Di era modern seperti sekarang, model perekrutan anggota ISIS berkembang pesat. Kalau dulu dilakukan melalui pengajian-pengajian, sekarang polanya lewat media sosial.
Demikian salah satu pesan yang terungkap lewat film dokumenter berjudul Jihad Selfie karya Noor Huda Ismail. Noor Huda Ismail merupakan pemerhati isu terorisme global yang sekarang sedang menyelesaikan program PhD Politik dan Hubungan Internasional di Monash University, Melbourne, Australia.
Suara.com - Film dokumenter berdurasi 49 menit berisi tentang penelusuran Noor Huda terhadap pemuda Indonesia yang kepincut gabung dengan ISIS lewat media sosial.
"Pertama karena galau. Naiklah ke pencarian jati diri. Setelah itu masuk maskulinitas, kelelakian. Ingin jadi lelaki yang betul-betul dan akhirnya itu. Jadi anak muda yang keren," katanya.
Tetapi, akhirnya pemuda tersebut batal gabung kelompok radikal tersebut karena teringat keluarganya di Aceh. Akbar pun pulang lagi.
"Kenapa nggak jadi berangkat karena ibu. Mungkin ibu akan sakit-sakitan. Terus seperti kata Pak Huda, mainnya kurang jauh, pulangnya kurang malam. Mungkin jihadnya sekarang untuk bantu ibu, lebih bagus, bisa berbhakti untuk bangsa negara dan agama," kata dia.
Pembuatan film dokumenter tersebut dilakukan Noor Huda Ismail selama bulan Maret 2015 sampai Juni 2016. Dia pergi ke sejumlah negara untuk mengumpulkan data. Dia pergi ke Lamongan, Semarang, Jakarta, Nusakambangan, Turki, dan Mesir.
Pembuatan film tersebut, selain mewawancarai beberapa orang yang pernah berjihad, juga memasukkan rekaman-rekaman video tentang baiat terhadap simpatisan ISIS di wilayah Jakarta.
Usai pemutaran film, ketika ditanya apakah setelah pemutaran film Jihad Selfie mendapatkan tekanan atau ancaman dari pihak yang tidak menyukainya, Noor Huda Ismail mengatakan film ini awalnya didedikasikan untuk anak-anaknya agar mendapatkan kehidupan yang damai.
"Film bukan film untuk jelekkan ISIS. Tidak ada kata-kata menjelekkan di situ. Dan sebenarnya film kan bukan untuk umum, tetapi untuk anak saya. Kalau mereka marah, kan film ini bukan untuk kalian (mereka yang marah," kata Noor Huda, dosen pelajaran budaya Indonesia di Monash University.
REKOMENDASI
TERKINI