Suara.com - Aktor senior Ray Sahetapy, memaknai kemerdekaan sebagai masa ketika anak-anak muda dan generasi penerus bangsa berpikir mengenai apa yang dipikirkannya, bukan yang dipikirkan oleh orang lain.
"Bangsa lain besar karena mereka mengolah gagasannya sendiri dan malu menggunakan produk luar. Karena itu, kita harus memprioritaskan gagasan kita," katanya saat menghadiri pembukaan pameran foto bertema Kisah Anak Serigala dan pemutaran trailer film Negeri Tanpa Telinga dalam rangka HUT ke-69 RI di Galeri Foto Jurnalistik Antara Jakarta, Jumat (15/8/2014) malam.
Ray, yang merupakan pemeran utama dalam film Negeri Tanpa Telinga, --sebuah film karya Lola Amaria Production yang berkisah mengenai pemberantasan korupsi--, mengatakan generasi muda sekarang sudah membalikkan fakta dan lebih senang menggunakan gagasan dari luar untuk membangun bangsanya.
"Kemerdekaan tidak lagi datang dari masing-masing pribadi, tetapi dari masukan-masukan pihak luar. Memang benar pertandingan hidup yang bebas saat ini menjadi tantangan berat, namun ketika generasi kita mampu mengatasinya maka kemerdekaan tersebut akan datang dengan sendirinya," ucap pria kelahiran Donggala, Sulawesi Tengah, 1 Januari 1957 itu.
Ayah empat anak itu menuturkan layaknya pertandingan tinju, harus ada kekuatan yang seimbang untuk membangun negeri ini. Kekuatan tersebut tidak hanya datang dari para pahlawan yang dahulu memperjuangkan kemerdekaan, tetapi juga dari generasi muda yang bertugas melanjutkan kemerdekaan tersebut.
"Fenomena saat ini justru kita dicekoki oleh permasalahan orang lain dan lupa akan permasalahan di dalam bangsa ini," kata mantan suami artis senior Dewi Yull itu.
Kini, bangsa Indonesia justru menjadi objek bukan subjek, padahal untuk menjadi bangsa besar dibutuhkan subjektivitas dalam pembangunan di dalam, dari generasi muda yang saat ini belum menemukan jati dirinya.
"Kemerdekaan tidak hanya sekadar bebas melakukan segala sesuatu, tetapi bertanggung jawab dalam menjalaninya," tukasnya. (Antara)