Kisah Ustadz Menangis Dibayar Rp35 Ribu hingga Rp30 Juta

Tomi Tresnady Suara.Com
Minggu, 06 Desember 2015 | 09:50 WIB
Kisah Ustadz Menangis Dibayar Rp35 Ribu hingga Rp30 Juta
Ustadzah Lulung [suara.com/Ismail]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Tugas ulama sungguh mulia. Dia punya beban untuk meneruskan misi para nabi untuk mencari, mengembangkan, dan meyebarkan ilmu demi balasan dari Allah SWT.

Bisa dibayangkan, akhlak umat manusia tergantung dari dari akhlak ulamanya. Umat yang rusak tak lepas dari keburukan ulamanya.

Kali ini, suara.com mewawancarai tiga orang ulama yang sudah dikenal baik oleh umat Islam di Indonesia karena sering memberikan ceramah melalui program televisi. Mereka adalah Riza Muhammad, Siti Umrul Ain, dan Syamsudin Nur.

Mereka berbagi pengalaman setelah menjadi ustadz dan ustadzah kondang. Mulai dari soal bayaran yang diterima setiap mengisi ceramah hingga godaan hawa nafsu karena posisinya sebagai orang yang tahu ilmu agama.

Mulai dari Ustadzah Lulung

Ustadzah Lulung Menangis Bayar Rp35 Ribu Sama Orang Kaya

Ustadzah Siti Umrul Ain atau yang lebih akrab di sapa Ustadzah Lulung merupakan satu dari sekian penyiar agama yang kerap mucul di televisi.

Namun, ia dikenal bukan karena ada darah dengan seorang politikus kontroversial yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD DKI, Lulung Lunggana. Bahkan dengan tegas, panggilan Lulung sudah tersemat saat dia masih kecil dan sekolah di pesantren.

"Sebenarnya nama aku Rul, saya dipanggil Lulung sejak masuk televisi. Tapi memang panggilan ini udah dipanggil sejak pesantren. Itu dari nama Rul karena adik saya dipanggilnya pake 'ng', Lulung, Jujung, Mumung, dan Jajang," katanya kepada Suara.com.

Saat masih kecil, Lulung mengaku tidak pernah bercita-cita untuk menjadi seorang penyiar agama. Namun, karena keinginan ayah kandungnya yang ingin semua anak-anaknya belajar di pesantren, sehingga dia bisa tahu pengetahuan Islam.

"Padahal Ane nggak kepengen banget yang namanya nyantren, nggak betah. Tapi orangtua yang nyuruh jadi aku harus ikutin," tuturnya.

Llulus SMA, Lulung langsung melanjutkan kuliah di IKIP Lombok dan tinggal di pesantren. Di sela waktu luangnya dia mengajar agama Islam di Lombok pada tahun 1995. Diakuinya ada rasa bosan tinggal di pesantren selama bertahun-tahun.

"Pesantren ketemunya ustadz mulu. Gua pengen dong ketemu anak metal. Untungnya setelah menikah tinggal bermasyarakat. Terus biasa ada tetangga RT dan RW datang untuk diminta ngajar. Jadi dari RT ke RT, terus ke RW, eh, mesjid deh," kenang dia.

Dari sini ustazah lulung mulai aktif memberi tausih. Bahkan beberapa kali dirinya mengisi acara-acara dan dipercaya menjadi ustazah di instansi-instansi pemerintah dan mengisi acara-acara syukuran.

Bayarannya belum seberapa. Bahkan Lulung pernah menangis karena uang yang diterima tidak sepadan dengan acara yang diisinya.

"Bukan masalah nggak ihklas. Tapi dia orang kaya Rp. 35 ribu, nggak pantes. Gua punya pengajian yang isinya janda-janda, anak yatim nggak apa-apa mereka nggak bayar, nah dia orang kaya, rumah Rp2 M ngasih cuman Rp35 ribu. Dan itu memang saat aku belum muncul di televisi," jelasnya.

Lulung bukan tergolong penceramah yang puritan. Dia menuntut dirinya untuk melek terhadap teknologi. Bahkan dia memiliki beberapa akun sosial media. Berkat Facebook dia bisa bertemu dengan teman lamanya di pesantren, ustadz Jeffry Al Bukhori alias Uje yang kini telah almarhum.

" Dia kakak kelas aku, saat di pesantren cuman dia nggak namatin. Terus kita tukeran Pin BB (BlackBerry Messenger)," lanjutnya.

Dibalik silahtuhrahmi melalui sosial media facebook, Lulung mendapat berkah yang melimpah. Dia diajak almarhum Uje untuk mengisi tausiah di pengajian yang dipimpin oleh istrinya, Umi Pipik.

"Setelah kita temenan BB dia ngajakin aku untuk ngisi pengajian umi Pipik itu tahun 2010. Pokoknya dari RT ke RT, mesjid ke mesjid dan akhirnya ngisi jamah," jelasnya.

Berkat almarhum Uje juga, akhirnya Lulung bisa merasakan syuting dan memberi cermah melalui televisi di tahu 2011.

"Jadi memang ada campur tangan beliau juga. Nah 2012 mulai masuk televisi dan ngisi beberapa program tausiah di televisi-televisi," kenangnya.

Soal bayaran, tidak dipungkiri Lulung sudah mulai naik. Berbeda saat dirinya mendapat honor untuk pertama kalinya mengajar di sebuah pesanteren. Saat di pesantren tahun 1994-1995, ia mendapat honor sebesar Rp25 ribu, keluar dari pesantren dan jadi guru digaji Rp50 ribu perbulan. Jadi perbulan itu kita ngajar 2 kali, jadi sekali ketemu 25 ribu. It tahun 1997," jelasnya.

Beruntung saat mulai mengisi program tausiah di televisi bayarannya pun mulai naik.

"Honor di televisi, macam-macam cin, sebenarnya nggak sampai juta-jutaan. Cuman per-episode bisa sampai Rp. 500 ribu. Nah yang off air ini bisa sampai jutaan," lanjutnya.

Walau sudah dikenal banyak orang dan sering masuk televisi. Lulung mengaku tidak pernah mematok harga untuk mengisi acara.

"Sebenarnya soal honor sepadan lah. Honor naik itu kita nggak pernah ngomong. Mereka tahu kita masuk televisi, orang ngiranya pasti mahal. Padahal sih nggak gitu-gitu juga," jelasnya.

Diakui Lulung, banyak kritikan perihal ustaz-ustaz yang lebih suka masuk televisi ketimbang memberi tausiah di mesjid atau musola kecil. Namun dia kembalikan lagi kepada niat para penyiar agama Islam.

“Ada yang mengatakan kalau syiar kenapa nggak. Karena kalau di televisi 30 menit yang lihat bisa berjuta-juta orang. Bahkan aku pernah nanya ke guru aku, bila kita ngajar 10 orang tiba-tiba dipanggil yang jamahnya ada 50 orang, dia nyuruh yang ke 50 orang," jelasnya.

Lulung pun tidak terhindar dari kritikan pedas masyarakat. Bahkan yang mengkritik dirinya adalah jamah saat yang dulu sempat mengaji dengan dirinya. Yang dulu sebelum bertemu dengan dirinya belum mendapat hidayah.

"Nah, yang suka kritik saya mereka yang dulu anak didik saya. Yang sekarang sudah berhijab. Jadi anggap aja saya ini guru TK dia," ujarnya.

"Kritikan yang sering kena sama saya, mereka menilai ngaji sama Lulung apaan aja boleh. Kayak istri nggak boleh pergi tanpa seizin suami, jadi saya bilang boleh asal sesuai dengan dalil yang ada. Jadi ada hadis-hadis yang kadang-kadang nggak dikasih tahu ke orang-orang. Jadi di sini aku kasih tahu hadis yang melarang dan hadis yang membolehkan," tutup dia. (Ismail)

Berikutnya, Ustadz Syamsuddin

Syamsuddin Nur Jadi Korban Gosip

Ustadz satu ini dikenal lewat acara Islam Itu Indah. Sejak itu namanya mulai dikenal di berbagai tempat. Dia dikenal dengan nama Syamsuddin Nur.

Lelaki yang juga disapa Syam ini tak pernah menyangka akan menjadi pendakwah di layar kaca sehingga dia menjadi salah satu ustadz selebriti.

"Ternyata dampaknya akan lebih terasa ketika medianya disiarkan. Jangkauannya luas. Meski dari mesjid ke mesjid juga bisa dengar semua, tapi kalau disiarkan di televisi, bisa dengar semua di waktu yang bersamaan," kata Syam kepada suara.com.

Usianya masih terbilang muda, menginjak 23 tahun. Dia ingin membawa semangat kekinian dalam menyampaikan dakwahnya. Dia selalu mencari cara agar apapun yang sesuai dalam ajaran Islam diterima dengan cara yang baik dan benar.

"Kalau di program yang sedang saya jalani sekarang, ada Ustadz Maulana yang menyampaikan ajaran lewat kegiatan keseharian, Ustadzah Oki Setiana yang mencontohkan lewat alkisah di zaman nabi dan saya lebih ke isi Alqurannya. Lebih ke dalil," ujarnya.

Tapi ternyata hal itu tidak mudah. Ada saja sandungan yang membuat Syam memutar otak agar bisa diterima umat yang masih belum bisa menyerap ceramahnya.

"Banyak PR ustadz di sini. Di sini itu masih sensitif. Baper lah istilahnya. Kita harus pintar mengemas. Contoh saja kalau menghadapi ibu-ibu dan membicarakan poligami. Itu bukan hal mudah. Poligami memang ada aturannya, tapi perempuan mana sih yang bisa dengan mudah menerimanya. Karena itu ketika menyampaikan bahwa poligami memang boleh, tapi harus begini begini atau lebih baik tidak," ungkap dia.

Lain lagi ketika dia harus menceritakan tentang hubungan antara lelaki dan perempuan yang belum menikah, atau berpacaran. Dia pernah digosipkan dengan Ria Ricis, adik dari aktris sekaligus Ustadzah Oki Setiana Dewi.

"Karena saya paling muda, sering digodain sama yang lain. Tapi hikmahnya kita jadi menyampaikan juga. Belajar juga. Bukan berarti diledekin dan dijodoh-jodohin lalu jadi berbuat maksiat kan?" tambahnya lagi.

Sebagai ustadz yang tengah naik daun, Syam sudah siap dengan segala konsekuensinya. Sejauh ini, dia tetap yakin ada jalan untuk mereka yang niatnya baik ingin berdakwah menyampaikan pesan dan ajaran Islam dengan benar.

Syam juga tak menutup mata. Sebut saja Ustadz Maulana, rekan kerja sekaligus seniornya dalam belajar agama Islam, kini tengah tersangkut kasus. Dia pun menjadi lebih berhati-hati lagi dalam menyampaikan pesan atau dakwah lewat media.

"Kitanya harus hati-hati juga karena pasti ada saja pihak yang tidak bertanggung jawab dan memanfaatkan keadaan," tutup Syam.(Nanda)

Berikutnya, Ustadz Riza

Dibayar Hingga Rp30 Juta, Ustadz Riza Tak Pasang Tarif

Menjadi seorang pendakwah kondang sebetulnya bukan ekspetasi ustadz Riza Muhammad (32). Sejak dulu di cuma bermimpi menjadi public figure di bidang public speaking seperti presenter atau pembaca berita.

Keinginannya meraih mimpi tersebut dibuktikan dengan mengikuti berbagai audisi pencarian bakat. Misalnya, pada tahun 2004 dia mencoba mengubah nasibnya dengan mengikuti ajang ‘Indonesia Star’ sebagai presenter yang diadakan Metro TV. Dia pun berhasil menjadi finalis.

Selanjutnya, Riza mengikuti ajang DAI TPI. Perlahan tapi pasti, kareirnya mulai terang benderang. Dia diajak main sinetron dan FTV. Tapi karena sepi job lagi, dia memutuskan hijrah ke Bali. Di sana pemilik nama asli May Riza Kurnia ini menjadi presenter kondang.

“Ceramah itu adalah idealis, ketika saya beceramah pekerjaan saya tetap sebagai MC,” katanya kepada suara.com.

Bekal sebagai finalis DAI TPI membuat orang memandangya berkompeten menjadi pendakwah. Terlebih ketika dia sempat bergabung di manajemen Ustadz Solmed pada 2011. Dari situ, stempel sebagai ustadz kondang melekat di dirinya. Riza akhirnya sadar Tuhan menghendakinya sebagai seorang pendakwah, bukan presenter.

Sampai pada suatu titik, wajah Riza mengitari stasiun televisi yang berbeda setiap harinya seperti di tayangan sinetron, acara pencarian bakat sebagai juri, dan acara siraman rohani. Bahkan dia tak memungkiri mendapat julukan ustadz seleb seperti para ustadz lainnya.

“Saya nggak mengerti bagaimana dua kata itu bisa muncul. Siapa yang menggagas saya juga nggak mengerti. Istilah ini muncul mungkin karena sering tampil di acara yang sifatnya bukan hanya ceramah di atas mimbar, bukan pure acara keagamaan, tapi dengan kemasan yang lain. Seperti main sinetron misalnya,” ujar jebolan pesantren Al Abror di Situbondo, Jawa Timur ini.

Seiring kepopulerannya menanjak, media infotaimenT mulai menjadikan kehidupan pribadi Riza sebagai komoditas. Layaknya selebriti, wajah Riza muncul hampir tiap minggu di berbagai tayangan infotaimenT. Stempel ustadz seleb makin melekat saat dia menikahi Indri Giana, bintang sinetron Pesantren dan Rock N Roll. Riza dan Giana sama-sama bermain di sinetron tersebut.

“Saya tidak memungkiri semenjak ada istilah ustadz seleb, ada dua paradigma yang timbul. Pertama, di satu sisi nyaris ada hal-hal privasi yang mulai terganggu. Di satu sisi lagi masyarakat menyukai infotaimen. Saya, istri, sampai anak saya jadi komoditas berita. Media meliput apa saja tentang kami seperti bersih-bersih rumah, bikin mie instan, sampai hal remeh temeh, hal-hal yang nggak penting diangkat sebetulnya,” katanya.

Tapi saat ini, Riza mulai memagari diri. Ada hal-hal tertentu yang tak ingin diekspos lewat media. Apalagi ibunya sempat menegurnya setelah melihat dia dan sang istri tampil mesra di tayangan infotaiment.

“Ibu bilang ‘apa-apaan sih tuh mesra-mesraan. Ibu kan malu sama temen-temen’,” ucapnya sambil tertawa.

“Pernah media saya tolak ketika ibu saya sakit, media mau datang waktu itu. Saya bilang ini kan lagi berduka. Cuma ya, aku rasa media sosok yang mengerti juga kok, kalo kita nggak mau, mereka menerima,” katanya lagi.

Sejauh ini, Riza mengaku tak risih dengan stempel ustadz seleb. Tapi lelaki berlesung pipit ini akan marah bila ada yang menyebutnya sebagai ustadz tarif. “Saya nggak pernah pasang tarif. Saya selalu larang manajemen saya pasang tarif. Kalau ada masyarakat yang minta bantuan saya, berapapun bayarannya saya terima. Masak diminta datang ke acara majlis taklim saya tolak, itu dosa,” ucapnya.

Tapi jujur, kata Riza, bayarannya sebagai pendakwah juga tak kecil bila diundang oleh perusahaan atau didapuk mengisi acara kampanye Pilkada. Dia bisa mengantongi Rp 25 sampai 30 juta sekali ceramah.

“Saya syukuri. Ini kan rezeki dari Allah,” ujar lelaki kelahiran 1 Mei 1983 ini. (Yazir).

REKOMENDASI

TERKINI