Pernah berandai-andai bagaimana Indonesia di masa 20 tahun mendatang? Sutradara Anggy Umbara ungkap ketakutannya akan keadaan Indonesia di tahun 2036 dalam film berjudul 3.
Diawali dengan hak asasi manusia yang diagungkan. Kebebasan pemikiran diutamakan hingga membuang sisi agamis masyarakat Indonesia. Mereka yang beragama dianggap ekstremis, membahayakan dan harus ditumpas. Kekacauan terjadi di sana sini. Indonesia seperti kota yang nyaris lumpuh.
Di sinilah tiga sahabat berperan penting menjaga keutuhan negara. Tokoh pertama adalah Alif (Cornelio Sunny), bertugas sebagai polisi negara. Trauma masa kecil membuatnya ingin membalas dendam pada mereka yang disebut kriminal. Sisi kerasnya hanya bisa dikalahkan dengan kelembutan Laras (Prisia Nasution), perempuan yang dicintainya.
Tokoh kedua bernama Herlam, atau akrab disapa Lam (Abimana Aryasatya). Dia berperan sebagai jurnalis handal. Memiliki istri bernama Gendis (Tika Bravani) dan seorang anak laki-laki bernama Gilang. Lam sering membantu Alif mencari tahu latar belakang target-target yang harus dia tumpas.
Tokoh ketiga bernama Mimbo atau akrab disapa Mim (Agus Kuncoro). Di tengah lunturnya kepercayaan agama, Mim tetap bertahan pada keimanannya. Dia menjadi seorang ulama di desa terpencil dan membangun pondok pesantren.
Ketiganya memiliki jalan hidup masing-masing sampai satu pihak mengadu domba mereka. Lam digiring menguak kasus pengeboman lewat tulisannya. Dia menuliskan bahwa pelaku pengeboman mengarah kepada Mim.
Alif yang mengetahui hal itu tak tinggal diam. Kemarahan membuatnya bertempur dengan sahabatnya sendiri. Padahal ada pihak yang bersenang-senang di balik perseteruan ketiganya. Di luar itu, bahaya juga mengintai keluarga dan orang-orang yang mereka sayangi.
Film yang diproduseri Arie Untung ini meyakinkan dari sisi penggambarannya. Kehancuran kota terlihat jelas dari gedung-gedung yang tak lagi utuh. Namun sesekali kenyamanan hidup Lam dengan rumah mewah dan fasilitas canggih terlihat kontras dengan hidup Alif yang berada di tengah kota yang hancur.
Begitu juga dengan kehidupan Mim yang digambarkan masih berada di pedesaan. Padahal Lam dan Alif sudah hidup di jaman canggih, bahkan mereka menggunakan ponsel tembus pandang berbahan kaca.
Di luar kontrasnya penggambaran tiga tokoh utama, film ini memiliki jalan cerita yang unik. Pengandaian sang sutradara memberikan perenungan bagi masyarakat Indonesia untuk berpikiran lebih maju lagi.