Suara.com - Sineas senior Slamet Rahardjo memberikan kritik dan masukan terkait wacana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang ingin menguatkan bidang perfilman melalui literasi. Menurut dia, tak semua orang mengerti arti dari literasi itu sendiri.
Slamet menilai pemerintah masih memandang sempit bahwa film cuma sebagai karya yang tayang di bioskop saja. Padahal, kata dia, film merupakan ilmu pengetahuan.
"Film adalah pengetahuan. Sekolah film masih take it from granted, bahwa anak sutradara jadi sutradara, anak cameraman jadi cameraman. Masih warisan belum menjadi ilmu pengetahuan," katanya dalam jumpa pers Hari Film Nasional di Jakarta belum lama ini.
Lelaki kelahiran 1949 itu menambahkan, anak-anak Indonesia cukup bisa diandalkan jika pandangan seperti yang dituturkan tadi diubah.
Baca Juga: Film "Gold" Kisahkan Penipuan Bre-X di Era Soeharto
"Padahal jika bicara soal anak berbakat, potong kuping saya, anak Indonesia nomor satu di Asia Tenggara," ujarnya.
Karenanya, Slamet mendorong pemerintah untuk membangun Civic Center atau Balai Rakyat demi terciptanya sarana perfilman yang dapat dijangkau oleh masyarakat secara luas. Jika terwujud, harapannya pemerintah bisa memberikan tontonan edukatif mengenai hal-hal sederhana.
"Seperti bagaimana bermain bola yang baik, siapa itu Chairil Anwar, ya nggak mungkinlah film-film seperti itu diputar di bioskop," ujarnya.
Dalam masukan yang diberikan, Slamet ingin civic center dapat terwujud ditingkat kabupaten atau bahkan kecamatan. "Di situ bisa menjadi departemen film-film," ujarnya.
Baca Juga: Mendikbud Muhajir Akui Film Kurang Diapresiasi di Tanah Air