bangunan sebesar 2 mm/detik yang dapat menghasilkan efek merusak pada struktur ikatan batu candi apabila digelar musik rock.

Ketua Umum IAAI Djuwita Ramelan mendesak agar instansi terkait meninjau kembali izin tersebut, serta dipindahkan. "Kompleks Candi Prambanan merupakan situs agama yang memiliki nilai sakral bagi umat Hindu dan halam dua di mana tempat diadakan pagelaran termasuk wilaya suci karena masih masuk lingkup pagar candi. Secara etika seharusnya pihak penyelnggara memperhatikan nilai kesucian yang dapat menyinggung perasaan umat beragama," katanya.

Menanggapi itu CEO Rajawali Indonesia Communications, Anas Syahrul Alimi sebagai penyelengara memilih untuk mengalah dan tidak mengambil risiko yang lebih besar, mengingat Dream Theater merupakan band papan atas dunia.

Demi menghargai situs budaya lokal dan nama baik Indonesia di mata dunia pihak penyelanggara memilih memindah ke lokasi lain yang tidak memiliki kendala polemik. Selain itu suara yang dihasilkan agar lebih maksimal tanpa merusak kualitas pertunjukkan musik.

JogjaRockArta Akhirnya acara terselenggara dengan baik pada tanggal 29 September 2017 (hari pertama, karena pertunjukkan berlangsung dua hari), di Stadion Kridosono. Konser Dream Theater kali ini mengusung tema "Image and Words", di mana itu merupakan perayaan album mereka bertitel "Image and Words" 25 tahun silam, rilis pada 1992.

Sebelum John Petrucci (gitaris), John Myung (bassis), Jordan Rudess (keyboardis), James LaBrie (vokalis) dan Mike Mangini (drumer) membuat "berisik" Yogyakarta, dua band sebelum Dream Theater main ternyata juga ditunggu para penonton.

Tidak dipungkiri Power Metal dan God Bless masih menjadi legenda hidup bagi para penggemar musik rock di tanah air. Lengkingan suara Arul Efansyah dengan membawakan lagu andalan "Timur Trgaedi" mampu membawa penonton berjingkrak mengguncang Kota Gudeg tersebut.

Tarian "Headbanging" ala anak rock serentak dilakukan tanpa saling menggangu satu sama lain. Setelah itu, giliran God Bless muncul membawa kembali "romantika rock" era 80=an.

"Rumah Kita" dan "Panggung Sandiwara" yang dibawakan secara akustik mampu membuat ribuan penonton menjadi choir atau paduan suara dadakan. Sebelum akhirnya, "Musisi" dan "Semut Hitam" memberikan energi baru bagi lautan manusia di Stadion Kridosono yang "haus" suara distorsi.

Aransemen sentuhan etnik disajikan God Bless dalam membawakan kembali lagu-lagu di album Cermin (1982) yang membawa penonton seakan lupa bahwa Dream Theater-lah yang menjadi puncak pertunjukkan.

Akhirnya, sesi Dream Theater tiba, keseluruhan pembuka konser berjalan tertib dan tepat waktu sampai saatnya James LaBrie menyapa penggemarnya di Yogyakarta.

Para "profesor" musik ini menghentak panggung tepat pukul 21.00 WIB dan berjanji akan menyajikan karyanya selama durasi tiga jam serta mengajak penonton untuk bertahan bersama.

"As I Am" menjadi salah satu lagu awal yang dimainkan, solo bass John Myung membuka intro lagu "As I Am" guna memanaskan suasana. Di tengah lagu "As I Am", tiba-tiba John Petruci, Mike Mangini, Jordan Rudes serta John Myung berimprovisasi menyelipkan intro lagu "Enter Sandman" milik Metallica yang merupakan lagu dari grup band lain dan James LaBrie menyanyikannya dengan lantang lagu "Enter Sandman".

Sontak membuat penonton lebih beringas bergoyang dan teriak atas ulah Dream Theater tersebut dengan membawakan lagu Metallica diantara lagu mereka.

Secara penuh Dream Theater membawakan lagu dalam album "Images dan Words" dari mulai "Pull Me Under" hingga "Learning to Live". Banyak kejutan-kejutan aransemen diberikan pada tiap-tiap lagu, yang rata-rata secara kesamaan hampir mirip dengan detail di album rekaman mereka.

Salah satunya aransemen paling membuat penonton tercengang adalah pada bagian lagu "Metropolis part 1 : The Miracle And The Sleeper". Lagu berdurasi 9:30 menit tersebut diselipi dengan solo drum dari Mike Mangini. Dilanjutkan kemudian tempo ketukan progresif dengan konsep unisound atau seluruh personil memainkan nada yang sama dengan tempo serta ketukan drum yang tepat tanpa ada kesalahan sama sekali.

Setelah tepukan penonton usai "Metropolis part 1" selesai, James LaBrie mengatakan bahwa suatu saat Dream Theater harus ke Indonesia lagi namun bukan untuk pertunjukkan, melainkan sebagai turis, sebab ia mengungkapkan keindahan Indonesia namun belum sempat untuk menikmatinya.

Dan ia juga mengatakan penyesalannya karena tidak dapat bermain di lokasi yang menakjubkan yaitu Candi Prambanan, padahal mereka (Dream Theater) sudah menantikan bermain dengan latar belakang candi yang menurut mereka sangat megah tersebut.

Usai seluruh lagu dibawakan dan durasi sudah tiga jam, mereka menyatakan pamit serta undur diri dari panggung. Meski suasana dilanda gerimis, penonton tetap meminta "end core" dari Dream Theater, padahal semua personil telah mundur dari panggung.

"We want more" teriakan penonton makin kencang, ada yang meminta lagu "The Spirit Carries On", "Yste Jam", "The Dance of Eternity", "Strange De Javu". Dan tiba-tiba, John Myung mengambil bass kembali dan memainkan intro "A Change of Seasons" di mana lagu itu sendiri memiliki durasi sepanjang 23 menit 9 detik, cukup panjang untuk sebuah "end core".

Konser "Images and Words"-pun berakhir, ribuan penonton yang sudah mengantre panjang sejak pukul 14.00 WIB, kembali dengan tertib serta swafoto di beberapa titik konser yang bertuliskan JogjaRockArta. [Antara]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI