Seperti yang kamu tau, hari ini tepat 50 tahun lalu ada sebuah peristiwa kelam terjadi di Indonesia. Sebuah sejarah yang sampe hari ini masih jadi perbincangan bangsa.
Entah dari sisi mana peristiwa ini dibahas, bahkan beberapa filmmaker pernah mengangkatnya ke dalam sebuah film.
Baca juga artikel ini:
- Memperingati Peristiwa G30S, Yuk Kenalan Lagi Sama 10 Pahlawan Revolusi Ini
- Kalo Film G30S Dibuat Lagi, Kira-Kira Ini Para Pemainnya
- 5 Alasan Kenapa Film ‘Penumpasan Pengkhianatan G30 S/PKI’ Itu Bagus
- 4 Pahlawan Reformasi Dari Trisakti Yang Tak Boleh Kamu Lupakan
1. The Act of Killing (Jagal)
Anwar dan kawan-kawan adalah sekelompok preman bioskop-yang menguasai pasar gelap karcis-yang direkrut oleh tentara untuk menjadi pemimpin pasukan pembunuh. Mereka membantu tentara membunuh lebih dari satu juta orang yang dituduh komunis, etnis, Tionghoa, dan intelektual, dalam waktu kurang dari satu tahun. Dan lewat film ini, Anwar dkk dengan bangga menceritakan tentang pembunuhan yang mereka lakukan, dan cara yang mereka gunakan untuk membunuh.
2. Look of Slience (Senyap)
Berbeda dengan film pertama yang menyoroti pelaku pembantaian, di film keduanya, Joshua menjadikan keluarga korban pembunuhan peristiwa 1965 sebagai tokoh sentral. Adalah Adi, seorang tukang kacamata keliling yang juga adik dari Ramli, salah satu korban peristwa tersebut (yang dianggap sebagai simpatisan PKI). Melalui profesinya, Adi berusaha menemukan siapa pembunuh kakaknya sekaligus mencoba memecahkan kebisuan tragedi tersebut dengan mendatangi para pelaku pembunuhan.
3. The Year of Living Dangerously
Sebuah film drama romantik Australia yang berkisah tentang petualangan seorang wartawan Australia yang ditugaskan meliput situasi di Jakarta pada tahun 1965, tepatnya sebelum hingga saat peristiwa G30S. Walau latarnya peristiwa 1965, tapi film ini gak bisa dijadikan gambaran penuh tentang peristiwa 50 tahun silam itu, karena syutingnya pun dilakukan di Filipina bukan di Indonesia. Tapi tetep aja sih di jaman Orde Baru, film ini dilarang tayang di Indonesia, karena isinya yang dianggap tidak sesuai dengan sejarah (versi Orde Baru).
4. Lentera Merah