Pasal Ini Jelaskan Krisna Mukti Ayah Sah dari Anak Devi

Jum'at, 29 Mei 2015 | 21:35 WIB
Pasal Ini Jelaskan Krisna Mukti Ayah Sah dari Anak Devi
Devi Nurmayanti melaporkan Krisna Mukti ke Polda Metro Jaya, Jumat (29/5/2015). [suara.com/Ismail]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Devi Nurmayanti menuding pihak suaminya, Krisna mukti, salah alamat melaporkan dirinya ke Polda Metro Jaya atas kasus pemalsuan dokumen anak Devi berinisial SAA.

"Mana unsur 266 (pasal pidana meletakkan keterangan palsu dalam surat), nggak ada itu memberikan keterangan palsu itu nggak ada," kata Afdal, kuasa hukum Devi, di Direktorat Reserse Kriminal Umum, Polda Metro Jaya, Jumat (29/5/2015).

Menurut Afdal, ketika perempuan melahirkan, yang dilihat adalah KTP, buku nikah, dan dilihat nama ayah sang bayi. "Baru rumah sakit atau bidan akan mengeluarkan surat keterangan lahir," kata dia.

Afdal menambahkan, anak yang sah adalah anak yang lahir dalam sebuah pernikahan yang telah resmi dan tercatat dalam hukum Indonesia.

"Jadi tolong dibaca UU No 1 tahun 74 pasal 42 yang dimaksud anak sah apa? Anak sah lahir di dalam perkawinan yang sah! Entah bapak biologis atau bukan, tapi kalau lahir di perkawinan yang sah itu anak sah," jelasnya.

Sehingga Afdal menilai Krisna wajib bertanggung jawab karena secara sah telah menikahi Devi.

"Yang bertanggung jawab itu siapa? bapak yang ada di kutipan akta nikah, bukan ayah biologisnya," lanjut Afdal.

Devi dan Krisna pun sudah saling melaporkan ke Polda Metro Jaya. Devi dilaporkan Krisna dikenakan pasal 266 KUHP tentang meletakkan keterangan palsu ke dalam surat. Selain itu, pasal 277 KUHP tentang kejahatan terhadap asal-usul dan perkawinan.

Jika terbukti melakukan pemalsuan seperti yang disangkakan Krisna, Devi terancam hukuman 7 tahun kurungan. Sebelumnya, Devi melaporkan duluan Krisna ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Metro Jaya.

Devi yang sudah menggugat cerai Krisna di Pengadilan Agama Depok, Jawa Barat, itu telah membuat dua laporan, yang pertama soal tudingan penelantaran dalam rumah tangga seperti yang termaktub dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI