Filosofi Nyanyian Sendu dari "Toilet Blues"

Esti Utami Suara.Com
Kamis, 03 Juli 2014 | 14:45 WIB
Filosofi Nyanyian Sendu dari "Toilet Blues"
Sebuah adegan di "Toilet Blues" (Foto: Dok. MAV Production)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Setelah melanglang buana di lebih dari Sembilan festival film di berbagai belahan dunia, film karya anak bangsa, "Toilet Blues" pun hadir untuk pecinta film tanah air mulai 3 Juli 2014 ini.  Film besutan Dirmawan Hataa ini menjalani premierenya di Busan International Film Festival, Korea Selatan tahun lalu ini. Selain di Korea Selatan, Film ini juga telah diputar di berbagai festival film di India, Kamboja, Swedia, Perancis dan Belanda.

"Toilet Blues" menjadi karya perdana produser Edo Wahyu Fahreza Sitanggang, yang diproduksi di bawah MAV Production, film ini diciptakan dengan semangat penjelajahan, ide, penemuan yang berbeda dari biasanya.

Dibintangi dua wajah baru, Tim Matindas (Anggalih) dan Shirley Anggraini (Anjani), film ini mampu memberikan sebuah  pengalaman baru bagi para penontonnya. Film yang juga dibintangi oleh aktor kawakan Tio Pakusadewo ini mengangkat isu yang jarang diangkat oleh film nasional lain, yaitu dilema seorang remaja dalam menentukan pilihan hidupnya sebagai seorang imam (Pastor) untuk membuat bangga sang Ayah.

Cerita berawal saat Anjani memutuskan minggat dari rumahnya, setelah dituduh melakukan seks bebas oleh ayahnya sendiri. Anjani kemudian mengikuti Anggalih, lelaki pujaannya sejak di bangku SMP, yang sedang dalam perjalanan menuju sekolah calon Pastornya seusai liburan.

Di tengah kebimbangan Anggalih untuk memilih jalan hidupnya sebagai seorang Pastor, perjalanan pulang ini berubah menjadi upaya pelarian dari jalan hidup yang dilakoni dua remaja ini. Di tengah perjalanan, ayah Anjani yang memiliki kekuasaan besar, mengirim Ruben (Tio Pakusadewo), orang kepercayaannya, untuk menjemput Anjani pulang.

Ruben membujuk, membuntuti dan memperdaya Anjani dengan cara-cara liciknya. Ketika Anjani tak bisa mengelak, ia pun menggunakan tubuhnya untuk membebaskan diri dari Ruben. Sementara Anggalih terdampar di sebuah tempat pelacuran.

Film ini banyak mengangkat gesture Katolik dan Budaya Jawa yang kental. Sang Sutradara menjelaskan lewat film ini ia ingin masyarakat Indonesia melihat masalah dari sisi kaum minoritas.  "Keberagaman harusnya dapat terus menerus diangkat agar seluruh masyarakat dapat melihat, sisi di luar dari dirinya," ujarnya di Jakarta, Rabu (2/7/2014).

"Toilet Blues" memotret filosofi nyanyian sendu dan sedih dari dalam toilet yang kadang membuat jijik dan jengah. Namun di dalam toiletlah terkadang seseorang lebih jujur ketimbang di ruang pengakuan dosa.

Dirmawan mengaku, film ini terinspirasi dari sajak karya WS Rendra berjudul "Nyanyian Angsa". Beragam nilai yang bisa didapatkan, salah satunya ketika mulai banyaknya pemimpin agama yang membicarakan baik dan buruk, surga dan neraka, serta bagaimana cara menempatkan diri di antara keduanya. "Tapi kenyataannya, mereka terlalu sibuk mengurusi urusan agama, sehingga lupa tentang permasalahan yang terjadi dalam realitasnya. Dan banyak yang justru tidak bisa berbuat apa-apa. Sehingga mereka akan tercebur ke dalam dosa yang mereka hindari selama ini," tutupnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI