Suara.com - Kasus pembunuhan Dedeuh, pemilik akun @tataa_chubby menyibak prostitusi di dunia maya. Nyawa Dedeuh dihabisi pelanggannya di kamar kos di bilangan Tebet, Jakarta Selatan. Masalahnya sepele, hanya gara-gara pelaku berinisial RS tak terima diledek bau badan.
Dedeuh hanya satu dari ratusan akun mesum yang menyediakan jasa pemuas syahwat. Setelah kasus Dedeuh, banyak akun yang memilih 'tutup warung', namun tak sedikit yang nekat 'berjualan' karena tuntutan ekonomi.
Pengacara kontroversial Farhat Abbas yang biasa bercuit di Twitter pun bungkam. Tak satupun komentarnya yang dikenal pedas, menyasar kasus pembunuhan Dedeuh.
Seperti apa komentar Farhat terkait maraknya pelacuran di jejaring sosial? berikut perbincangan khusus Suara.com dengan Farhat baru-baru ini.
Sepenting apa media sosial buat Anda?
Twitter itu nggak penting. Tapi karena Twitter saya jadi (orang) penting.
Apa yang membuat Anda merasa menjadi orang penting karena Twitter?
Twitter itu media untuk berkomunikasi juga. Karena saya punya follower hampir 1 juta, jadi saya bebas mengekpresikan lewat akun Twitter saya dong.
Biasanya komentar apa saja yang diposting ke Twitter?
Apa saja. Mulai dari permasalahan sosial di masyarakat, mengenai dunia selebriti maupun pemikiran-pemikiran dan juga karya saya.
Tapi, saat kasus pelacuran online terungkap setelah pembunuh Dedeuh tertangkap, Anda kok tidak ikut berkomentar. Kenapa?
Saya nggak ke sana. Pelacuran itu kan ilegal ya.
Bagaimana tentang maraknya pelacuran di media sosial?
Twitter itu kan hanya alat. Sama seperti dulu-dulu. Kalau dulu alatnya lewat telepon. Lagipula kan itu hanya oknum. Tidak menyeluruh.
Sebelumnya Anda tahu tentang pelacuran online?
Nggak. Ya, kalau yang tahu pasti itu sudah antara pelanggan. Saya nggak tahu soal itu.
Pernah iseng cari-cari akun nakal yang menjajakan diri?
Nggak tahu. Seperti itu kan rata-rata pelanggannya saja. Yang memesan hanya berpindah media lewat Ttwitter.
Apa komentar Anda soal pemerintah kecolongan terkait pelacuran online?
Itu kan situasional saja. Namanya pelacuran pasti bisa dilakukan diam-diam. Kecolongan (pemerintah) itu pasti ada. Lagipula bukan cuma di Twitter. Pelacuran itu ada, jangan cuma dilihat dari Twitter saja.
Menurut Anda pelaku dan pelanggan pelacuran online bisa dijerat secara hukum?
Itu balik lagi kan situasional. Kalau ketahuan kan sudah ada hukumnya Undang-undang ITE.
Pesan untuk pengguna media sosial?
Kalau Twitter kan sebaiknya dipakai untuk hal-hal positif. Kita bebas mengekspresikan diri. Asal jangan yang ilegal saja.
BERITA MENARIK LAINNYA:
Gumpalan Asap Letusan Gunung Calbuco Membentuk Sosok 'Dewa'
Ada Prostitusi Anak di Apartemen Kalibata
Keren, Ray Sahetapy Main di Film "Captain America"
Lahir dengan 4 Tangan dan 4 Kaki, Bayi Dianggap Titisan Ganesha