Suara.com - Artis Primus Yustisio berkomentar soal citra Dewan perwakilan Rakyat (DPR) yang makin merosot di mata masyarakat. Menurutnya, publik semestinya tak langsung mencap DPR buruk DPR sebagai lembaga kehormatan negara. Kalaupun ada yang melanggar, itu hanya ulah segelintir orang.
Sejak menduduki kursi dewan di Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional, suami artis Jihan Fahira ini nyaris tenggelam di ranah hiburan. Waktunya habis disedot urusan politik. Kendati demikian, dia berusaha menyempatkan kebersaman dengan keluarga kecilnya.
Ditemui disela-sela rapat paripurna Kamis (17/12/2015), Primus pun menyempatkan waktunya berbincang dengan suara.com. Berikut petikan wawancara dengan Primus di lantai III, Gedung Nusantara II, DPR, Senayan, Jakarta
Sejak menjadi Anggota DPR RI, bagaimana kesibukan membagi waktu antara karier dan keluarga?
Jalani saja sebagaimana mestinya, biasa saja tidak ada yang terganggu. Berjalan dengan amat baik, ini kan bukan pertama kalinya saya menjadi anggota DPR. Artinya sudah punya pengalaman, waktunya jelas. Background saya di keartisan lebih tidak jelas waktunya. Sama-sama kita menghargai waktu dengan sebaik mungkin saya rasa, saya bisa bagi waktu.
Bagaimana membagi waktunya untuk istri dan anak?
Kebetulan, walaupun saya di komisi VI yang mitranya itu banyak sekali, tetapi dalam satu minggu fullnya Senin sampai Kamis, jadi paling weekend menghabiskan dengan anak istri. Tetapi, pagi-pagi kan saya ketemu anak-anak, yang pasti komunikasi saya dengan istri dan anak-anak lancar.
Bagaimana menanggapi citra buruk di DPR karena banyak anggota DPR yang terkena skandal korupsi dan lain-lain?
Pertama begini, DPR kan membuat keputusan kolektif kolegial, sama juga dengan citranya. Hanya beberapa orang saja (terkena kasus) merambat ke lainnya, ke lembaganya, itu yang lebih parah lagi. Padahal DPR itu lembaga terhormat, yang membuat tidak terhormat itu individunya.
Jadi tidak bisa disamaratakan. Tentu saya sebagai anggota DPR merasa tidak adil akan hal ini, tetapi itu kenyataan, seperti itu. Biarkan saja orang menilai, hak rakyat Indonesia menilai seperti itu.