Film "Cahaya Dari Timur" dan "Laskar Pelangi" Curi Perhatian Kongres AS

Esti Utami Suara.Com
Sabtu, 12 Juli 2014 | 11:42 WIB
Film "Cahaya Dari Timur" dan "Laskar Pelangi" Curi Perhatian Kongres AS
Poster film "Cahaya Dari Timur" (Foto: barondaambon.com)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Film Cahaya Dari Timur (CDT) Beta Maluku dan Laskar Pelangi akan diputar di hadapan anggota Kongres Amerika Serikat untuk bahan diskusi dan kajian antropologi. Produser CDT Glenn Fredly mengaku telah dihubungi pihak kedutaan Amerika terkait pemutaran dua film ini.

Ia mengatakan, momentum ini akan dipergunakan sebaik mungkin untuk memperkenalkan budaya Indonesia khususnya Maluku.
"Kami bersyukur karena CDT merupakan film baru tetapi mendapat tempat di hati penikmat film Indonesia, bahkan akan diberikan kesempatan untuk diputar di luar negeri," katanya di Ambon, Sabtu (12/7/2014).

Menurut Glenn, film merupakan produk budaya yang memiliki kekuatan besar untuk merubah cara pandang masyarakat Indonesia tentang Maluku. Film ini, katanya tidak hanya menceritakan keindahan alam, keramahan masyarakat Maluku tetapi juga menegaskan daerah ini tidak selalu identik dengan kekerasan, kemiskinan.

"Sebagai seniman kami ingin menjadi bagian alat untuk menghancurkan stigma seperti itu supaya indonesia tidak hanya dilihat dari Jakarta, kita harus mulai mengajak masyarakat melihat Indonesia dari timur," katanya.

Ia mengakui, film ini mendapat atensi luar biasa sebagai salah satu film terbaik yang pernah dibuat yakni memberikan potret kondisi Maluku khususnya Tulehu dan kota Ambon. "Film ini berbicara tentang identitas juga rekonsiliasi di masyarakat, dan umumnya media mengangkat tentang proses rekonsiliasi kondisi masyarakat hingga hari ini," kata Glenn.

Dijelaskannya, perdamaian yang tercipta menunjukan ada pergeseran yang berbeda tentang cara pandang masyarakat. "Saya bersyukur film ini menjadi pembicaraan dari mulut ke mulut, juga di sosial media. Efeknya setiap orang yang selesai memonton film ini mau belajar bahasa Maluku, dan ingin berkunjug ke daerah ini. Hal ini menunjukan film merupakan produk budaya yang dapat merubah stigma," tandasnya.

Ia menambahkan kebudayaan bisa menjadi cara untuk merubah prespektif masyarakat jangka panjang terutama di era globalisasi. Dan ia optimis dari film ini akan lahir karya lain dari anak Maluku. "Ini adalah awal untuk sesuatu yang lebih besar kedepan," katanya. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI