Sepi Penonton, Penutupan Jak Jazz 2014 Tetap Meriah

Senin, 08 Desember 2014 | 02:45 WIB
Sepi Penonton, Penutupan Jak Jazz 2014 Tetap Meriah
Salah satu band penampil pada Jak Jazz 2014 di Monas, (7/12). (Suara.com/Yazir Farouk)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Festival musik Jak Jazz 2014 telah memasuki hari terakhir setelah dibawa dari panggung ke panggung sejak 24 November kemarin. Penutupan festival jazz tertua di Indonesia ini digelar di Lapangan Monas, Jakarta Pusat, Minggu (7/12/2014).

Acara yang dimulai dari pukul 15.00 WIB itu menghadirkan musisi jazz lintas generasi. Terdapat dua panggung kecil serta satu panggung besar di sana. Pengunjung Monas bisa menikmati alunan musik jazz tanpa harus merogoh kocek.

Jak Jazz kali ini memang dibikin berbeda, tak seperti tahun-tahun sebelumnya karena di bawah naungan penyelenggara baru, yakni Indonesia Jazz Society (IJS).

Perbedaan mencolok adalah dengan diusungnya konsep city festival. Jak Jazz digelar bukan di satu tempat selama 14 hari, melainkan berkeliling mulai dari kampus, mal, kafe, sampai ruang terbuka publik. Penyelenggara ingin Jak Jazz kali ini lebih merakyat.

Pemilihan lapangan Monas sebagai puncak Jak Jazz 2014 terasa pas lantaran terletak di pusat Ibu kota. IJS memanfaatkan kehadiran warga Jakarta yang sedang mengisi liburan akhir pekan di Monas.

Malam itu, ada sederet musisi jazz yang unjuk gigi. Mereka antara lain Beben Jazz, Danilla, De Rin, Edric Nigel, Honey Beat, Art of Tree, Krishna Balagita Quartet, dan JD Experiment. Tak ketinggalan juga dua musisi jazz senior  Ireng Maulana dan Mus Mujiono.

Suara.com sempat lama menyaksikan penampilan Krishna Balagita Quartet yang digawangi Krishna 'eks Ada Band' (kibor), Dika 'eks Ada Band' (bas), Bowie 'Gugun Blues Shelter' (drum) dan Adit (gitar). Penampilan mereka begitu apik lewat alunan komposisi yang dimainkan.

Sayangnya,  sound mereka terdengar kurang fokus lantaran beradu dengan suara aksi panggung di dua panggung lainnya. Jarak antar masing-masing panggung terlalu dekat, tak lebih dari 10 meter.

Menjelang larut malam, penonton mulai merangsek mendekati bibir panggung utama. Mereka ingin melihat aksi sang maestro jazz Mus Mujiono. Beberapa tembang andalan yang pernah dipopulerkannya berkumandang seperti Tanda-tandanya, Arti Kehidupan, dan Mesra. Penonton larut di bawa ke era 80an.

Pantauan Suara.com, Jak Jazz kali ini terbilang sepi penonton. Terdapat banyak ruang kosong di depan masing-masing panggung. Namun kemeriahan tetap terasa. Terlebih saat penampilan musisi sekaligus founder Jak Jazz Ireng Maulana dan Mus Mujiono. Pentonton begitu antusias.

Minimnya penonton juga dirasakan Mus Musisi berjuluk George Benson-nya Indonesia ini menilai hal tersebut tak lepas dari masa transisi pergantian penyelenggara. "Ya mudah-mudahan ini jadi pelajaran buat EO yang baru," kata Mus di belakang panggung. 

REKOMENDASI

TERKINI