Interview: Demian Bikin Gerakan "I Hate Camera Trick Magic"

Sabtu, 17 Desember 2016 | 09:02 WIB
Interview: Demian Bikin Gerakan "I Hate Camera Trick Magic"
Ilusionis Demian Aditya. [suara.com/Nanda Hadiyanti]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Industri hiburan sulap di Indonesia tak lagi marak seperti beberapa tahun lalu. Padahal, ajang pencarian bakat khusus pesulap cukup mendapat perhatian dari masyarakat kala itu.

Setidaknya bakat-bakat baru dari dunia sulap telah bermunculan. Mereka antara lain Limbad, Joe Sandy, Pak Tarno, dan Rizuki. Mereka selalu mengisi acara-acara yang ada di televisi. Tapi belakangan Limbad dan kawan-kawan mulai menghilang dari stasiun televisi.

Suara.com mewawancarai Demian Aditya, seorang ilusionis asal Indonesia yang sudah cukup punya taring. Kepada kami, dia memberikan pandagangannya mengenai kondisi itu. Berikut wawancara lengkapnya:

Anda sadar dunia sulap di Indonesia sudah mulai redup?

Sebenarnya masih ada, cuma bergantian aja, televisi kita kan musiman. Beberapa tahun lalu sulap yang naik, sekarang era sulap gantian sama stand up comedy. Ya bergantianlah sama seni-seni yang lain.

Menurut Anda, bagaimana perkembangan sulap saat ini di Indonesia?

Masih bagus kok, kayak saya sendiri sebulan pasti ada dua kali buat pertunjukan off air. Jadi masih ada, di komunitas masih bermunculan pesulap-pesulap baru dengan berbagai genre dan trik. Mungkin yang disebut hilang cuma di televisi, karena memang beberapa kejadian pertunjukan sulap langsung di televisi kena sensor Komisi Penyiaran Indonesia kan. Jadi mungkin stasiun televisi jaga-jaga juga ya.

Apakah ada hubungannya kondisi ini dengan perkembangan teknologi? Saat ini cukup banyak aksi sulap di media sosial yang menggunakan trik kamera.

Kalau nanya saya, saya nggak suka dengan cara itu. Buat saya itu kayak penipuan dalam dunia sulap, itu bukan sulap. Dan nggak ada hubungannya dengan penurunannya di televisi.

Kenapa?

Karena tak ada nilai seni yang diajarkan di situ. Kalau kayak gitu semua orang juga bisa, nggak usah belajar sulap, tinggal belajar editing aja. Tapi mau gimana itu hak masing-masing. Cuma di seni pertunjukan sulap itu nggak diakuin.

Terus apa yang Anda lakukan untuk menangkal gerakan itu?

Saya sekarang bikin semacam gerakan i hate camera trick magic, itu saya lakuin di instagram. Gerakan ini ngajak temen-temen pesulap Indonesia untuk bikin video yang anti kamera editing. Mereka benar-benar keluarin kemampuan, trik serta skill yang mereka punya di videoin dan diunggah ke instagram dengan hastag I Hate camera trick Magic.

Tapi menurut anda video editing itu masuk ranah seni juga nggak sih?

Nggak dong, kalau dia ngedit buat film nggak apa-apa. Tapi dia atas nama sulap, kalau dia bilang ini editing bukan sulap itu oke.

Dari mana awalnya marak penggunaan video editing di dunia sulap?

Awal mulanya itu kan yang bikin terkenal dari akun instagram Zach King. Cuma si Zach ini kan nggak pernah ngaku ini sebagai tandingan trik sulap. Dia ngaku sejak awal kalau dia adalah Kingnya final cut bukan sulap. Cuma orang-orang salah tafsir saja, dikirinya sulap itu tinggal belajar video aja, terus bisa jadi pesulap.

Gerakan yang anda lakukan sudah sejauh mana? Banyak pengikutnya?

Alhamdulillah gara-gara gerakan itu saya jadi dikenal sama pesulap-pesulap luar negeri yang mensupport gerakan ini. Mereka dukung gerakan saya.

Anda sendiri saat ini sedang mempersiapkan apa?

Ada show pasti tiap tahun punya agenda, cuma acara tahun depan ini adalah pertunjukan yang harusnya dilakukan Desember 2016 ini. Karena ada beberapa masalah harus ditunda.

Kendalanya apa sampai ditunda?

Saya ini kan kalau bikin pertunjukan harus spektakuler, dan disiarkan langsung biar semua orang dipelosok bisa juga liat aksi saya. Nah, nggak mungkin dijalanin Desember, waktunya terlalu mepet. Karena saya harus menyiapkan fisik yang lebih kuat lagi.

Seberapa tinggi tingkat bahayanya?

Lebih bahaya dari tahun lalu yang jelas, tingkat bahaya sampai 20. Kalau tahun lalu ditimbun semen itu kadar bahayanya kalau 1-10 itu di 5. Pertunjukan yang ini sampai 20 tingkat bahayanya. Tapi itu tahun depan, makanya saya tunda ga mau persiapan yang mepet, nggak mau ambil risiko juga.

Apalagi yang beda dengan pertunjukan tahun depan itu?

Selain disiarkan secara langsung di televisi, saya juga siapkan video live streaming. Biar bisa dilihat secara masal, karena masyarakat Indonesia masih antusias dengan sulap. Itu untuk menjangkau penonton di pelosok tanah air, supaya tiap orang bisa lihat dan melihat langsung 24 jam.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI